Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ajakan Mengetahui Status HIV versi “KOMPAS TV” Menyesatkan

25 Juli 2014   18:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:15 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayo, cek status HIV." Itulah seruan seorang cewek di iklan Layanan Masyarakat (ILM) di ”KOMPAS TV” sambil melenggang ke tempat tes HIV. Ajakan itu menyesatkan karena dikesankan semua orang harus menjalani tes HIV untuk mengetahui status HIV.

Ketika informasi tentang HIV/AIDS yang akurat sudah banjir, tapi tetap saja ada yang tidak memahami fenomena HIV/AIDS secara komprehensif. (Pembuat) ILM itu salah satu di antaranya.

Perilaku Berisiko

Entah apa tujuan ILM tsb. karena yang menjadi persoalan besar bukanlah penanggulangan di hilir, al. tes HIV, tapi penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru. Ini pun hanya bisa dilakukan pada laki-laki yang melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran.

Kalau tujuan iklan tsb. untuk mencari kasus HIV yang ada di masyarakat terkait dengan fenomena gung es juga tidak tepat karena tidak semua penduduk berisiko tertular HIV.

“Gunung es” adalah fenomena epidemi HIV/AIDS yaitu kasus yang terdeteksi atau kasus yang dilaporkan (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke permukaan air laut) tidak menggambarkan kasus ril di masyarakat (digambarkan bongkahan es yang ada di bawah permukaan air laut).

Kasus yang tiak terdeteksi itu merupakan dark number yang menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Langkah konkret untuk mencari kasus pada dark number bukanlah mengajak atau menganjurkan semua orang mengetahui status HIV-nya dengan menjalani tes HIV.

Soalnya, tidak semua orang berada pada posisi yang berisiko tertular HIV.

Seseorang berisiko tertular HIV al. karena pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Maka, tentu saja tidak semua orang pernah atau sering melakukan hal di atas.

Maka, anjuran dan ajakan untuk mengetahui status HIV secara massal merupakan cara-cara yang tidak etis karena sudah menyamaratakan perilaku semua orang sebagai perilaku yang berisiko tertular HIV.

Salah satu langkah yang bisa “mencari” angka pada kasus dark number adalah melalui tes HIV yang diwajibkan bagi: (a) perempuan hamil, dan (b) pasien yang berboat dengan jaminan kesehatan di rumah sakit pemerintah.

Dua hal itu tidak melanggar hak asisasi manusia (HAM) karena ada pilihan. Langkah (a) sudah dijalankan di beberapa negara, al. Malaysia. Sedangkan cara (b) dijalnakan di Amerika Serikat.

Turunkan Insiden HIV Baru

Selama ini ada kesan kalau sudah tes HIV, terutama dengan hasil negatif, dianggap sebagai “vaksin”. Kesan ini yang harus dibongkar karena salah kaprah.

Biar pun hasil tes HIV pada satu saat negatif itu tidak jaminan selamanya negatif karena bisa saja setelah tes ybs. melakukan kegiatan yang berisiko tertular HIV. Itulah sebabnya tes HIV sebelum menikah pun tidak ada manfaatnya (Lihat: Tes HIV sebelum Menikah Bisa Jadi Bumerang - http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/21/tes-hiv-sebelum-menikah-bisa-jadi-bumerang-585282.html).

Kemenkes RI melaporkan jumlah kasus yang dilaporkan dari April 1987 sampai Maret 2014 per 17 Juli 2014 sebanyak 188.273 yang terdiri ats 134.042 HIV dan 54.231 AIDS dengan 9.615 kematian (spiritia.or.id).

Jumlah tsb. merupakan persoalan besar bagi Indonesia karena terkait dengan penyebaran HIV dan biaya pembelian obat antiretroviral (ARV).

Yang bisa dilakukan secara realistis dalam penanggulangan HIV/AIDS dengan langkah-langkah yang konkret hanya menurunkan insiden ifneksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran yaitu program “wajib kondom 100 persen”.

Tentu saja program itu tidak bisa jalan di Indonesia dengan efektif karena pelacuran di Indonesia tidak dilokalisir sehingga terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Jika pemerintah tidak menjalankan program penanggulangan yang konkret, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi.

Pada gilirannya kasus-kasus baru itu pun menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakt yang kelak akan bermuara pada “ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia]***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun