Indonesia menjadi negara ketiga terbesar penghasil pisang dengan produksi sebasar 7007125 ton berdasarkan data dari Food and Agriculture Organiztion of the United Nations (FAO) tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa pisang merupakan komoditas penting dalam bidang pangan dan ekonomi di Indonesia.
Tahukah kamu? Indonesia dianggap sebagai origin dan pusat keanekaragaman pisang (Simmonds, 1962). Setidaknya terdapat 325 kultivar Musa yang tercatat di Indonesia (Valmayor et al., 2002) yang tersebar luas di Sumatera, Lesser Sunda Island, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Penyebaran pisang yang dapat dimakan, di luar Asia diperkirakan oleh Simmonds (1962) terjadi karena dibawa oleh manusia dan terkait erat dengan awal migrasi populasi manusia. Â
Penyebaran awal kultivar pisang menghasilkan perkembangan sub-kelompok varietas yang berbeda di lokasi geografis yang berbeda. Diversifikasi sekunder dalam sub kelompok utama pisang yang dibudidayakan dianggap sebagai hasil mutasi somatik dibandingkan reproduksi seksual. Mutasi yang menghasilkan sifat unggul dalam hortikultura ataupun ekonomi akan lebih dipilih petani selama bertahun-tahun dan diperbanyak dengan perbanyakan vegetatif menghasilkan morfotipe.
Migrasi kearah timur menghasilkan pengembangan kelompok pisang AAB yang berbeda dibudidayakan di seluruh Kepulauan Pasifik, yang dikenal sebagai kelompok Maia Maoli/ Popoulu. Progenitor Maia Maoli dibawa kearah timur oleh proto-Polynesians dari daerah dekat Filipina lebih dari 400 tahun lalu (De Langhe, 1996). Beberapa orang mengatakan bahwa pisang yang ada di Amerika Selatan pada masa pra-Colombus merupakan hasil migrasi Polinesia ke Amerika, dan ini dijadikan bukti kontak awal Polinesia dengan Amerika (Lagdon, 1993).
Jenis pisang yang sangat berbeda dari cooking banana (Plantain AAB) ditemukan tumbuh di daerah tropis basah di Afrika barat dan Tengah. Plantains sangat jarang di Asia, kecuali India, dan asal usul di Afrika masih menjadi misteri. Diperkirakan pisang plantains telah dibudidayakan di Afrika lebih dari 3000 tahun. Kemungkinan orang proto-Polinesia yang sama membawa pisang timur ke kepulauan Pasifik dan juga membawanya ke barat ke Afrika.Â
Pisang dapat disimpan dan bertahan selama berberapa bulan, sehingga tidak akan menjadi masalah saat dibawa berlayar dalam jangka waktu panjang. Hipotesis tersebut sesuai dengan temuan bahwa Plantainsterdapat di Afrika lebih dari 3000 tahun lalu. Bukti penanaman awal Musa di Afrika Barat telah dilaporkan setelah penemuan Musa phytoliths bertanggal 840-350 SM (Mbida et al., 2000).
Peran awal pisang ditunjukkan oleh kehadiran pisang secara terus-menerus dalam mitos-mitos di seluruh Pasifik. Sejarah panjang antara manusia dan pisang menghasilkan penyisipan mendalam dalam latar belakang budaya dan ritual, seperti yang dibuktikan di Hawaii, lebih dari 30 istilah berbeda mencirikan berbagai tahap pematangan buah. Sejarah panjang dan penyebaran geografis pulau-pulau terpencil telah memberikan kondisi diversifikasi variasi yang luas.
Erosi keragaman pisang dimulai dengan diperkenalkannya varietas abad ke-19 dari varietas pisang lainnya, seperti Cavendish yang sangat populer, pengembangan tanaman komersial secara paralel, dan dalam persaingan dengan tanaman tradisional. Terkait dengan intensifikasi tersebut, rangkaian hama dan penyakit (jamur, nematoda, serangga, virus) telah menghancurkan banyak produksi pisang tradisional. Mengubah gaya hidup mengurangi permintaan akan tanaman tradisional, dan intensifikasi penggunaan lahan (hewan komersial dan produksi tanaman), telah mempercepat erosi dari diversitas (Kagy et al., 2016).
Daftar Pustaka
De Langhe E.A.L. 1996. Banana and Plantain: The earliest fruit crop? Focus Paper No. 1. Pp. 6-8 inNetworking Banana and Plantain. INIBAP Annual Report 1995. INIBAP, Montpellier, France.
Horry J.P., R. Ortiz, E. Arnaud, J.H. Crouch, R.S.B. Ferris, D.R. Jones, N. Mateo, C. Picq and D. Vuylsteke. 1997. Banana and Plantain. Pp. 67-81 inBiodiversity in Trust. Conservation and use of plant genetic resources in CGIAR centres (D. Fuccillo, L. Sears and P. Stapleton, eds). Cambridge University Press.
Kagy, V., Wong, M., Vandenbroucke, H., Jenny, C., Dubois, C., Ollivier, A., Perrier, X. (2016). Traditional Banana Diversity in Oceania: An Endangered Heritage. PLoS ONE, 11(3), e0151208. http://doi.org/10.1371/journal.pone.0151208
Langdon R. 1993. The banana as a key to early American and Polynesian history. Journal of Pacific History 28:13-35.
Mbida C., W. Van Neer, H. Doutrelepont and L. Urydaghs. 2000. Evidence for banana cultivation and animal husbandry during the first millenium BC in the forest of southern Cameroon. Journal of Acheological Sciences 27:151-162.
Price N. S. 1995. The origin and development of banana and plantain cultivars. Pp. 1-12 inBananas and Plantains (S. Gowen, ed.). Chapman and Hall, London, UK.
Shepherd K. and F.R. Ferreira. 1982. The Papua New Guinea Biological Foundation's Banana Collection at Laloki, Port Moresby, Papua New Guinea. IBPGR/SEAN Newsletter 8(4):28-34.
Simmonds N.W. 1962. Evolution of the Bananas. Longman, London, UK.170pp.
Perrier et al., Proceedings of the National Academy of Sciences Jul 2011, 108 (28) 11311-11318; DOI:10.1073/pnas.1102001108
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H