Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menguji Peran Perda AIDS Kota Samarinda dalam Menanggulangi AIDS

30 Agustus 2010   13:00 Diperbarui: 19 Mei 2018   05:23 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 11 ayat 1 berbunyi: “Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi IMS dan HIV wajib melindungi orang yang hidup atau terdampak langsung dengan keberadaannya dan wajib mengikuti program pendampingan dan pembinaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Instansi yang terkait.” Justru dalam epidemi HIV yang menjadi persoalan besar adalah banyak orang yang sudah tertular HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka sebelum masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15 tahun). Pada rentang waktu itulah terjadi penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seks.

Untuk itulah diperlukan penyuluhan yang berkesinambungan dengan materi KIE yang akurat dengan harapan agar orang-orang yang pernah melakukan perilaku berisiko mau menjalani tes HIV secara sukarela.

Begitu juga dengan pasal 12 ayat 1: ”Setiap perempuan yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV bila ingin hamil, wajib mengikuti program untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, agar bayinya terhindar dari HIV.” Mereka tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Langkah yang dilakukan Malaysia melalui skrining rutin terhadap perempuan hamil sangat bermanfaat karena bias mendeteksi kasus HIV sehingga anak yang dikandungnya bisa diselamatkan agar tidak tertular HIV secara vertikal dari ibunya.

Di ayat 2 disebuktan: “Setiap pemeriksaan ibu hamil, calon pengantin .... petugas mengupayakan konseling dan test darah.” Karena tes HIV pada masa jendela yaitu tertular HIV di bawah tiga bulan bisa menghasilan positif atau negatif palsu maka tes HIV untuk calon pengantin tidak ada manfaatnya. Bisa saja ketika mereka tes berada pada masa jendela. Lagi pula tes HIV bukan vaksin. Setelah menikan bisa saja ada di antara pasangan itu yang perilakunya berisiko sehingga tertular HIV. Hasil tes sebelum menikah akan menjadi bumerang karena masing-masing bertahan dengan hasil tes HIV yang mereka pegang.

Pasal 31 ayat 1 menyebutkan: “Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara: a. berperilaku hidup sehat; dan b. meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS.” Ini jelas normatif dan mengesankan orang-orang yang tertular HIV perilakunya tidak sehat dan tingkat ketahanan keluarganya rendah. Bagaimana dengan orang yang tertular melalui transfusi darah? Apakah perilaku mereka menerima transfusi itu tidak sehat? Lagi-lagi norma mengaburkan fakta.

Ancaman pidana yang ada dalam perda ini ada di pasal 40 ayat 1, yaitu: ”Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 6 ayat 4 huruf f, yaitu menyebarluaskan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersiat diskriminasi kepada pengidap HIV dan AIDS. Ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).” Berbeda dengan perda lain yang sanksi pidana diberikan kepada yang sengaja menularkan HIV. Tentu saja ini sangat naif kerena fakta menunjukkan lebih dari 90 persen kasus penularan HIV terjadi tanpa disadari.

Jika ingin menanggulangi epidemi HIV, khususnya melalui hubugnan seks, maka yang perlu diwajibkan kepada semua penduduk adalah harus memakai kondom jika melakukan hubungan seks yang berisiko. Kemudian, bagi yang pernah atau sering melakukan hubungan seks yang berisiko wajib menjalani tes HIV secara sukarela.

Langkah ini akan mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV. Kasus-kasus yang terdeteksi akan memutus mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Cara ini akan menekan kasus infeksi baru di kalagan laki-laki dewasa. Apakah kita punya nyali menyampaikan fakta yang dianggap bertentangan dengan norma, moral dan agama ini? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun