Dalam iklannya KPU, mengatakan bahwa "suara anda menentukan masa depan bangsa". Ini iklan pembodohan yang pernyataannya sama sekali tidak bisa dibuktikan. Suara rakyat kenyataannya hanya dimasukkan ke dalam kotak, dihitung dan dibungkam. Sebenarnya rakyat tidak mempunyai perwakilan, mereka yang caleg itu sebenarnya wakil partai bukan wakil rakyat, jika kepentingan rakyat tidak sejalan dengan kepentingan partai maka kepentingan rakyat tidak akan diperjuangkan. Kepentingan rakyat cuma tunggangan saja bagi partai.Â
Contoh yang paling nyata adalah yang terjadi di DKI Jakarta, kursi wakil gubernur sudah lebih dari tiga bulan kosong karena Tarik menarik kepentingan antara PKS dan Gerindra. Masih percaya dengan partai? Masih waras?
Kondisi masyarakat yang kurang kritis ini bukan hanya akibat dari pendidikan yang rendah namun juga peran media yang terlalu berlebihan mendewakan sistem demokrasi saat ini, dimana orang bodoh bisa menentukan nasib bangsa ke depan. Media terlalu mementingkan pemberitaan  politikus, setiap ocehan politikus dijadikan berita nasional, seakan-akan berita tersebut sangat penting.
Pemberitaan masalah politik mendominasi semua media, hanya bencana alam yang bisa mengalihkan pandangan para pewarta untuk memuat kolom beritanya dengan non politik, contohnya tsunami selat sunda. Partai politik dicitrakan oleh media sebagai lembaga yang maha penting terutama tokoh partainya sehingga tiada hari tanpa berita dari pepesan kosong ocehan politisi yang kata-katanya tidak punya arti.
Media terlalu menganggungkan demokrasi yang penuh dengan kecacatan atau memang media mempunyai kepentingan politik di setiap berita politiknya. Kenyataan itu sulit dibantah. Media terlalu sibuk memberitakan persoalan politik, kentut politisi pun akan diberitakan oleh media. Tema-tema politik yang memuakkan seperti tanpa ujung, di saat menjelang pemilu media sibuk membuat Analisa para tokoh politik yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, pun setelah pemilu media sibuk mencari kandidat yang akan maju pada kontestasi berikutnya. Â Media berlomba-lomba memotret para tokoh politik dari berbagai sudut pandang, atas bawah, depan belakang, luar dalam. Seperti orang yang sakau.
Media  yang dibutakan oleh kepolitikan tidak bisa memotret dan mengangkat persoalan yang sedang di hadapi negeri ini, di bidang kesehatan jutaan anak Indonesia mengalami stunting, sedangkan di pendiidkan jutaan anak Indonesia putus sekolah. Apa yang bisa media tawarkan sebagai solusi? Media malah sibuk memberitakan Amien Rais yang diminta mundur oleh para pendiri partai PAN. Pemberitaan-pemberitaan politik seperti ini sama sekali tidak memberi manfaat bagi rakyat kecil.
Oleh karena itu gerakan anti media mainstream di sosial media menjamur kuat dewasa ini. Itu merupakan bentuk protres keras terhadap media yang menjadi alat politik. Celakanya netizen kita sebagian besar bukan netizen yang cerdas, hoaks pun merajarela. Pada akhirnya politik dan media telah merusak kehidupan baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sampai di sini, apakah Anda sudah mulai waras?
www.salmanlagi.cm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H