Mohon tunggu...
Ines Putri
Ines Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Globalisasi: Obat atau Racun bagi Bangsa?

16 September 2016   20:33 Diperbarui: 16 September 2016   21:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini kita hidup di zaman yang serba mudah dan canggih dimana informasi dari seluruh penjuru dunia dapat diakses siapapun,dimanapun,kapanpun dan seluruh negara di dunia tidak bisa lepas dari keterkaitan satu sama lain dalam segala bidang. Ya, itu semua karena adanya pengaruh globalisasi yang merupakan suatu proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Seiring berjalannya waktu, era globalisasi semakin berkembang.  Batas batas antar negara semakin lama semakin memudar dengan adanya kemudahan berinteraksi baik dalam perdagangan,budaya,ekonomi,maupun teknologi.  

Sebenarnya globalisasi seperti obat, jika kita dapat menggunakan dengan benar dalam arti menyikapinya dengan benar maka akan memberikan manfaat pada kita, tetapi jika kita tidak pandai dalam menyikapi atau menghadapi arus globalisasi maka kita akan mendapat dampak negatifnya layaknya obat yang salah dalam penggunaanya bisa menjadi racun bagi penggunanya. Dengan adanya globalisasi kita dapat merasakan berbagai kemudahan dalam bidang komunikasi, transportasi, teknologi, dan sebagainya. Tentunya ini menjadi keuntungan yang kita harapkan akan semakin berkembang kedepannya. Namun, globalisasi juga memiliki efek samping atau dampak negatif di berbagai bidang yang perlu kita soroti. Khususnya dampak negatifnya terhadap perkembangan moral bangsa Indonesia.

Seperti yang kita lihat beberapa waktu belakangan ini, karena kemudahan dalam mengakses hiburan dari mancanegara, tayangan dari berbagai negara seperti drama korea, turki,india, dan film film barat menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Dengan adanya fenomena tersebut, masuknya  budaya asing tidak bisa dicegah yang kemudian perlahan lahan dapat menggeser kebudayaan Indonesia. Padahal sebagian besar penonton adalah anak-anak dan remaja. Di usia yang masih dibawah umur mereka sudah disodori budaya asing yang berpotensi mengikis rasa nasionalime mereka. Sebagian dari mereka juga belum bisa memfilter budaya asing yang masuk, padahal tidak semua budaya yang dipertontonkan patut untuk ditiru dan tidak bertentangan dengan budaya Indonesia.

Budaya-budaya tersebut dapat mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup kita. Contohnya sekarang gaya berpakaian anak muda seusia kami dari ujung kepala sampai ujung kaki berlomba-lomba meniru budaya barat, pakaian yang sangat terbuka dan menggunakan produk keluaran luar negeri dari atas sampai bawah. Mereka merasa lebih bangga menggunakan produk luar negeri dibandingkan dengan produk dalam negeri. Bagaimana industri di Indonesia bisa maju jika masyarakatnya saja tidak bisa mengapresiasi produk negaranya sendiri? Kesadaran itulah yang harus ditanamkan pada tiap-tiap individu. Tidak hanya gaya berpakaian, pergaulan mereka pun cukup bebas. Cara mereka menjalani hubungan dengan lawan jenis juga mengadaptasi budaya barat dimana kemesraan diumbar di berbagai tempat dan diunggah di media sosial.  Mereka menyebutnya Relationship Goals.  

Selain itu, saat ini timbul budaya baru di kalangan masyarakat dimana gadget sudah menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari hari. Sudah tidak ada lagi quality time saat berkumpul atau bermain dengan teman atau keluarga.  Mereka cenderung sibuk dengan gadget masing-masing. Hal ini tentu dapat mengikis rasa gotong royong, solidaritas, dan kepekaan terhadap lingkungan.

Dari yang sudah disebutkan diatas, globalisasi membawa keuntungan tetapi juga ancaman bagi masa depan generasi bangsa. Mulai dari gaya hidup kebarat-baratan dan tidak mencerminkan kepribadian bangsa, sikap acuh, hingga terkikisnya jiwa nasiolisme yang berpotensi merusak moral bangsa Indonesia, karena masa depan suatu bangsa dan negara bergantung pada generasi penerusnya. Maka dari itu, kita harus membentengi diri dari arus globalisasi dengan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kebanggaan terhadap budaya Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun