Tidak ada kaitan langsung antara ’wanita tak berdosa’ dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi di dalam dan di luar nikah kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kalau PSK dikategorikan sebagai ’wanita berdosa’ bisa saja ada PSK yang terhindar dari HIV kalau dia hanya mau meladeni laki-laki, pelanggan, pacar atau suaminya, yang memakai kondom ketika sanggama.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Bali, I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan, menyebutkan perlunya pemerintah memberi perhatian khusus. Sebelum masalahnya menjadi terlalu besar dan sulit diatasi. Persoalannya adalah penanggulangan HIV/AIDS selalu dikait-kaitkan dengan norma, moral dan agama sehingga tidak menyentuh akar persoalan.
Coba simak dalam enam peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS di Prov Bali tidak satu pun ada pasal dalam perda-perda itu yang menawarkan pencegahan dan penanggulangan HIV yang konkret. Perda-perda yang ada yaitu (1) Perda Prov Bali No. 3/2006, (2) Kab Gianyar No. 15/2007, (3) Kab Buleleng No. 5/2007, (4) Kab Klungkung 3/2007, (5) Kab Badung No. 1/2008, dan (6) Kab Jembrana No. 1/2008.
Selama ini ’sasaran tembak’ hanya PSK sehingga laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK luput. Untuk itulah penyuluhan ditingkatkan dengan materi yang akurat agar laki-laki yang merasa dirinya berisiko tertular HIV karena perilaku seksualnya mau menjalani tes HIV secara sukarela.
Celakanya, informasi HIV/AIDS selama ini dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tentang HIV/AIDS, seperti cara-cara penularan dan pencegahan yang akurat, tidak sampai ke masyarakat.
Maka, jika Pemprov Bali tidak mengubah paradigma berpikir dalam menanggulangi epidemi HIV maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H