Papua ibarat mutiara yang tersembunyi
Apa hal pertama yang terlintas bila mendengar kata Papua? Hal pertama yang sering langsung terlintas adalah burung Cendrawasih, suku pedalaman, lagu Apuse, lagu Yamko Rambe Yamko, Koteka, wisata Raja Ampat ataupun Pegunungan Jayawijaya. Saat ini memang  pariwisata di Papua  masih kalah tenar dibandingkan Bali, Lombok, Jogjakarta, ataupun Malang mengingat lokasi Pulau Papua yang berada di ujung Indonesia dan masihterkendala  keterbatasan akses membuat wisatawan sulit untuk menjelajahi kawasan-kawasan di tanah Papua. Bukanlah hal berlebih bila daya pesona tanah Papua ibarat Mutiara yang tersembunyi karena banyaknya daya tarik pariwisata yang memiliki nilai jual internasional namun belum banyak orang mengetahuinya.
Inilah tantangan bagi Kementerian Pariwisata agar semakin gencar memberikan perhatian terhadap pengembangan pariwisata di kawasan Indonesia Timur khususnya Papua baik dari sisi promosi hingga penyediaan sarana dan prasana penunjang pariwisata. Ini mengingat Keunikan Papua tidak kalah menarik dibandingkan daerah-daerah tujuan wisata lainnya karena memiliki sisi tradisional dan kental akan tradisi dari masyarakat setempat. Mengenali potensi Keunikan Papua secara tidak langsung akan ikut menentukan Masa Depan Papua karena berkembangnya sektor pariwisata akan ikut mendorong ekonomi masyarakat, daerah hingga nasional.
Saya menilai setidaknya ada 2 (dua) nilai jual utama yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Papua yaitu Pesona Alam dan Kearifan Lokal. Pesona alam di Papua memang masih menyimpan magnet tersendiri bagi wisatawan karena kondisi alam yang masih terjaga, kekayaan flora dan fauna yang tinggi, hingga menjadi satu-satunya negara di Khatulistiwa yang memiliki pegunungan salju abadi. Sebut saja Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Raja Ampat, Danau Sentani, Danau Paniai hingga Pegunungan Jayawijaya menjadi bukti keeksotisan alam yang menjadi referensi bagi Wisatawasan Nusantara (Wisnus) dan Wisatawan Mancanegara (Wisman).
Tidak heran, pemerintah daerah hingga pusat seakan lebih mempromosikan nilai pesona alam untuk memikat hati wisatawan. Kita perlu sadar bahwa ada daya tarik lain yang justru harus mulai dilirik oleh pemerintah daerah hingga pemerintah pusat dalam memperkenalkan Papua sebagai destinasi wisata favourite di kawasan Indonesia Timur. Daya tarik tersebut adalah Kearifan Lokal Tanah Papua. Kearifan lokal di Papua memang telah terjaga selama beratus-ratus tahun karena terdiri dari banyak suku yang masih mempertahankan adat dan tradisi secara turun menurun sehingga melahirkan budaya dan peninggalan sejarah yang unik dan bernilai jual secara pariwisata,
Selama ini masyarakat internasional maupun Indonesia sendiri masih mengganggap bahwa mumi atau jenasah yang diawetkan hanya dapat ditemui di Mesir. Pemikiran tersebut memang tidak salah mengingat Mesir memang menyimpan puluhan mumi keturunan Firaun yang terawetkan dengan baik selama ribuan tahun. Namun inilah yang dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Pariwasata maupun instansi terkait untuk mempromosikan bahwa di Indonesia khususnya di Lembah Baliem, Papua, wisatawan pun dapat menemukan mumi yang berbeda. Mumi di Papua memiliki karakteristik yang unik karena berasal dari jenasah tokoh pemimpin adat, pemimpin perang atau tokoh dihormati yang diawetkan melalui proses pengasapan bukan mumifikasi atau pembalseman layaknya mumi yang ditemukan di Mesir.Â
Bila di Mesir, jenasah Firaun akan mengalami proses mumifikasi dimana organ tubuh bagian dalam seperti usus, hati, lambung hingga otak  akan dikeluarkan dan kemudian di dalam bagian tubuh jenasah akan diberikan balsam maupun natro yaitu sejenis cairan yang dipercaya dapat mengawetkan jenasah dalam waktu lama dan diakhiri dengan pemakaian kain linen untuk membungkus jenasah hingga  akhirnya menjadi mumi. Berbeda dengan di Mesir, Mumi di Lembah Baliem dimana jenasah yang akan dimumikan akan dilumuri dengan minyak babi serta diletakkan di langit rumah honai untuk dilakukan proses pengasapan. Proses pengasapan dipercayakan bisa mencapai waktu 200 hari sehingga tubuh mumi akan menjadi kering, kerasa dan berwarna hitam yang menandakan telah menjadi mumi sempurna.
Mumi Wim Motok Mabel merupakan mumi yang paling dikenal dari kawasan ini dikarenakan semasa hidupnya Mabel dikenal sebagai panglima perang yang pemberani, hebat, dan ahli strategi perang. Tidak heran Mabel dipercaya sebagai menjadi Wim Motok atau Panglima Perang dalam bahasa setempat. Hal unik lainnya adalah mumi di Lembah Baliem, Papua diawetkan dalam posisi duduk dengan mulut yang dianggap dapat memberikan keberkahan bagi generasi berikutnya serta wisatawan dapat melihat beberapa bekas luka di tubuh mumi karena selama hidup sering menghadapi peperangan antar suku di Papua.
Pernahkah kita membaca artikel bahwa Mumi di Mesir memiliki kutukan bagi siapa saja yang mendekat atau membuka peti mati Firaun?
Pemberitaan ini muncul karena terjadinya peristiwa tragis yang menimpa para arkeolog yang terlibat selama proses penemuan hingga penelitian mumi Tutankhemen, salah satu mumi Firaun Mesir Kuno  yang sempat memimpin Mesir pada periode 1347 SM hingga 1339 SM. Satu persatu arkeolog yang terlibat dalam penemuan mumi justru  meninggal secara tragis seperti kecelakaan, bunuh diri hingga terkena penyakit misterius. Peristiwa mengerikan ini dikenal istilah kutukan Tutankhemen. Tidak dipungkuri dampak dari pemberitaan kutukan Tutankhemen menjadi ketakutan tersendiri bagi wisatawan yang ingin berkunjung dan melihat langsung kondisi mumi Firaun tersebut.Â
Mumi di Papua justru menawarkan sisi yang berbeda. Wisatawan nusantara maupun mancanegara tidak perlu dibayang-bayangi ketakutan terkena kutukan bila ingin mendekat mendokumentasikan mumi di Wamena, Papua karena saat ini memang mumi yang ada telah menjadi bagian dari daya tarik wisatawa nbila berkunjung ke Distrik Kurulu dan Distrik Asolagaima meskipun tetap ada syarat yang harus dipenuhi oleh wisatawan bila ingin melihat langsung mumi tersebut seperti pemberlakuan tarif bila ingin mendokumentasi mumi atau masyarakat setempat. Tujuan selain menghindari dari aksi wisatawan yang dapat merusak hasil peninggalan budaya juga menjadi bentuk keberkahan bagi masyarakat setempat karena adanya pemasukan dari wisatawan. Ini mengingat mumi di Wamena, Papua telah menjadi ikon bagi pemerintah daerah setempat menjadikannya sebagai daya tarik wisata yang berusia ratusan tahun.
