Saat ini istilah "korupsi" kemungkinan besar bukan istilah yang asing ditelinga masyarakat Indonesia. Pasalnya hampir setiap hari kita disuguhkan dengan berita-berita terkait penangkapan aparat pemerintahan yang melakukan tindakan tidak bermoral tersebut.Â
Menurut Lokadata.id, Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia selama kurun waktu 2004-2019 mengalami peningkatan hingga mencapai titik tertinggi pada tahun 2019. Ini mengindikasikan semakin turunnya moral integritas bangsa Indonesia yang sekarang ini didominasi oleh egoisme para pejabat untuk memperkaya diri sendiri.
Mengingat masih kurangnya sistem penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia diperlukan sebuah gagasan atau gerakan untuk mengantisipasi pengakaran jiwa korupsi sejak dini bagi masyarakat Indonesia, maka dari itu dibuatlah sistem Pendidikan Antikorupsi (PAK).Â
Pendidikan Antikorupsi sendiri diartikan sebagai sebuah perilaku yang dapat mengontrol dan meminimalkan korupsi dengan segala cara untuk menjembatani generasi yang akan datang dalam hal pengembangan sikap dan penolakan dengan tegas segala bentuk tindak pidana korupsi (Dindik.Jatim, 2020).
Namun, dalam penerapan PAK masih terdapat beberapa kelemahan yang menjadikan ini sebagai masalah dan perlu dibahas lebih lanjut lagi. Permasalahan-permasalahan tersebut misalnya desain PAK yang implisit (dimasukkan ke dalam materi pembelajaran lain) kerap kali tidak disadari oleh anak sehingga tidak semua materi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik dan menyeluruh.Â
Permasalahan selanjutnya adalah substansi pembelajaran yang terfokus pada jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi tanpa melihat pendidikan usia dini (PAUD dan TK) memberi kesan bahwa urgensi PAK sejak usia dini masih belum terlalu dibutuhkan.
Metode pembelajaran yang kurang aplikatif juga menjadi masalah yang harus segera teratasi, pihak pengajar harus memiliki metode yang unik namun terstruktur agar penerapan PAK dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pembelajaran dengan hanya menggunakan metode ceramah tidak akan bertahan lama di dalam ingatan peserta didik.Â
Dibutuhkan pembelajaran yang melibatkan peran serta peserta didik tetapi juga masih sesuai dengan lingkup dan ranahnya. Melihat masih kurangnya penerapan dan metode implementasi PAK khususnya bagi anak usia dini di instansi pendidikan membuat penulis mengajukan sebuah gagasan yang bernama Gerakan JIANNI yang berbasis kearifan lokal untuk memberikan alternatif solusi bagi permasalahan yang ada.
Salah satu media yang ditawarkan dari gerakan ini yaitu, media dongeng, media permainan anak (ular naga), dan wayang boneka. Dengan penerapan media berbasis kearifan lokal akan memberikan kesan menyenangkan dan sekaligus ajang untuk mengenalkan budaya daerah kepada peserta didik.Â
Selain itu, Gerakan JIANNI juga menekankan pada kerja sama tim yang diaktualisasikan dalam permainan tradisional yang diharapkan secara tidak langsung akan merangsang jiwa kepedulian anak terhadap sesama. Gerakan JIANNI dapat diaktualisasikan melalui beberapa media yang penulis tawarkan yaitu sebagai berikut:
Media dongeng
Dongeng adalah sebuah media yang mampu meningkatkan kemampuan dalam berpikir kreatif dan menciptakan sebuah fantasi atau imajinasi krusial sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir anak (Widyanti, et al., 2019). Terdapat berbagai hal yang dapat dilakukan oleh pendongeng agar cerita yang dituturkan mampu diterima dengan baik oleh penyimak, yang dapat dijadikan dasar perilaku oleh penyimak.Â
Maka dari itu, dongeng merupakan media komunikasi aktif yang memiliki pengaruh besar dalam proses penjembatanan rasa emosional antara pendongeng dan penyimak (Sophya, 2018).
Dengan besarnya pengaruh dongeng terhadap perkembangan kepribadian anak, maka penulis menawarkan media dongeng, sebagai salah satu penyampai nilai-nilai PAK. Pihak yang dapat menjadi pendongeng adalah guru maupun orang tua.Â
Guru dapat menceritakan dongeng yang relevan dengan nilai PAK dan dapat mengambil cerita dongeng lokal sebagai referensi dari metode tersebut seperti dongeng si kancil atau dapat pula membuat dongeng sendiri dengan memasukkan nilai-nilai PAK ke dalam dongeng tersebut.Â
Dengan begitu diharapkan anak dapat mengklasifikasikan mana tindakan sesuai dan tidak sesuai dengan nilai PAK. Orang tua juga diharapkan menjadi pendongeng ketika anak berada di rumah, dengan kedekatan emosional yang lebih tinggi diharapkan orang tua ikut berperan aktif dalam proses penanaman nilai-nilai PAK tersebut.
Media Permainan Ular Naga
Bermain menjadi salah satu kebutuhan dasar yang dimiliki setiap anak. Melalui sebuah permainan dapat memberikan penyegaran dan membantu anak dalam pengembangan kognitif yang didapatkan dari pemecahan masalah, kreativitas, dan penguasaan konsep baru. Dengan bermain, secara tidak langsung akan melatih anak dalam hal konsentrasi, ketekunan, kesabaran, dan keberanian untuk mengambil risiko.Â
Sebuah permainan yang menggembirakan akan mampu merangsang anak dalam mengeksplorasi sesuatu yang baru dan anak dapat menemukan pengetahuan yang baru dengan lebih mudah melalui media permainan. Melalui permainan anak akan memiliki kecenderungan untuk memahami suatu konsep secara menyenangkan, alami, dan tanpa paksaan (Hamid Muhammad, 2020).
Melihat keterkaitan antara anak dan dunia bermain maka penulis mengusulkan sebuah metode implementasi PAK yang menggunakan media permainan. Salah satu permainan yang dapat dijadikan saluran implementasi PAK yaitu ular naga. Ular naga merupakan sebuah permainan tradisional yang kerap dilakukan oleh sekelompok anak.Â
Metode permainan ini adalah tiap anak berbaris memanjang, dari depan ke belakang, tiap pemain memegang pundak pemain yang terdapat di depannya.Â
Setelah itu terdapat dua orang yang berfungsi selaku gerbang. Sembari menyanyikan lagu, mereka mengitari gerbang, pada saat-saat tertentu ketika lagu sudah selesai dimainkan anak yang berjalan akan ditangkap oleh gerbang. Hingga di akhir permainan, anak yang tertangkap akan diberikan dua opsi.
Saat memilih dua opsi tersebut guru dapat memberikan dua opsi pilihan yaitu satu pilihan tindakan yang sesuai dengan nilai PAK dan satu lagi tindakan yang berlawanan dengan nilai PAK. Apabila anak memilih opsi yang sesuai dengan nilai PAK ini mengindikasikan anak tersebut sudah memahami dan dapat memilah suatu perbuatan itu termasuk perbuatan baik atau buruk begitu pula sebaliknya.Â
Sedangkan anak yang memilih opsi yang salah maka masih perlu penanaman nilai-nilai PAK secara berkelanjutan.
Wayang Boneka
Boneka merupakan media peraga berupa tiruan yang penggunaannya tidak hanya dalam lingkup permainan tetapi dapat pula diaplikasikan ke dalam media pembelajaran. Tentu saja dalam pemilihan boneka yang digunakan dalam media pembelajaran menyesuaikan dengan usia anak (Mulyani, 2013). Terdapat beberapa boneka yang dapat dipergunakan untuk media pembelajaran, salah satunya wayang boneka.Â
Wayang sendiri berasal dari istilah wayangan yang memiliki arti gagasan yang menggambarkan wujud suatu tokoh. Wayang boneka memiliki kelebihan salah satunya adalah media yang ekspresif yang mencerminkan watak atau karakteristik suatu tokoh (Widyanti, et al., 2019).
Media ini memiliki kelebihan berupa media yang digunakan memvisualisasikan objek secara nyata sehingga anak dapat melihat alur cerita yang disampaikan oleh guru dengan lebih detail dan kompleks. Selain itu, anak juga akan lebih tertarik untuk memperhatikan cerita yang disampaikan dengan menggunakan media ini.Â
Diharapkan pula pendidik juga dapat melibatkan peran anak sebagai karakter dalam cerita tersebut agar nilai yang disampaikan lebih dipahami.
Referensi:Â
Dindik.Jatim, 2020. Pendidikan AntiKorupsi Sejak Dini. [Online] Available at: https://dindik.jatimprov.go.id/pak//blog/3/pendidikan-anti-korupsi-sejak-dini. Diakses pada tanggal 27 Desember 2021.
Hamid Muhammad, P., 2020. Pentingnya Bermain Bagi Anak Usia Dini. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Lokadata.id, 2021. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, 2004-2020. [Online] Available at: https://lokadata.id/data/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2004-2020-1611921280.Diakses pada tanggal 27 Desember 2021.
Rizqiyah, L., 2018. Teknik Tes Dan Nontes Sebagai Alat Evalusasi Hasil Belajar. [Online] Available at: .Diakses pada tanggal 28 Desember 2021].
Sophya, I. V., 2018. Membangun Kepribadian Anak Dengan Dongeng. Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 2(1), pp. 183-199.
Widyanti, W. A., Wijayanti, R. & Anggraini, H., 2019. Pengembangan Media Boneka Wayang FamilyUntuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Anak Kelompok B Di Tk Muslimat Nu 9 Miftakhul Ulum Turen. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran Bagi Guru dan Dosen Dosen Vol. 3 Tahun 2019|. Malang: Universitas Negeri Malang, pp. 1003-1004.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H