Terlepas dari apakah UU itu melanggar hak asasi manusia (HAM) yang jelas hanya tiga langkah itu saja yang bisa membuat agar tidak ada penduduk Indonesia yang mengidap HIV/ADIS pada tahun 2030.
Padahal, fakta menunjukkan yang bisa dilakukan secara konkret dengan hasil yang bisa diukur dan sudah dibuktikan di beberapa negara, seperti Thailand, adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.
Program yang bisa dilakukan untuk menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK adalah: ‘Program wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki ketika melakukkan hubungan seksual dengan PSK.
Program itu hanya bisa efektif jika pelacuran dilokalisir sehingga bisa dijalankan intervensi untuk memaksa laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Celakanya, di Indonesia pelacuran tidak dilokalisir sehingga praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu yang melibatkan PSK tidak langsung, seperti cewek kafe, cewek diskotek, cewek pub, ABG, mahasiswi, cewek gratifikasi seks, dll.
Baca juga: Gratifikasi Seks (Akan) Mendorong Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia Â
Di Surabaya, misalnya, belum lama ini terbongkar sindikat pelacuran kelas atas yang melibatkan cewek-cewek yang tinggal di apartemen mewah dan hanya mau ‘berlaga’ di hotel berbintang lima dengan tarif Rp 5 juta – Rp 10 juta.
Itu artinya intervensi tidak bisa dijalankan sehingga insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa akan terus terjadi.
Maka, adalah hal yang mustahil di tahun 2030 Indonesia bebas HIV/AIDS. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H