Geliat tanam padi metode Hazton tidak hanya di wilayah pedesaan Kabupaten Banyumas dan Cilacap, kini merambah pula di wilayah pedesaan di Kabupaten Banjarnegara, dimulai musim tanam II tahun 2016 di sawah seluas 10 HA, yang menyebar di 4 Desa, yakni di Desa Argasoka seluas 4 HA, Semampir 1 HA, Karangtengah 1 HA, Wangon 1 HA dan di desa Semarang seluas 3 HA.
Data tersebut di atas didapat ketika saya ikut ‘mbonceng’ Pak Djoko Juniwarto yang sehari-harinya menjabat Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan KPw BI Purwokerto saat melakukan monitoring tanaman padi metode Hazton di wilayah Kabupaten Banjarnegara pada hari Kamis, 28/7/2016.
Kami meluncur dari Purwokerto pukul 8.45 WIB dan tiba pukul 10.15 WIB di lokasi Kantor Balai Penyuluhan Banjar Taru Martani Kecamatan Banjarnegara, dan disambut hangat oleh Bapak Fachrudin Sekda Banjarnegara, Rohadi koordinator PPL dan beserta jajaranya.
Sedang kendala-kendalanya, menurut Rohadi kendala hanya saat menanam padi yakni merubah kebiasaan petani saat tanam padi, pada saat ‘daut’ mencabut bibit padi dari persemaian lalu di kopyok supaya tanah di akar hilang, lantas di ‘jiwir’ tinggal 1 – 3 jiwir (bibit padi) sedang metode Hazton di ‘jiwir’ antara 20-25 bibit dan tidak boleh di kopyok. Dan diakui pula ada sebagian lahan sawah yang kurang tumbuh kembang dengan baik dikarenakan kurang pemberian pupuk kandang.
Setelah cukup bincang-bincang, sekitar pukul 11.30 kami beserta rombongan Sekda meluncur ke Desa Semampir dengan luasan sawah 1 HA, saya terkagum-kagum melihat hamparan padi menguning merata dan kami bertemu dengan Pak Totok Ka UPT. Pak Rohadi menunjukkan pada kami tanaman padi petani disebelahnya yang memakai sistem konvensional, pada saat tanam hampir bersamaan (umur padi sama) tapi metode Hazton lebih cepat menguning dan merata. sayang terlihat cukup banyak padi yang dimakan burung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H