Mohon tunggu...
Indro Bagus Satrio Utomo
Indro Bagus Satrio Utomo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Judgement Day

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indro Bagus adalah Pemilik Akun @ratu_adil? Inilah Bukti Fitnah Ulin Yusron

11 Desember 2013   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:04 1949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca ulasan Ulin Yusron soal saya, Indro Bagus Satrio Utomo, hanya ada senyum kecil saja, sebentar saja, tak perlu berlama-lama, lalu terbahak-bahak. Kenapa? Karena jurnalis yang konon kawakan dan berpengalaman juga senior ini, rupanya hanya ‘membongkar’ bahwa saya adalah pemilik akun @ratu_adil berdasarkan data foto editan alias palsu. Bagaimana tidak, akun Twitter saya @indrobagus baru dibuat pada Juni 2011, namun sang jurnalis senior ini menampilkan foto bahwa akun @indrobagus melakukan pembicaraan pada 16 Februari 2011 dan 26 Mei 2011. Tak perlu berdebat, mari saya tunjukkan bagaimana fitnah Ulin Yusron bisa patah seketika. [caption id="attachment_307806" align="aligncenter" width="538" caption="sumber : TL @ulinyusron"][/caption] [caption id="attachment_307807" align="aligncenter" width="542" caption="sumber : TL @ulinyusron"]

138673021256883584
138673021256883584
[/caption] Dua foto di atas adalah yang menjadi landasan Ulin Yusron mengatakan bahwa saya adalah pemilik akun @ratu_adil. Perhatikan tanggalnya ya, foto pertama adalah pembicaraan pada 16 Februari 2011, sedangkan foto kedua adalah pembicaraan pada 26 Mei 2011. Berikut ini adalah fakta kapan akun saya @indrobagus dibuat : [caption id="attachment_307808" align="aligncenter" width="611" caption="sumber : www.howlonghavei.com"]
13867302611725989223
13867302611725989223
[/caption] Tertulis dengan jelas disitu bahwa akun @indrobagus bergabung dengan Twitter pada Juni 2011. Berikut ini adalah fakta kapan akun @ratu_adil dibuat : [caption id="attachment_307809" align="aligncenter" width="485" caption="sumber : TL @ratu_adil"]
13867303851712669607
13867303851712669607
[/caption] Foto di atas telah ditwitkan oleh akun @ratu_adil setelah saya meminta pemilik akun tersebut via mention untuk menggunakan aplikasi ‘How Long Have I Been on Twitter?’ yang juga saya gunakan. Tertulis dengan jelas bahwa akun @ratu_adil dibuat pada Oktober 2009. Pertanyaan saya kepada Ulin Yusron sang detektif sederhana sekali, bagaimana mungkin akun @indrobagus yang baru dibuat pada Juni 2011 bisa melakukan pembicaraan pada 16 Februari 2011 dan 26 Mei 2011? Fakta ini saya rasa sudah cukup untuk mematahkan seluruh bangunan logika Ulin Yusron si jurnalis kawakan lagi senior nan investigatif ini. Sayangnya, ketika hendak membuat fitnah ini, Ulin Yusron lupa melakukan cek, kapan akun @indrobagus dibuat. Kalau memang detektif handal dan jurnalis kawakan, seharusnya hal mendasar seperti ini wajib dilakukan. Lain halnya kalau memang sejak awal sudah berencana melakukan pembingkaian bahwa Indro Bagus Satrio Utomo harus dengan cara apa pun menjadi pemilik akun @ratu_adil. Dengan nama lain, investigasi deduktif yang menentukan terlebih dahulu hasil akhirnya harus sedemikian rupa, lalu fakta-fakta pendukungnya dibentuk kemudian. Saya sendiri heran, bagaimana Ulin Yusron bisa menayangkan 2 foto berisi pembicaraan antara @indrobagus dengan @ratu_adil pada 16 Februari 2011 dan 26 Mei 2011. Apakah Ulin Yusron sengaja memalsukan foto tersebut demi mencapai kesimpulan bahwa saya adalah pemilik akun @ratu_adil? Ataukah Ulin Yusron dibayar oleh seseorang atau kelompok untuk mempublikasi