Rumah Igloo memang seringkali ditampilkan pada serial kartun anak-anak yang digambarkan sebagai rumah bagi suku Eskimo yang mendiami kutub dan terdapat penguin yang berada disekitarnya. Semasa kecil saya sempat terbayang ingin punya rumah yang berbentuk seperti Igloo atau ingin pergi ke Kutub Utara hanya untuk melihat seperti apa rumah Igloo. Ternya di Indonesia pun terdapat rumah adat yang memiliki kemiripan dengan Igloo. Rumah adat tersebut adalah Honai yang menjadi tempat tinggal bagi Suku Dani di Papua. Igloo dan Honai memiliki kesamaan dimana keduanya memiliki arsitektur bangunan berbentuk bundar, minimalis dan dihiasi dengan pintu kecil dibagian depan rumah. Kelebihan rumah Honai lebih menampilkan sisi alam dan tradisional karena memang terbuat dari kayu dan jerami sehingga memunculkan nuansa dekat dengan alam. Bentuk dan bahan bangunan Honai ini dirancang oleh masyarakat Suku Dani untuk berlindung dari suhu dingin saat malam hari serta dari serangan hewan liar yang berasal dari dalam hutan. Bagi wisatawan yang berkunjung kesini tentu dibuat takjub bahwa Suku Dani yang notabane-nya sebagai suku pedalaman memiliki pemahaman tentang arsitektur bangunan yang baik serta insting bertahan hidup yang luar biasa.
Bagaimana menjadikan Mumi di Lembah Baliem dan Honai sebagai Daya Tarik Wisata di Tanah Papua?
Promosi memang memiliki peran penting dalam memperkenalkan potensi wisata tersebut. Hal yang harus dipahami adalah pengenalan mumi di Lembah Baliem maupun rumah Honai harus menekankan pada kearifan lokal. Wisnus dan Wisman memiliki ketertarikan lebih kepada hal-hal baru dan unik yang susah ditemukan di daerah lain. Ada beberapa bentuk promosi yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah hingga pusat untuk menjadikan tanah Papua sebagai destinasi wisata pilihan bagi wisatawan.
Promosi iklan : Pemerintah perlu memasukkan mumi di Lembah Baliem dan Honai dalam promosi iklan wisata tahunan yang dipublikasikan melalui Kementerian Pariwisata. Tidak hanya dapat pula diperkenalkan melalui kalendar, brosur, website, banner, spanduk, hingga ditampilkan di beberapa transportasi milik pusat maupun daerah. Untuk memperkuat upaya ini, perlu pemberian informasi tentang potensi wisata Mumi dan Honai sebagai bagian Keunikan Papua melalui Tourist Information Center (TIC) yang sediakan oleh pemerintah Indonesia.
Promosi Penelitian : Upaya ini untuk menarik wisatawan yang memiliki latar belakang peneliti atau akademis untuk melihat kekayaan budaya di Papua. Proses pengawetan mumi di Papua yang berbeda dibandingkan yang terdapat di Mesir dapat menjadi daya tarik tersendiri. Ini dikarenakan proses pengawetan yang dilakukan di Lembah Baliem tergolong baik serta tidak membahayakan bagi wisatawan yang ingin melihat langsung. Ini cocok dipromosikan bagi wisatawan yang tertarik melakukan penelitian di kajian antropologi.
Promosi Pendidikan : Upaya ini dapat ditujukan bagi wisatawan yang ingin menambah khasanah pendidikan seperti mempelajari kehidupan sosial suku di Papua untuk kajian ilmu Antropologi maupon Sosiologi; mempelajari bentuk ketahanan dan arsitetuktur rumah Honai bagi kajian ilmu teknik sipil.
Saya memiliki harapan besar bahwa pariwisata di Indonesia Timur khususnya di Papua mulai dikenal dan dilirik oleh Wisnus maupun Wisman dalam daftar tujuan wisata mereka. Bila kita memiliki keinginan untuk pergi ke Mesir untuk melihat mumi  atau Kutub Utara untuk melihat Igloo, mengapa kita tidak mengawalinya di dalam negeri kita sendiri. Semoga Masa Depan Papua di bidang pariwisata semakin maju kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H