Mungkin sebagian besar guru Indonesia sudah mengetahui manfaat belajar dengan
cara mengunjungi berbagai tempat yang berhubungan dengan topik pembelajaran di
kelas (field trip). Banyak sekolah yang bahkan sudah memiliki kebijakan khusus
untuk melaksanakan kegiatan field trip secara berkala.
Tentunya kita sebagai guru sudah merasakan sendiri manfaat field trip bagi
pembelajaran anak-anak murid kita. Tetapi sering kali dalam pelaksanaannya kita
dihadapkan pada 3 kendala utama yaitu: keterbatasan biaya, keterbatasan
tempat/jarak, dan keterbatasan waktu.
Sebagai contoh, di sekolah tempat saya mengajar, karena mahalnya biaya field
trip (+/- Rp 2.000.000 fieldtrip 1/2 hari dalam kota dan Rp. 10.000.000 field
trip 2 hari satu malam di luar kota) maka jumlah field trip dalam 1 tahun
dibatasi. Kemudian, karena biayanya terbatas otomatis pilihan tempat yang bisa
dikunjungi anak-anak juga terbatas dalam jumlah, jenis dan aksesibilitas.
Hambatan yang terakhir adalah waktu. Dalam field trip, jarang sekali anak-anak
bisa belajar dengan seksama. Anak-anak yang memiliki ketertarikan lebih di
tempat yang mereka kunjungi tidak bisa meluangkan waktu yang cukup untuk
memenuhi ketertarikannya karena field trip biasanya terbatas waktunya.
Karena banyaknya kendala klasik dalam hal field trip ini maka banyak institusi
besar di dunia yang kemudian melirik teknologi dunia virtual untuk bisa
menyediakan field trip virtual yang bisa mengatasi kendala-kendala di atas.
Berbagai tempat di dunia dibuat replikanya di dalam dunia virtual 3 dimensi
sehingga dari pengalaman virtual ini pengguna bisa mendapatkan kesan serta
pengetahuan yang sebanding dengan field trip non virtual.
Virtual field trip adalah sebuah terobosan yang membuat field trip semakin
terakses oleh siapa saja tanpa harus terhalangi dari segi biaya, jarak, maupun
waktu. Berkunjung ke istana Versailles di Perancis bukan hanya monopoli murid
kaya di sekolah mahal. Belajar tentang habitat Outback Australia tidak hanya
bisa dilakukan oleh anak-anak Australia. Mengunjungi tempat-tempat yang tertutup
aksesnya di dunia fisik, seperti pembangkit listri tenaga nuklir, bukan lagi
kendala. Dan kapanpun anak-anak mau mengakses tempat2 belajar ini, tidak ada
biaya yang harus mereka tanggung kecuali biaya akses internet.
Berikut salah satu kegiatan virtual field trip yang saya lakukan bersama
murid-murid saya. Kita berkunjung ke 2 tempat, Areva Nuclear Plant (pressurized
water nuclear plant) yang dibangun oleh University of Denver - AS, dan Fukushima
Dai-Ichi nuclear plant (boiling water nuclear plant) yang dibangun oleh
Exloratorium Museum San Francisco - AS. Biaya kegiatan berikut TIDAK ADA selain
biaya akses internet.
http://www.youtube.com/watch?v=d3Y058nlzUQ&context=C4e14083ADvjVQa1PpcFP-j3Lb6J6
0j_SPoeA1XKZBBA84GU6n0Rw=
Teknologi virtual di atas bisa meningkatkan kualitas pendidikan serta menekan
biayanya. Pendidikan berkualitas tidak harus mahal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H