foto-foto palsu tersebut tanpa melakukan kroscek terlebih dahulu terhadap data yang diterimanya? Kalau mengaku jurnalis senior dan kawakan, kok bisa luput pada hal mendasar seperti ini? Dan kalau pun Ulin Yusron menganggap ‘penemuan’ @indrobagus = @ratu_adil adalah sebuah hasil investigasi jurnalistik, kok sebelum mempublikasi nama saya, tidak ada konfirmasi ke saya? Kok metode jurnalismenya Ulin Yusron mirip seperti metode yang dipakai Tempo ketika menulis isu ‘Wartawan Peras Krakatau Steel’ ya, sama sekali tidak ada konfirmasi, baik ke wartawan bursa maupun konfirmasi ke saya sebagai sosok yang namanya disebut dalam kasus tersebut. Belum lagi kesalahan data Ulin Yusron yang mengatakan bahwa saya mengundurkan diri pada Desember 2010, padahal sesungguhnya saya mengundurkan diri dari detikcom pada 18 November 2010 dan efektif tidak bekerja mulai 19 November 2010. [caption id="attachment_307810" align="aligncenter" width="520" caption="sumber : TL @ulinyusron"]
1386730473699379687
1386730473699379687
[/caption] Kalau saja Ulin Yusron mau sedikit meluangkan waktu mengecek ke website detikfinance.com, seharusnya mudah saja mengetahui kapan terakhir kali saya meng-upload berita. Berikut saya tampilkan bukti-buktinya: Ini berita detik Kamis, 18 November 2010, masih saya sebagai editor berita-berita pasar modal yang menulis. [caption id="attachment_307811" align="aligncenter" width="398" caption="sumber : www.detikfinance.com"]
1386730525152455719
1386730525152455719
[/caption] Ini berita detik Jumat, 19 November 2010, saya sudah tidak lagi menulis di detikfinance. [caption id="attachment_307812" align="aligncenter" width="660" caption="sumber : www.detikfinance.com"]
1386730769260369014
1386730769260369014
[/caption] Masih belum yakin? Ini berita detik Senin, 22 November 2010, saudara Angga Aliya memang untuk seterusnya menjadi editor berita-berita pasar modal, menggantikan saya yang sudah resign. [caption id="attachment_307813" align="aligncenter" width="663" caption="sumber : www.detikfinance.com"]
1386730825209702097
1386730825209702097
[/caption] Selebihnya bisa cek sendiri ya ke indeks berita di detikfinance.com. Si jurnalis senior lagi kawakan nan jago investigasi ini, rupanya luput melakukan pengecekan data sederhana seperti ini. Loh kok bisa luput? Apakah betul Ulin Yusron melakukan ‘investigasi’ mendalam terhadap saya sebelum bersikap ‘heroik’ dengan ‘penemuannya’ itu? Ataukah memang pembingkaian sudah ditentukan di awal, sehingga Ulin Yusron merasa tidak perlu melakukan pengecekan lebih jauh? Oh iya, saya yang lupa. Itulah yang disebut jurnalisme investigasi oleh Ulin Yusron dan Tempo. Data valid tak penting, pembingkaian lebih penting toh? Ah.. mungkin jurnalisme memang sudah berubah, pikir saya. Kalau media sekelas Tempo dan wartawan sekelas Ulin Yusron saja lupa atau sengaja tidak melakukan konfirmasi ketika hendak mempublikasi nama orang, masak mereka mau mengkritik Jilbab Hitam yang banyak menyebut nama orang tanpa konfirmasi sih? Ingin ketawa rasanya, tapi tidak lucu. Karena ini masalah serius. Jurnalisme ala Tempo dan Ulin Yusron, juga ala Jilbab Hitam, sejatinya bukanlah jurnalisme. Ah.. saya tahu apa soal jurnalisme. Saya masih junior di kalangan jurnalis. Saya masih bodoh mungkin karena mengharapkan sebuah dunia jurnalisme yang ideal seperti almarhum Rosihan Anwar pernah memberi pesan kepada saya. Cucu kandung almarhum Rosihan Anwar adalah sahabat dekat saya, keluarganya sudah seperti keluarga saya sendiri, tempat saya menumpang ketika masa sulit di masa lampau. Mungkin