Subang, Benarkah baru kali ini terjadi ada pejabat / menteri dicederai dengan tikaman? Sebagaimana pernyataan Jusuf Kalla "Tentu tidak disangka. Karena ini pertama kali ada orang yang mencederai pejabat dengan tikaman," ujar Kalla usai membesuk Wiranto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Insiden tersebut mengingatkan saya akan sejarah kelam anak bangsa yang terjadi disaat pemerintahan Presiden Soekarno selepas cengkeraman Belanda tidak lama kemudian dicoba sekelompok orang ingin mengganti idiologi negara Pancasila dengan idiologi agama.
Singkat cerita, bermula Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo beserta sekondanya pada tanggal 7 Agustus 1949 memproklamasikan Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal Darul Islam (DI) bertempat di Desa Cisampang, distrik Cisayong, Tasikmalaya. Bunyi proklamasinya "Kami umat Islam Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam....." didapuk sebagai Imam Negara Islam Indonesia, lengkap dengan pejabat dan aparat hingga kepelosok desa dan mulai mengganggu keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1949 terjadi kontak pertama antara TNI dan TII secara sporadis.
Hingga akhirnya atas perintah Uchjan Effendi komandan DI/TII Ciamis Selatan pada bulan Juli 1953 mulai melancarkan aksi serentak dan meningkatkan aksi untuk mengacaukan musuh dan melakukan tindakan apapun untuk melakukan kekacauan, ungkap Sejarawan Cornelis van Dijk dalam Darul Islam: Sebuah Pembrotakan.Â
Lebih lanjut, Cornelis van Dijk mengungkapkan "Angkatan Kepolisian Negara Islam, misalnya, ditugaskan untuk menghukum warga yang tidak sepakat dengan Darul Islam.Â
Uchjan juga memberikan perintah kepada masing-masing satuan Angkatan Kepolisian yang beroperasi pada tingkat kecamatan. Mereka ditugaskan untuk membunuh paling sedikit satu orang warga dan membakar paling sedikit lima bangunan yang didirikan pemerintah Republik dalam waktu dua minggu. Ancamannya, bila ada anggota yang gagal melakukan aksi ini akan dituntut secara hukum."Â
Semenjak itu timbul ganguan keamanan secara masif dan terstruktur diberbagi wilayah terjadi perusakan dan pembakaran fasilitas pemerintah juga rumah warga, pesantren, masjid hingga pembunuhan sesama anak bangsa bagi yang tidak mendukung / sepaham pun ormas Nadhatul Ulama NU menjadi lawan dan pengikutnya banyak yang terbunuh karena dianggap membela negara kafir, tentu negara tidak tinggal diam aparat dan aparat diterjunkan memadamkan dan mencegahnya melalui operasi pagar betis dan Baratayudha hingga tahun 1962.
Dalam perjalanan pemberontakan DI/TII pun berusaha melakukan percobaan pembunuhan pejabat tinggi setingkat Menteri, Wakil Perdana Menteri dan bahkan Kepala Negara Presiden Soekarno dengan berbagai jenis senjata seperti pistol, senjata laras panjang, granat, mortir bahkan memakai pesawat tempur menembaki Istana Negara dan tidak ada yang diciderai dengan tikaman jadi benar juga pernyataan Pak Jusuf Kalla.
Kejadian tersebut dialami Menteri Agama pada saat itu dijabat Idham Chalid yang menjabat juga Wakil Perdana Menteri merangkap Kepala Badan Keamanan dalam kabinet Ali Sastroamidjojo II yang fokus melakukan pemulihan keamanan dari DI/TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan.Â