Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengukur Peran Perda Penanggulangan AIDS NTT

22 November 2010   07:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:24 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi kalau air mani dan cairan vagina yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh pada saat terjadi hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Sedangkan penularan melalui ASI bisa terjadi kalau ASI yang mengandung HVI masuk ke dalam tubuh pada proses menyusui.

Yang menjadi persoalan besar pada epidemi HIV adalah penularan justru terjadi tanpa disadari. Hal ini terjadi karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Orang-orang yang sudah tertular HIV tidak otomatis menunjukkan tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (secara statistic antara 5-10 tahun setelah tertular). Pada rentang waktu inilah terjadi penularan melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, transfusi darah yang tidak diskrining, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh.

Mata Rantai

Maka, kewajiban pada pasal 8 ayat 6 dan 7 serta larangan pada pasal 9 ayat 2 yang ditujukan kepada orang yang mengetahui dirinya sudah tertular HIV tidak efektif. Fakta menunjukkan orang-orang yang terdeteksi HIV-positif melalui prosedur tes HIV yang baku menyatakan sikap bahwa mereka akan memutus mata rantai penyebaran HIV mulai dari dirinya.

Yang menjadi persoalan besar justru orang-orang yang sudah tertular HIV tapi belum atau tidak terdeteksi sehingga tanpa sadar mereka menularkan HIV kepada orang lain. Inilah mata rantai penyebaran HIV antar penduduk.

Lalu, bagaimana memutus mata rantai penyebaran HIV antar penduduk? Pada pasal 4 ayat f sudah ada 'pintu', tapi tidak jelas siapa saja yang dianjurkan melakukan tes HIV secara sukarela (VCT). Selama ini yang menjadi 'sasaran tembak' untuk survailans tes HIV adalah PSK. Padahal, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, lajang, remaja, duda yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, pelajar, mahasiswa, pengangguran, tani, nelayan, pedagang, perampok, dll. Fakta inilah yang tidak pernah muncul sehingga PSK dicaci-maki sebagai penyebar HIV. Yang menjadi mata rantai bukan PSK tapi laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang kemudian tertular HIV dari PSK.

Nah, yang dianjurkan ke VCT adalah laki-laki dan perempuan yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau yang pernah melakukan melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Tapi, perda ini lagi-lagi mengedepankan moral untuk mengajak masyarakat dalam menanggulangi HIV/AIDS. Di pasal 11, misalnya, pada ayat 1 disebutkan peran serta masyarakat dalam menanggulangi HIV/AIDS dengan (a) berperilaku hidup sehat, dan (b) meningkatkan ketahanan keluarga. Ini norma dan moral. Apa yang dimaksud dengan perilaku hidup sehat dan ketahanan keluarga? Di Malaysia ada seorang ibu rumah tangga guru mengaji yang tertular HIV melalui transfusi darah di rumah sakit pemerintah. Ibu ini menggugat pemerintah 1 juta ringgit (Rp 2,5 miliar).

HIV/AIDS adalah fakta medis sehingga upaya penanggulangannya pun dapat dilakukan dengan cara-cara yang sangat rasional tanpa harus dibumbui dengan norma, moral, dan agama. Mencegah penularan HIV melalui hubungan seks di dalam dan di luar nikah adalah dengan cara jangan melakukan hubungan seks dengan orang yang HIV-positif. Ini fakta. Karena kita tidak bisa mengenali orang yang sudah tertular HIV dari fisiknya maka jika melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, dengan orang yang tidak diketahui status HIV-nya hindarkan pergesekan langsung antara penis dan vagina. Semakin banyak kasus HIV yang terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputus. ***

*Pemerhati HIV/AIDS melalui LSM (media watch) 'InfoKespro', Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun