Mohon tunggu...
indriyas
indriyas Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

ibu rumah tangga, blogger, content writter, freelancer http://www.indriariadna.com http://meubelmart.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Fakta dan Gejala Hipertiroid, Si Gondok Beracun

16 Juli 2016   14:59 Diperbarui: 4 April 2017   17:33 8570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saat saya kelas 3 SD, saya seringkali main ke rumah tetangga saya bernama Mbah Rin. Beliau berjualan es campur, tahu isi dan jajanan snack lainnya. Tanpa di minta saya sering kali membantu meracik dan memotong-motong cao [cincau], mengiris tahu dan melayani pembeli yang kebanyakan anak-anak kecil sebaya saya.

Saya tidak tahu dan lupa alasannya saat itu  tetapi seingat saya sejak kecil saya sudah suka iseng dan 'bekerja' bukan di rumah sendiri tapi malah di rumah tetangga. Mbah Rin mempunyai benjolan besar bahkan menurut saya sangat besar seukuran genggaman tangan orang dewasa yang ada di lehernya. Saya tidak pernah bertanya kepada beliau, saru kata orang jawa bilang. Jadi setiap kali melihatnya saya menganggapnya biasa saja dan  bukan hal yang aneh setiap kali melihat benjolan besar di lehernya.

Januari 2016, seperti bulan-bulan seperti biasanya, saya menstruasi. Dan seperti biasanya pula, saat hari H tiba badan terasa pegal dan sakit semua. Yang tidak biasa adalah saya demam 2 hari dan sulit untuk menelan makanan karena terasa sangat sakit di tenggorokan. Saya berpikir, terkena radang nih.

Oleh suami saya di suruh periksa ke dokter tetapi saya bilang, paling setelah selesai menstruasi juga sembuh. Karena biasanya seperti itu, badan meriang setiap bulan pas lagi dapet. Setelah demam turun, di leher saya terlihat ada benjolan. Saya pikir itu karena radang dan demam kemarin. Ternyata selama beberapa hari benjolan tersebut tidak menghilang juga. Takutlah saya.

Sempat saya ukur lingkar leher saya saat itu, 13 cm dan benar-benar benjolan di leher saya terlihat menggelembung dan membuat leher saya yang biasanya ceking terlihat tambah jelek. Seperti Mbah Rin [pikir saya]. Di antar oleh suami, saya periksa ke faskes I menggunakan BPJS. Berat badan saya ternyata di bawah normal, muka pucat pasi seperti anemia, jantung berdebar kencang tidak karuan, kaki juga sering terasa pegal dan capek.

Dokter di faskes I sebenarnya sudah curiga saya terkena hipertiroid, tetapi untuk memastikan dugaan tersebut saya di haruskan tes darah. Setelah tes darah dan hasil lab keluar saya kembali lagi ke dokter di faskes I  untuk mengetahui hasilnya seperti apa karena pegawai lab tidak mau memberitahu saya.

Saat saya memberikan hasil lab tersebut ke dokter dia sangat terkejut sekali. Memang benar saya terkena hipertiroid dan yang mengejutkan adalah tingginya kadar hipertiroid saya yang berpuluh-puluh kali di atas ambang batas normal.

Dokter kemudian langsung merujuk saya ke RSUD Doris Sylvanus.

Keesokan harinya saat bertemu dokter di RSUD, beliau memeriksa hasil lab saya kemudian meminta saya membuka kacamata dan kemudian berkata "Benar, hipertiroid, mata kanan juga menonjol " setelah melihat mata kanan saya yang menonjol keluar seperti mata kodok. Apa maksudnya saya juga tidak terlalu tahu karena beliau malah asyik ngobrol dengan dokter muda asitennya.

Setelah itu saya di minta untuk rekam jantung, di periksa hasilnya kemudian baru di beri resep obat. Pasti hasil rekam jantung saya juga 'mengerikan' karena saat saya bertanya ke dokter dia bilang baik-baik saja. Dan saya percaya kalau dokter bilang baik-baik saja berarti keadaan saya 'parah'.

Saya bertanya apakah ada pantangan makanan atau minuman yang harus saya hindari? Tidak ada kata dokter. Kalau kopi? tanya saya lagi. Kalau kopi jangan minum dulu nanti kena di jantung tambah berdebar kata dokter. [lha katanya gak ada pantangan hehe]

Setelah sampai di rumah saya ngebut browsing mencari tahu tentang hipertiroid, baik konten lokal maupun konten asing. Karena saya benar-benar tidak tahu penyakit apa sebenarnya ini. Yang saya ingin tahu,  kok bisa ya saya terkena penyakit ini [rejection]. Reaksi seseorang saat terdiagnosa suatu penyakit pasti berusaha menolaknya.  

Kalau dari dokter tadi bilang, penyakit ini biasanya di turunkan dari ibu ke anak perempuannya alias bersifat genetis. Tetapi dalam kasus saya ini, ibu saya bukan penderita hipertiroid. Nah lohh

Hasil dari browsing, hasil dari merenung dan flash back apa-apa saja yang saya rasakan dan mengamati keadaan tubuh saya beberapa tahun yang lalu kemudian saya sadar. Ternyata sebelum terdiagnosis penyakit hipertiroid ini,  saya sudah mengalami beberapa gejala tetapi tidak terlalu saya perhatikan. Bukan karena saya tidak merasa sakit, tetapi lebih karena saya pikir gejala-gejala tersebut adalah penyakit "biasa"  yang dalam hitungan seminggu biasanya bisa sembuh sendiri.

