Purwokerto,Meragukan…. Itu awal mula saya diberitahu rekan kompasianer Hari Widiyanto dan bahkan dia mengajak saya meliput kegiatan klik disini. Cara bercocok tanam padi metode Hazton yang diklaim dapat melipatgandakan produksi gabah kering panen (GKP) berton-ton, sejak musim tanam tahun 2015 hingga kini lagi digalakkan di sawah-sawah di wilayah Banyumas Raya (Purwokerto, Banjarnegara, Purbalingga dan Cilacap) dan melibatkan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Purwokerto dengan melakukan kerja sama dengan kelompok tani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) bahkan sudah mencetak puluhanb hektar sawah yang melaksanakan tanam padi menggunakan metode Hazton.
Berawal dari keraguan itu kemudian membawa saya bertemu dengan Pak Djoko Juniwarto di rumah kediamannya, Ia adalah Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan (UK3) KPw BI Purwokerto, Djoko bisa dikatakan tokoh dibalik tanam padi metode Hazton di wilayah Banyumas Raya, tentu atas dukungan pimpinannya, pemerintah daerah dan dinas terkait lainnya. Keterlibatan KWp BI Purwokerto pun menimbulkan tanya, apa urusannya BI dengan pengembangan tanam padi metode Hazton di wilayah Banyumas Raya?
Dalam obrolan santai, Djoko menuturkan upaya keterlibatan KPw BI Purwokerto memang disengaja. Sebagai upaya meningkatkan produksi padi sekaligus sebagai upaya mengentaskan kemiskinan petani gurem, buruh tani. Inilekat kaitannya dengan rendahnya produktivitas padi di lahan sawahpetani di wilayah Banyumas Raya. Padahal Banyumas termasuk salah satu daerah penghasil produksi beras. Beras punya arti sangat strategis karena berkonstribusi besar terhadap angka inflasi!.
Djoko kemudian memberi gambaran tentang inflasi yang dicatat BI.Ketahanan pangan akan dapat mengendalikan laju inflasi yang mencapai7,6% tingkat nasional. Pada tahun 2016 konstribusi bahan pangan beras terhadap inflasi menyumbang 3,6%. Karenanya KPw BI Purwokertoberkomitmen turut serta mendukung program ketahanan pangan yangsedang digalakkan oleh pemerintah Presiden Jokowi secara nasional.
Lebih lanjut Djoko menuturkan, KWp BI Purwokerto ingin menciptakan petani sebagai pelaku wira usaha tani, dengan cara mengajak mereka bergabung dalam kelompok tani dan tidak lagi menjadi buruh tani namun menjelma menjadi wira usaha tani mandiri dan berdampak pada kesejahteraan petani itu sendiri dan lebih jauh akan menurunkan angka inflasi.
Upaya tersebut ujarnya, dilakukan melalui pengenalan dan uji coba sertadenplot tanam padi metode Hazton yang bekerjasama dengan kelompoktani dengan melibatkan Pemda di wilayah Banyumas Raya dan dinasterkait lainnya. Hasil tanam padi metode Hazton sudah terbukti berhasil menaikkan produksi GKP berlipat ganda di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat.
Lantas Djoko bercerita secara singkat awal mula keterlibatan pengembangan metode Hazton, bermula dinas di KWp BI Pontianak, menjabat UK3 tahun2011 - 2014 sesuai bidang tugas dan kelincahannya dalam pergaulandengan berbagai kalangan masyarakat luas dan instansi pemerintah,Djoko bertemu dan bersahabat baik dengan penemu metode Hazton yakni perpaduan singkat dua nama “Haz” dari Ir. H. Hazairin, MS dan“Ton” dari Anton Komaruddin Sp.M.Si, pada tahun 2012 dandianalogikan pula HASilnya berTON-ton dan benar-benar telah menaikkan produksi GKP berton-ton di Kalimantan Barat.
Masih menurut ceritanya, sawah-sawah di Kalimantan Barat yang tadinya hanyamenghasilan GKP 4-5 Ton/Ha, dengan metode Hazton disulap menjadi GPK8-10 Ton/HA dan bahkan bisa mencapai 16,67 Ton/Ha tercatat di BalaiBenih Induk (BBI) Paniraman Kalimantan Barat.
Pun demikian ketika pak Djoko ditugaskan di KWp BI Purwokerto tahun 2014 sebagai Kepala Unit Komunikasi dan Koordinator Kebijakan (UK3) danTim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Djoko mulai memperkenalkan metode Hazton untuk membangun ketahanan pangan dan pengendali inflasi di wilayah kerjanya.
Pak Djoko bertutur, bermula dari kegiatan sosialiasi tentang perbankan dengan pamong desa, kelompok tani, warga desa dan lainnya. Disaat itulah Djoko sering mendengar keluhan produksi GKP di wilayah kerjanya yang rendah, untuk satu hektar sawah menghasilkan GKP palingantara 4-6 Ton/Ha. Lantas ia memberikan solusi dengan menanam padi metode Hazton yang jelas terbukti bisa menaikkan produksi GKPberton-ton seperti di wilayah Pontianak.
Gayungpun bersambut, pak Djoko memberikan salah satu contoh dari KelompokTani ‘Marga Jaya’ Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja tertarik, lalu mengajukan permohonan kerjasama tanam padi metode Hazton ke KPwBI Purwokerto sekaligus membina dan membiayai seluruh sarana produksi padi dan pertaniannya untuk musim tanam II tahun 2015. Kelompok taniini, tercatat yang pertama kali mengadopsi metode Hazton se wilayahBanyumas Raya.
Darihasil panenan yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 produksi GKP dapat menghasilkan 8 ton per Ha. Padahal tanaman padi yang ditanam di lahan sawah tadah hujan dan tanaman rusak terserang hama tikus yang cukup parah. Suatu pencapaian yang signifikan mengingat dengan metode konvensional GKP hanya 4 Ton/Ha dalam kondisi tidak terserangtikus, lihat tabel: 1 & 2 di bawah ini.
Kenyataandi lapangan ini semakin menarik saya untuk menelisik lebih lanjut keunggulan dan kelemahan metode Hazton. Djoko memberi saya bocoran tentang kelebihan dan kelemahan metode Hazton berdasarkan pengamatan, hasil riset, dan testimoni petani, sebagai berikut:
Kelebihanmetode Hazton:
• Produksipanen tinggi (hasil berlipat)
• Mudahdalam penanamannya
• Tanamancepat beradaptasi/tdk stres setelah tanam.
• Relatiftahan terhadap hama keong mas dan orong-orong.
• Sedikitbahkan tidak ada penyulaman
• Sedikitbahkan tidak ada penyiangan
• Umurpanen lebih cepat (+15 hari)
• Mutugabah tinggi (sedikit hampa)
• Rendemenberas kepala tinggi (prosentase beras pecah rendah)
Kelemahanmetode Hazton:
•Memerlukan tambahanbenih dari biasanya (keperluan benih metode hazton 100-120 kg/ha).
•Karena tanamanrimbun perlu dikawal dengan agencia hayati (imunisasi padi,penggunaan decomposer/sterilisasi lahan, dan bio fungisida).
•Perlu pupuk(organik/anorganik) tambahan dari dosis normal/anjuran
Lebihlanjut, Djoko pun memberi saya tabel: PerbandinganAnalisis Usaha Tani Per Hektar Konvensional Dan Teknologi TanamHazton, di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas.
Secararingkas dan sederhana, saya buat tabel 3. Perbandingan total biaya/HAdan pendapatan bersih GPK/HA dari dua metode tanam padi untuk satukali musim tanam di Desa Pegalongan:
Metode konvensional, biaya input: Rp. 11.470.000,00 + Biaya proses/tenaga kerja dll Rp. 8.095.000. Jadi total biaya : 19.565.000,00. Hasil panen 4 ton/GKP @Rp. 3.500,00/kg = Rp. 14.000.000,00. Pendapat bersih= Rp. -5.565.000,00 (Hasil - Total biaya)
Metode Hazton biaya input: Rp. 10.230.000,00 + Biaya proses/tenaga kerja dll Rp. 5.515.000. Jadi total biaya : 15.745.000,00. Hasil panen 4 ton/GKP @Rp. 3.500,00/kg = Rp. 28.000.000,00. Pendapat bersih= Rp. 12.255.000,00 (Hasil - Total biaya)
Dari perbandingan dua metode di tabel 3, akhirnya memupuskan keraguan sayakarena hasil produksi padi GKP menggunakan metode Hazton hasilnya lebih baik, dikarenakan mengurangi pula biaya produksi dan biayaproses/tenaga kerjanya.
Sepertidari biaya produksi, ternyata ada dua komponen biaya yang ditiadakan yakni pemakaian pupuk SP-36(TS) dan insektisidanya diganti dengan pemakaian probiotik. Sedang dibiaya proses/tenaga kerja, ada dua komponen biaya yakni biaya penyulaman dan penyiangan gulma (2X) ditiadakan!.
Namun Djoko menekankan, bahwa dibalik kelebihan tanam padi metode Hazton,cara bertaninya harus berpedoman pada Standard Operating Procedur (SOP) yang dikeluarkan oleh UK3. KPw. BI. Purwokerto, sebagai panduan untuk mencapai hasil yang maksimal dan berkualitas!. Akan di kupas tuntas dalam tulisan berikutnya. Senin 14/6/2016. (SS).
******
Selamat menunaikan Ibadah Puasa, bagi yang menjalankannya.
Salam,
KompasianerBanyumas Raya (KoBaR)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H