di antara para wartawan ada yang bilang, “Hei Indro Bagus, jangan sok mengkritik jurnalisme. Memangnya kamu siapa?” Dengan rendah hati saya jawab, “Saya tidak mengkritik jurnalisme. Saya hanya mencontoh sekaligus mencemooh Tempo dan Ulin Yusron dalam mempraktikkan jurnalisme. Yaitu, ketika mereka mau menyerang orang, tidak perlu melakukan konfirmasi terlebih dahulu. Kadang-kadang juga mereka menutup sebagian data dan fakta demi memuluskan tujuan penulisan yang menggunakan metode deduktif. Senior-senior jurnalis semuanya begitu kok, kenapa saya jadi salah?” Ya, faktanya memang begitu. Para jurnalis serupa Tempo, Ulin Yusron dan lainnya kerap mempraktikkan jurnalisme deduktif. Arah dan target pemberitaan ditentukan di awal, sementara fakta dan data dipilah-pilah agar sesuai dengan goal tulisan. Kasus Krakatau Steel merupakan bukti nyata buat saya. Tak pernah sekalipun jurnalis Tempo menghubungi saya maupun jurnalis bursa lainnya ketika menulis pemberitaan soal kasus Krakatau Steel. Dan apa yang terjadi ketika bahkan Dewan Pers sudah memutuskan tidak ada pemerasan dalam kasus Krakatau Steel di tahun 2010? Ulin Yusron, seperti layaknya Tempo, tetap melakukan pembingkaian di awal serial tweetnya yang menyerang saya bahwa saya adalah pemeras Krakatau Steel. [caption id="attachment_307814" align="aligncenter" width="520" caption="sumber : TL @ulinyusron"]
1386730944759181359
1386730944759181359
[/caption] [caption id="attachment_307815" align="aligncenter" width="523" caption="sumber : TL @ulinyusron"]
1386730974727765111
1386730974727765111
[/caption] Adakah laporan dari Krakatau Steel kalau saya dan jurnalis bursa melakukan pemerasan? Adakah pihak yang mengatakan demikian setelah kasus Dewan Pers memutuskan tak ada pemerasan di kasus Krakatau Steel selain Ulin Yusron? Padahal mudah saja bagi Ulin Yusron mencari rekam jejak berita-berita seputar putusan Dewan Pers di tahun 2010, tentunya dengan catatan jurnalis senior lagi kawakan nan investigatif ini benar-benar berniat memaparkan fakta. Contohnya : [caption id="attachment_307816" align="aligncenter" width="751" caption="sumber : www.detikfinance.com"]
13867310991369028930
13867310991369028930
[/caption] [caption id="attachment_307817" align="aligncenter" width="758" caption="sumber : www.tribunnews.com"]
1386731134970996127
1386731134970996127
[/caption] Oke kita anggap Ulin Yusron, ketika kasus Krakatau Steel ramai di 2010, tidak terlalu memperhatikan duduk persoalannya, sehingga dia bisa berkelit bahwa “Tweet saya itu begitu karena saya belum tahu duduk masalahnya”. Oleh karena saya tahu bahwa banyak yang bisa berkelit dengan cara di atas, maka saya menuliskan artikel di Kompasiana bertajuk “Saya Tidak Peras Krakatau Steel, Kata Siapa Wartawan Tidak Boleh Main Saham?” http://politik.kompasiana.com/2013/11/22/saya-tidak-peras-krakatau-steel-kata-siapa-wartawan-tidak-boleh-main-saham-610275.html Dengan sabar saya sampaikan kepada Ulin Yusron via mention, dengan tujuan, kalau-kalau sang ‘investigator ulung’ bernama Ulin Yusron ini mau meluncurkan Tweet lagi soal saya dan Krakatau Steel, selayaknya baca dulu artikel dari sudut pandang saya, dan kalau Ulin Yusron berniat memaparkan opini yang seimbang, tentu ia akan melakukan koreksi isi tweet kepada follower-followernya. Ya tentunya itu semua hanya bisa terjadi jika :
  1. Ulin Yusron melancarkan Tweet soal saya dan Krakatau Steel tanpa tendensi, sehingga mudah saja bagi dia memasukkan sudut pandang saya sebagai perwujudan dari keseimbangan opini dari 2 sisi alias cover both side.