Gejala dan sakit yang saya alami sebelumnya adalah:

-Saya sering migrain alias sakit kepala sebelah

-Gejala penyakit maag 

-Biduran atau urtikaria

-Moody, gampang marah dan ngamuk karena hal sepele

-Sering sekali capek dan pegal terutama di area kedua kaki

-Jantung sering berdebar tidak karuan

-Banyak makan tetapi tidak bisa gemuk, berat badan saya di bawah 45 kg.

-Mata sebelah kanan melotot seperti mata kodok

-Muka pucat dan 'kering' seperti dehidrasi, kuyu tidak segar

-Rambut cepat panjang tetapi mudah rontok, demikian juga dengan kuku tangan dan kaki

-Kulit tubuh kering dan tidak lembab

-Keringat banyak, walaupun di ruangan berAC saya tetap merasa 'hangat'

Menelaah kembali semua gejala yang saya alami, sudah tentu saya mengalami stress, sekuat apapun saya menolak dan menghindarinya, sistem tubuh saya tidak bisa berbohong. Pastilah stress menyebabkan imun dan kekebalan tubuh saya menurun sehingga timbul semua gejala tersebut di atas.

Saya banyak membaca artikel dan memang stress adalah penyebab utama dari banyak penyakit.

Hipertiroid, ada yang bilang penyakit ini gampang-gampang susah. Secara kedokteran memang ada obat untuk menghambat produksi hormon tiroid yang berlebihan. juga obat untuk mengurangi kecepatan ritme/detak jantung. Tetapi tidak ada obat yang benar-benar berfungsi untuk mengembalikan hipertiroid ke keadaaan normalnya.

Selain meminum obat dari dokter [sekarang saya sudah tidak konsumsi lagi],  di bulan-bulan pertama dan kedua [Januari dan Februari] saya melakukan detox. Berusaha mengeluarkan racun-racun dari tubuh saya. Satu hal yang saya tahu, pasti ada yang tidak beres dengan sistem pencernaan dan penyerapan saya.

Karena tiroid memproduksi sebagian besar hormon dan tidak bekerja sendiri. Sehingga apabila ada satu atau beberapa sistem tubuh yang terganggu, pastilah mengganggu sistem kerja tubuh yang lain.

Mungkin anda bertanya, kok tidak meminum obat dari dokter? Jangankan anda, suami saya pun juga rewel tentang obat dokter ini. Jangan di tiru ya karena ini sepenuhnya keputusan saya pribadi dan saya menanggung segala resiko untuk tidak meminum obat dokter yang saya terima.

Saya pernah membaca, segala obat yang masuk ke tubuh kita, tetap akan di anggap 'racun' oleh sistem tubuh. Saya hanya membayangkan kalau setiap hari tubuh saya menangkal racun, setiap hari selama rentang waktu yang belum bisa di tentukan. Tentu sistem imun tubuh saya akan 'K.O.'

Saya memilih untuk mengubah pola makan, walaupun belum 100% berhasil karena saya masih mengkonsumsi dan mencintai kopi hitam.

Obat apapun itu pasti mempunyai efek samping. Dan saya benar-benar 'gelap' tentang efek samping dari obat hipertiroid ini sehingga memutuskan untuk stop konsumsi obat.

Mengubah pola makan dan pola hidup kita memang tidak semudah yang Pak Tarno bilang, prok prok prok jadi apa... 

Susah, saya merasakannya sendiri, tetapi worth it untuk di coba demi kesehatan kita juga. Menambah porsi buah dan sayur, mengurangi konsumsi goreng-gorengan, tepung putih, minuman bersoda pasti mempunyai efek yang baik untuk tubuh kita.

Saat ini saya berharap penyakit ini segera bosan dengan tubuh saya karena saya ingin 'normal' kembali. Mempunyai anak adalah salah satu hal yang 'agak sulit' untuk penderita hipertiroid. Sedangkan saya ingin menambah anak lagi kalau Tuhan ijinkan. Penyakit ini benar-benar mempengaruhi hormon dan mempengaruhi sistem kerja hormon di tubuh penderitanya.

Sekarang saya sedang berusaha mengembangkan perasaan bahagia supaya imun tubuh bisa meningkat. Meminimalkan stress, tidak kemrungsung, jauhi iri hati dan dengki serta amarah. Dengan meningkatnya imun tubuh, penyakit, bakteri, virus dan parasit akan mudah di cegah tangkal oleh tubuh kita sehingga kita tidak mudah sakit.

Begini alurnya :

perasaan bahagia ---- saraf-saraf parasimpatetik mengambil alih -----stress berkurang--- meningkatnya keseimbangan usus ---- pesan melalui saraf parasimpatetik --- transmisi menuju hipotalamus --- perasaan bahagia semakin besar [sumber : the miracle of enzyme]

Hasil tes lab saya :

di salin dari dokumen pribadi
di salin dari dokumen pribadi
Semoga bermanfaat. Bagi penderita seperti saya, jangan patah semangat, selalu jaga positive thinking dan be happy ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun