Paradigma dalam Ave Maryam
Menurut Harmon dalam Muslim (2018), paradigma diartikan sebagai sebuah cara dasar untuk melakukan adanya persepsi, berpikir, dan menilai sesuatu yang berhubungan dengan realitas.
Dalam film Ave Maryam ini, penggunaan paradigma fenomenologi sangat ditekankan dalam film. Paradigma ini memandang manusia sebagai sebuah fenomena. Paradigma ini memiliki objek spesifik yaitu pengalaman dari seseorang. Dalam kasus kita, pengalaman Maryam lah yang menjadi objek pembahasan.
Menurut Smith dalam Hajaroh (2010), ada 2 maksud dari pengalaman yang disebutkan di atas, yaitu
- Setiap pengalaman merupakan sebuah ekspresi dari kesadaran individu itu sendiri. Ia memahami secara sadar akan sesuatu. Contohnya seperti Maryam meninggalkan biara pada malam hari untuk pergi bersama dengan Pastur Yosef.
- Setiap kesadaran juga selalu merupakan sebuah kesadaran atas sesuatu yang lain. Contohnya seperti Maryam yang menyadari bahwa dari setiap pengalaman dirinya dengan Pastur Yosef, ia juga menyadari bahwa ia melakukan itu dikarenakan ia juga jatuh hati dengan Pastur Yosef.
Distribusi film yang rumit
Dari 3 proses yang terjadi, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi, sebuah film, untuk film Ave Maryam ini, kita akan membahas lebih spesifik pada proses dari distribusi film ini ke dalam masyarakat.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, film ini memiliki tema yang bisa dibilang sensitif untuk masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi salah satu penyebab rumitnya proses distribusi film ini ke dalam masyarakat.
Salah satu tugas seorang distributor film adalah untuk mengatur dan membayarkan sertifikasi untuk film itu sesuai dengan persyaratan yang telah dikeluarkan oleh Lembaga Sensor Film, sebelum dirilis ke dalam masyarakat.