Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendorong Laki-laki Asmat, Papua, Memakai Kondom

13 September 2010   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}

PSK di Asmat Rutin Periksa Kesehatan.” Ini judul berita di tabloidjubi, Papua, 17 Mei 2010. Disebutkan dalam berita: ”Untuk menekan angka HIV/AIDS di Kabupaten Asmat, Papua, secara rutin Polres Asmat menyarankan PSK (Pekerja Seks Komersial) di wilayah itu agar selalu memeriksakan diri ke RSUD setempat.”

Pernyataan ini menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang tidak akurat. Cara yang konkret untuk menekan infeksi HIV baru, khususnya di kalangan dewasa, melalui hubungan seks di dalam dan di luar nikah adalah dengan menggunakan kondom setiap kali sanggama. Ini fakta. Cara ini sudah membuahkan hasil di beberapa negara yang ditandai dengan grafik mendatar penemuan kasus HIV baru di kalangan dewasa.

Tes HIV baru bisa akurat jika yang menjalani tes sudah tertular lebih dari tiga bulan. Andaikan bulan September 2010 semua PSK di Asmat menjalani tes HIV dan hasilnya negatif maka hasil ini tidak akurat karena ada kemungkinan contoh darah yang dites masih pada masa jendela (tertular di bawah tiga bulan) sehingga hasil tes negatif (palsu). Artinya, di dalam darah PSK itu sudah ada HIV tapi belum bisa dideteksi karena antibody HIV belum ada. Tapi, biar pun antibody HIV tidak terdeteksi pada PSK itu mereka yang sudah tertular HIV bisa menularkan HIV kepada laki-laki yang mengencaninya tanpa kondom.

Fakta lain yang luput dari perhatian adalah ada dua kemungkinan terkait dengan HIV pada PSK di Asmat.

Pertama, HIV ditularkan oleh penduduk lokal atau pendatang kepda PSK. Jika ini yang terjadi maka sudah ada penduduk lokal yang mengidap HIV, tapi tidak terdeteksi. Mereka inilah kemudian yang akan menjadi mata rantai penyebran HIV secara horizontal antar penduduk. Bagi yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya, simpanannya atau PSK lain. Yang tidak beristri akan menularkan HIV kepada pasangan seksnya atau PSK. Semua terjadi tanpa disadari karena laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK itu tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada diri mereka.

Kedua, ada kemungkinan PSK yang beroprasi di Asmat sudah mengidap HIV ketika tiba di Asmat. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki lokal yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan PSK yang sudah mengidap HIV akan berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK ini pun akan menjadi mata rantai penyabaran HIV pula.

Kapolres Asmat, Yunus Wally didampingi Kabag Bina Mitra Polres Asmat, AKP Yusuf Kartimin, mengungkapkan: ” .... kepolisian Asmat tidak akan tinggal diam dan terus membantu pemberantasan HIV/AIDS di wilayah itu. Sekurangnya, kata dia, tiap bulan kepolisian mengajak para PSK illegal yang menempati rumah penduduk untuk memeriksa kesehatan.” Apakah di Asmat ada PSK legal? Lalu, apa yang dilakukan Polres terhadap PSK legal ini? Apakah mereka tidak diajak memerikakan kesehatan?


Di Agats, ibukota Kabupaten Asmat, jumlah PSK diperkirakan PSK ada 21. Ini angka yang tidak kecil karena setiap hari bisa saja seorang PSK meladeni 3-5 laki-laki lokal. Kalau satu bulan seorang PSK ’bekerja’ 20 hari maka ada 2.100 (5 pelanggan x 21 PSK x 20 hari) laki-laki loksal yang berisiko tertular HIV. Kalau sepuluh persen saja yang tertular HIV maka ada 210 laki-laki yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di Asmat. Selanjutnya angka ini tertambah seperti deret ukur.

Persoalannya adalah penduduk Asmat yang sudah tertular HIV tidak semerta terdeteksi karena mereka tidak merasakan keluhan kesehatan yang khas AIDS.


Yunus Wally mengatakan: “Tetapi ada pula PSK yang jadwalnya datang dan pergi dalam waktu kurang dari tiga bulan. Jalur mangkal mereka di Agats, Merauke, Timika, Mappi, Pantai Kasuari, Atsj dan pelosok lainnya di wilayah Asmat.” Ini fakta yang tidak bisa diabaikan karena PSK itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di antara kota-kota itu.

Disebutkan pula: ” .... selama ini para PSK umumnya masih mentaati aturan yang diberlakukan pemerintah untuk memeriksa kesehatan tiap bulan, karena kalau tidak, mereka diancam akan dipulangkan ke kampung asalnya.” Ya, boleh-boleh saja memulangkan PSK. Tapi, perlu diingat PSK itu sudah meninggalkan ’kenang-kenangan’ yang menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS yaitu infeksi HIV di kalangan laki-laki lokal.


Salah satu PSK berinisial Ella mengungkapkan: ” ... dirinya memeriksakan diri seperti yang disarankan Polres Asmat karena takut tertular penyakit.” Ini tidak nyambung karena untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV bukan dengan memeriksakan diri,tapi menghindari perilaku berisiko tinggi tertular HIV. Ini fakta.

Ella juga mengatakan: “Saya tidak mau tertular penyakit, jadi saya periksa kesehatan.” Numpang tanya, Ella, apa yang Ella lakukan agar tidak tertular penyakit (HIV)? Soalnya, pengakuan Ella dia sudah tiga tahun menjadi PSK, tapi selama itu, dirinya belum pernah terinfeksi penyakit menular seksual atau penyakit berbahaya lainnya.

Selain mengajak PSK memeriksakan diri yang jauh lebih penting adalah mengajak laki-laki lokal agar selalu memakai kondom jika kecan dengan PSK. Kalau penduduk lokal enggan memakai PSK ketika sanggama dengan PSK maka mereka dianjurkan agar memakai kondom jika melakukan hubungan seks dengan istrinya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun