Tanggapan yang saya terima terhadap tulisan tentang kondom, misalnya, mengatakan bahwa saya adalah antek-antek WHO dan agen penjual kondom. Ini ‘kan sudah menyasar pribadi bukan konten tulisan lagi.
Kita tidak tertutup terhadap kritik, tapi sekali lagi kritiklah isi tulisan bukan pribadi penulis.
Lagi pula apakah yang menanggapi itu mempunyai data atau fakta tentang tuduhannya?
Kalau tidak ada maka itu artinya fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan yang bisa dituntut melalui pasal-pasal di KUHP dan UU ITE dengan ancaman kurungan penjara dan denda miliaran rupiah.
Di tulisan lain yaitu tentang film juga dicaci-maki habis-habisan dengan mengatakan saya sebagai seorang Yahudi. Saya tidak marah disebut Yahudi kalau saya memang penganut Yahudi. Kalau yang mencaci ini orang beragama tentulah perilakunya itu sudah tidak menggambarkan orang yang beragama.
Karena tulisan di Kompasiana terkait dengan internet yang masuk dalam ranah hukum, maka sudah selayaknya kompasianer membekali diri dengan etika dan hukum jurnalistik. Sudah ada beberapa orang yang menulis di media sosial, sepeti e-mail, twitter dan Facebook yang berhadapan dengan hukum.
Jika kompasianer berpegang teguh pada koridor jurnalistik dengan berpedoman pada kode etik jurnalistik, UU Pers dan UU ITE, maka tidak perlu ragu-ragu dan takut menulis untuk Kompasiana.
Kebebasan berekpresi tidak berarti boleh melawan hukum yaitu keluar dari koridor kode etik dan UU. Ini yang perlu diingat agar selama dunia dan akhirat.***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H