  2. Ada niat dari Ulin Yusron untuk melancarkan informasi yang berimbang setelah meluncurkan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar terkait kasus Krakatau Steel.

Sayangnya, semua itu hanya fantasi saya saja. Apa jawab Ulin Yusron ketika saya sampaikan via mention mengenai artikel saya itu? [caption id="attachment_307818" align="aligncenter" width="521" caption="sumber : TL @ulinyusron"]

13867312662081687435
13867312662081687435
[/caption] Betapa piciknya Ulin Yusron dalam jawaban di atas. Kalau saja Ulin Yusron membaca artikel saya itu, setidaknya ia mengetahui bahwa apa yang saya sampaikan bukanlah pembenaran. Kalau memang sejak awal niatnya tidak tendensius, Ulin Yusron seharusnya bisa kroscek ke Agus Sudibyo dan Bekti Nugroho, dua anggota Dewan Pers yang telah melakukan pertemuan dengan saya terkait dengan kasus Krakatau Steel. Ah.. Ulin Yusron mungkin memang terlalu senior dan terlalu dewa di kalangan jurnalis, sehingga ia pun enggan membaca artikel saya yang masih junior ini, juga enggan mengkonfirmasi ke saya sebelum menulis soal saya, apalagi menanyakan lebih lanjut kepada Agus Sudibyo maupun Bekti Nugroho soal duduk masalah kasus Krakatau Steel. Saya juga bisa apa? Saya ini kan hanya mantan wartawan junior. Dari sini saya bisa simpulkan bahwa Ulin Yusron :
  1. Tendensius dan menerapkan investigasi deduktif demi mempublikasi kesimpulan bahwa saya peras Krakatau Steel.
  2. Saking tendensiusnya, sampai-sampai repot-repot membuat foto palsu pembicaraan @indrobagus dengan @ratu_adil. Padahal jika saja beliau tidak malas mengecek, akun @indrobagus dibuat pada Juni 2011, sehingga tidak mungkin bisa nge-tweet pada 16 Februari 2011 dan 26 Mei 2011.

Rekan dan teman saya, juga akun @ratu_adil melalui perbincangan di timeline, menyarankan agar melaporkan Ulin Yusron ke pihak berwajib. Toh bukti-bukti fitnah dan pencemaran nama baik sudah ada, kata mereka. Ah.. bukti-bukti kan sudah ada. Tidak harus sekarang kan saya laporkan ke pihak berwajib? Apa-apa yang sudah pasti disimpan saja, peperangan masih panjang. Perang kata maupun fisik sejatinya saya siap, baik menghadapi Ulin Yusron maupun Tempo. Hanya saja, saya lebih pilih perang otak ketimbang perang fisik (termasuk maju ke ranah hukum). Disini adalah ujian bagi Ulin Yusron bagaimana ia dapat membela diri dari fakta yang saya paparkan. Karena kalau tidak, Ulin Yusron akan tampak sangat bodoh hari ini. Saya jamin :) Lagipula, ketimbang masuk area perang fisik, meskipun saya siap dan tak ada ketakutan sedikit pun, bukankah akan jauh lebih mengasyikkan jika berlangsung seperti ini terus? Anyway, begitu miripnya cara Tempo dan Ulin Yusron dalam melakukan pembingkaian isu dan opini. Jumawa dengan menerapkan investigasi deduktif. Mungkin memang itu keimanan mereka atas jurnalisme. Jika jurnalisme deduktif memang menjadi keimanan mereka, Ulin Yusron dan Tempo, maka pertanyaan saya adalah : “Adakah yang salah dengan meluncurnya isu-isu miring Jilbab Hitam?” Jawabannya hanya satu : “Jilbab Hitam menjadi salah karena menyerang Tempo,” Plok..plok..plok.. (suara tepuk tangan) Tirai ditutup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun