Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyebaran AIDS di Cianjur, Jawa Barat

2 November 2010   02:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:55 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sepanjang tahun ini dari 400 orang yang menjalani tes di klinik-klinik VCT yang ada di Kab Cianjur sudah terdeteksi 37 yang HIV-positif (9,25 persen). Kasus lain ditemukan ketika mereka berobat ke rumah sakit. Penyebaran HIV di Kab Cianjur terjadi melalui hubungan seksual dan pengguna narkoba suntik. Sampai Oktober 2010 sudah terdeteksi 204 kasus HIV/AIDS di Kab Cianjur.

Kasus AIDS yang terdeteksi di rumah sakit terjadi pada pasien yang datang berobat al. dengan keluhan TB dan diare. Sebagian besar dari mereka ini meninggal dalam hitungan hari dan bulan setelah dirawat karena infeksi HIV pada pasien-pasien itu sudah mencapai masa AIDS (sudah tertular antara 5 – 15 tahun sebelumnya). Jika dikaitkan dengan epidemi HIV maka selama kurun waktu sejak tetular sampai mereka terdeteksi tanpa mereka sadari mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain. Yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya, pasangan seks lain atau pekerja seks komersial (PSK).

Salah satu pasien yang terdeteksi sudah masa AIDS yang dirawat di rumah sakit daerah adalah seorang PSK. Untuk mengetahui penyebaran HIV terkait dengan PSK ini dilakukan pendekatan terhadap PSK tadi. Ternyata PSK ini mempunyai ’pasangan tetap’ seorang laki-laki penduduk lokal. ”Kami mendekati laki-laki tadi agar mau mejalani tes HIV secara sukarela,” kata dr. H. Amin Amsyari, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Kab. Cianjur, pada kesempatan ‘Temu Media’ dengan Wartawan Cianjur di Puncak (21/10).

Laki-laki itu mau tes HIV dan hasilnya positif. Persoalan baru muncul karena laki-laki itu mempunyai istri dan anak. Sudah diupayakan agar laki-laki itu mau memberitahu status HIV-nya kepada istrinya. Tapi, ”Laki-lak itu menolak,” ujar dr. Amin. Sikap seperti inilah yang banyak terjadi di Cianjur. Dari 37 kasus HIV yang terdeteksi melalui klinik VCT (tempat tes HIV gratis secara sukarela dengan konseling) ada 16 yang mempunyai pasangan. Mereka juga tidak mau membuka status HIV mereka kepada pasangannya. Kondisi inilah yang mendorong kasus HIV pada bayi dan anak-anak yang sudah ditemukan di Cianjur.

Keengganan orang-orang yang terdeteksi HIV untuk terbuka kepada pasangannya merupakan masalah besar di Cianjur. Ini akan menjadi pemicu penyebaran HIV antar penduduk.Untuk mengatasi hal itu diperlukan konseling (bimbingan) sebelum dan sesudah tes HIV yang komprehensif. Misalnya, orang-orang yang akan menjalani tes HIV secara sukarela di klinik VCT harus membuat pernyataan kesediaan untuk memberitahu pasangannya tentang hasil tes HIV yang akan dijalaninya. Untuk itulah diperlukan konselor yang handal agar bisa meyakinkan orang-orang yang akan tes HIV agar kelak mereka mau membuka status HIV-nya kepada pasangannya.

Bertolak dari keengganan penduduk yang sudah terdeteksi HIV-positif untuk membuka status HIV-nya, maka angka kasus HIV/AIDS di Cianjur lebih besar dari yang dilaporkan. Dengan 37 kasus yang mempunyai pasangan saja sudah ada 74 kasus HIV. Kalau di antara mereka ada perempuan maka jika hamil kelak akan berpotensi menularkan HIV kepada bayinya.

Jika PSK yang sakit tadi (PSK ini akhirnya meninggal) setiap malam menerima tamu 3 orang maka setiap bulan ada 60 penduduk Cianjur yang berisiko tertula HIV. Angka ini akan bertambah kalau PSK itu sudah beroperasi berbulan-bulan atau tahunan di Cianjur. Memang, di Cianjur tidak ada lokalisasi pelacuran, tapi praktek-praktek pelacuran tetap ramai di kawasan wisata Puncak. Ada saja orang di sepanjang jalan, losmen, hotel, atau vila yang menawarkan PSK.

Tingkat penyebaran HIV melalui hubungan seksual di Cianjur terjadi karena tidak ada sosialisasi kondom. Ada kesan penanggulangan AIDS di Cianjur mengabaikan sosialisasi kondom pada hubungan seksual yang berisiko yaitu hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Jika bertolak dari fakta penyebaran HIV yang terjadi melalui hubungan seksual berisiko di dalam dan di luar nikah maka pengabaian sosialisasi kondom akan meningkatkan kasus HIV/AIDS di Kab Cianjur. Karena tidak ada lokalisasi pelacuran di wilayah Kab Cianjur, maka berbagai kalangan menganggap tidak ada (praktek) pelacuran. Anggapan inilah yang mendorong epidemi HIV melalui hubungan seksual di Kab Cianjur. Kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat kelak akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

Penyebaran HIV di Kab Cianjur didorong pula oleh pengguna narkoba suntik. Seorang penjangkau (outreach) sebuah LSM di Kab Cianjur mengatakan bahwa pengguna narkoba suntik yang perempuan juga ’bekerja’ sebagai PSK. Mereka gadis ABG yang merupakan korban trafficking. Semula mereka dijanjikan bekerja sebagai pelayan toko di Jakarta, tapi kenyataannya mereka dijadikan sebagai PSK. Celakanya, selama mereka dijadikan sebagai PSK mereka pun terjerumus sebagai pengguna narkoba suntikan. Setelah kembali ke Cianjur mereka menjadi PSK sekaligus juga sebagai pemakai narkoba suntikan.

Kasus HIV dan AIDS pun mulai banyak terdeteksi di kalangan tenaga kerja wanita (TKW) asal Cianjur yang baru pulang dari luar negeri. Terkait dengan hal ini perlu dipertanyakan akurasi tes HIV yang dilakukan terhadap mereka sebelum berangkat ke luar negeri. Soalnya, bisa saja TKW sudah tertular HIV sebelum berangkat ke luar negeri. Pemkab Cianjur, dalam hak ini Dinkes Kab Cianjur, tidak terlibat langsung dalam tes kesehatan bagi calon TKW. Karena menyangkut epidemi HIV sudah saatnya Dinkes Kab Cianjur dilibatkan langsung dalam tes kesehatan calon TKI, khususnya TKW, terutama untuk tes HIV. S

Tampaknya, kasus HIV dan AIDS yang terus terdeteksi di Cianjur belum menggugah berbagai kalangan, terutama eksekutif dan legislatif setempat, untuk menanggulangi epidemi HIV di Cianjur dengan langkah-langkah yang konkret. Tidak ada penjangkuan yang komprehensif. Penjangkuan yang dilakukan oleh sebuah LSM hanya untuk kalangan pengguna narkoba suntikan, sedangkan penjangkauan untuk kalangan lain, seperti PSK, waria dan laki-laki ’hidung belang’ tidak ada. Inilah yang membuat penyebaran HIV melalui hubungan seksual terus terjadi.

’Temu Media’ merupakan kegiatan rutin Media Relations KPA Prov Jabar dengan dukungan HCPI/AusAID. ”Untuk Cianjur kita kerja sama dengan KPA Kab Cianjur dan Rumah Cemara,” kata Tri Irwanda, Media Relations KPA Jabar. Pemateri dalam acara ini adalah Syaiful W. Harahap (LSM ”InfoKespro” Jakarta). ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun