Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengadakan seminar bertajuk "Upaya BPJS Kesehatan Melalui Riset Untuk Kesinambungan Finansial" pada tanggal 23 Agustus 2023. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas potensi dan konsekuensi dari implementasi cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dalam acara tersebut, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, menjelaskan pentingnya pengelolaan Dana Jaminan Sosial untuk menjaga kesinambungan Program JKN. Ia menekankan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013, dijelaskan bahwa sumber aset Dana Jaminan Kesehatan mencakup iuran Jaminan Kesehatan, hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan, aset program Jaminan Kesehatan yang menjadi hak peserta saat masa peralihan PT Askes ke BPJS Kesehatan, serta sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Dengan begitu BPJS Kesehatan memiliki rencana inovasi dalam pengelolaan aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Riset kajian tahun 2023 akan mencakup Kajian Pendanaan Program JKN Melalui Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan, sebagai inovasi penggunaan sumber pendanaan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lalu kami juga melakukan Kajian Regulasi dan Teknis Model Pengumpulan Iuran Peserta PBPU melalui skema pemungutan PPN sebagai upaya untuk meningkatkan pembayaran iuran peserta pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)," terang Mahlil.
Mahlil menjelaskan poin penting dalam seminar ini adalah Kajian Pendanaan Program JKN Melalui Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan. Minuman manis yang termasuk dalam MBDK mencakup berbagai jenis minuman yang mengandung gula bebas, dan konsumsinya perlu dikendalikan karena dapat berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.
"Tingkat penyakit degeneratif seperti diabetes dan obesitas dapat dipicu oleh konsumsi MBDK, dan telah meningkat di Indonesia. Hal tersebut yang mengakibatkan timbulnya beban biaya penyakit yang signifikan," tambah Mahlil.
Dirinya menambahkan bahwa rencana kebijakan cukai MBDK telah dimulai sejak tahun 2020, dan pemerintah telah mengusulkan penerapan cukai ini sebagai sumber pendanaan yang potensial. Meskipun belum ada rincian target penerimaan untuk tahun 2023, usulan sebelumnya menetapkan tarif cukai antara Rp1.500 hingga Rp2.500 per liter.
"Selain itu, pada kajian selanjutnya BPJS Kesehatan akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, untuk meningkatkan kepatuhan peserta Program JKN. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang membangun ekosistem digital yang kolaboratif dan integratif untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk core tax system, dengan harapan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang juga merupakan peserta JKN," ucap Mahlil.
Dengan seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang potensi penerapan kebijakan cukai MBDK, skema pemungutan dan penyetoran cukai MBDK di Indonesia, serta peruntukan dana cukai MBDK bagi bidang kesehatan, khususnya sebagai alternatif pendanaan Dana Jaminan Sosial Kesehatan.
"Kegiatan ini saya harap dapat memperkuat sinergi antar instansi yang hadir. Selain itu juga wujud BPJS Kesehatan dalam memberikan jaminan dan layanan kesehatan terbaik kepada masyarakat, seiring dengan upaya BPJS Kesehatan untuk mewujudkan Transformasi Mutu Layanan yang mudah, cepat, dan setara," tutur Mahlil.
Dalam kegiatan tersebut turut hadir Kepala Lembaga Demografi FEB UI, Abdillah Ahsan, Kepala Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai Kementerian Keuangan, Aris Sudarminto, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal, Sarno bersama Rustam Effendi, serta Anggota BPJS Watch, Timboel Siregar.