“Sebagai pensiunan ibu berhak atas THR sebesar Rp 30 juta dari PT Taspen.” Itulah bunyi SMS yang diterima seorang pensiunan di Jakarta di awal puasa lalu.
Tentu saja hati ibu itu pun berbunga-bunga. Dia langsung menghubungi nomor ponsel yang disertakan di SMS tsb.
Suara di ujung telepon meminta nomor rekening si ibu yang merupakan pensiunan PNS dari lingkungan Hankam.
Celaka, rekening ibu tadi di sebuah bank swasta sedang tidak bisa dipakai.
Seakan tidak mau melewatkan kesempatan emas untuk dapat ‘durian runtuh’ yang bisa dipakai berlebaran, ibu itu pun meminta nomor rekening putrinya yang sedang di rumah karena libur.
Si anak sudah menolak dengan halus karena:
(1) Jika seseorang mau menerima dana, apalagi dari instansi dan institusi resmi, harus memakai nomor rekening sendiri, dan
(2) Institusi pensiunan ibunya dia tahu persis bukan di Taspen tapi di Asabri.
Tapi, si ibu bersikeras. Satu hal lagi yang membuat si anak tidak yakin adalah ibunya disuruh stand by di ATM.
Lagi-lagi si anak kalah suara karena posisi tawarnya tidak kuat sebagai anak.
Nomor rekening pun dia berikan.
Pertama, dia berikan nomor rekening Bank Mandiri yang dikeluarkan di Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta.
Tapi, sebelum dia berikan nomor rekening ke ibunya dia “menguras” isi tabungan melalui ATM dan dia tinggalkan saldo sebanyak batas minimal rekening.
“Minta nomor rekening lain,” kata ibunya.
Untuk apa?
“Kata orang Taspen rekeningmu pasif,” kata si ibu sepeti ditirukan si anak tentang alasan “pegawai Taspen” melalui telepon.
Si anak pun lagi-lagi pasrah karena tidak mau dikatakan durhaka,
Dia memberikan nomor rekening Bank BNI yang dikeluarkan oleh Bank BNI di Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta, tempat dia kuliah.
“Ah, rekeningmu bagaimana. Pasif juga.” Ini kata si ibu setelah menelepon “pegawai Taspen” tadi.
Si anak memang sudah mengambil uang di tabungan itu dan menyisakan sesuai dengan batas minimal karena sudah curiga “pegawai Taspen” itu akan menguras rekening via ATM.
Kecurigaan si anak kian kuat bahwa itu penipuan. Lagi pula kalau untuk tujuan transfer selama tabungan belum ditutup oleh bank ybs. tetap bisa menerima kiriman uang.
Tapi, “Saya tidak berani, takut diomilin,” kata si anak memberikan alasan mengapa dia tidak memberitahu si ibu tentang kecurigaannya.
Mereka masih di ATM Bank BNI. Si ibu rupanya juga mulai lelah karena nomor telepon yang diberikan tidak bisa lagi dihubungi.
Si ibu mengajak si anak dan kakaknya ke PT Taspen. Tapi, di perjalanan rencana si ibu berubah. Mereka justru pulang ke rumah
Dari rumah si ibu menelepon ke PT Taspen.
“Aduh, pusing dengan pembicaraan mereka di telepon,” kata si anak mendengar pembicaraan ibunya dengan PT Taspen melalui telepon rumah.
Ada hal yang menganggu pikiran kita sebagai pemilik rekening, khususnya di Bank BNI dan Bank Mandiri, yaitu:
Apa yang dimaksud “pegawai Taspen” itu dengan rekening pasif?
Jika yang dimaksud “pegawai Taspen” itu rekening pasif adalah rekening dengan saldo minimal, maka: Mengapa dan bagaimana “pegawai Taspen” bisa mengetahui saldo di dua rekening itu berada pada batas minimal?
Ulah si ibu pun membuat si anak jadi rempong karena harus mengganti dua rekeningnya itu.
Persoalan baru muncul karena rekening dibuka di Yogyakarta sehingga tidak bisa ditutup di Jakarta.
Masalah lain adalah kalau buka rekening di Jakarta kalau kelak ada kesulitan dengan ATM, maka harus diurus di Jakarta.
Maka, si anak pun pusing tujuh keliling karena si ibu akan menyetorkan uang kepadanya tapi dengan syarat harus rekening atas namanya.
“Ah, sudahlah. Saya buka dulu di Jakarta,” kata si anak dengan pasrah via SMS ke ayahnya. *** [Syaiful W. Harahap] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H