Disebut "sensitif" karena jika diucapkan tanpa memperhatikan konteksnya, komunikasi yang harmonis antara lawan bicara dengan lawan bicara tidak akan terjalin dengan baik. Lebih lanjut, tuturan timbal balik tidak dianggap sebagai bentuk interaksi komunikatif sehingga tindakan  yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Di Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia menguasai multibahasa. Mereka setidaknya berbicara bahasa daerah atau suku dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Multilingualisme terjadi ketika orang-orang yang berbicara bahasa  berbeda bersatu dalam satu unit politik yang sama.
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari penutur berbagai bahasa daerah sepakat menggunakan satu bahasa kesatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi antar suku, dan bahasa daerah digunakan sebagai komunikasi antar suku. Penggunaan variasi bahasa  juga tergantung pada konteks pembicaraan. Bahasa Indonesia terutama digunakan dalam situasi formal, sedangkan bahasa daerah digunakan dalam situasi informal untuk mengungkapkan kedekatan, rasa hormat, dan penghargaan terhadap lawan bicara yang berasal dari suku yang sama. Dalam penelitian ini multilingualisme mengacu pada kemampuan memahami tiga bahasa atau lebih  dalam berkomunikasi (Lestari, 2020).
Dalam berbagai situasi yang terjadi ketika menggunakan kata-kata dalam masyarakat, masalah mungkin timbul jika kata-kata tersebut tidak digunakan sesuai dengan konteksnya. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian bertajuk "Bahasa, Etnis, dan Potensi Konflik Etnis" yang dilakukan oleh Berlin Sibarani.
Penelitian ini  menganalisis permasalahan sosial yang berkaitan dengan bahasa, membahas berbagai pandangan filosofis tentang bahasa dalam konteks permasalahan sosial  bahasa, dan bagaimana pandangan tersebut dapat membantu kita memahami dan mengatasi permasalahan tersebut. Inovasi yang ingin dicapai penelitian ini adalah menghadirkan  solusi modern terhadap permasalahan sosial melalui pendekatan baru dalam memahami bahasa: peran filsafat bahasa dalam menciptakan keharmonisan sosial.
Persoalan sosial  bahasa merupakan topik penting dalam kajian filsafat bahasa karena bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga berperan penting dalam membentuk identitas, nilai, dan budaya suatu masyarakat. Permasalahan sosial dalam kerangka filsafat bahasa antara lain  sebagai berikut.
- Â Konflik Antar Suku
Potensi konflik antar suku adalah keadaan dimana setiap anggota suatu suku mempunyai sikap yang sangat berlebihan terhadap hubungan antar anggota atau satuan (disebut etnosentrisme). Di sisi lain, etnosentrisme semakin mempererat hubungan antar anggota. Hal ini karena etnosentrisme mendorong diskriminasi dan perilaku  lain yang menunjukkan pilih kasih yang tidak semestinya terhadap anggotanya dan menciptakan rasa keterasingan di antara anggota kelompok etnis lain. Dengan perbedaan etnis yang sangat jauh, potensi timbulnya konflik etnis sangat besar.Oleh karena itu, tindakan pihak-pihak etnis eksternal, seperti pemerintah, kelompok etnis lain, atau anggota kelompok etnis lain, mengakui perbedaan-perbedaan tersebut, menghargainya sebagai ciri-ciri keberadaan kelompok etnis tersebut, dan menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Tindakan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup bangsa adalah tindakan yang nyaman. Keputusan mengenai perilaku anggota kelompok  harus didasarkan pada tindakan yang menggunakan perbedaan etnis  sebagai landasannya (Sibarani, 2018). Bahasa adalah suatu benda yang dimaksudkan untuk mencerminkan pengalaman unik hidup manusia. Oleh karena itu, diperlukan "simpul tali" yang berupaya "mengilmiah" keunikan pengalaman manusia, dengan  menggunakan filsafat sebagai mesinnya dan linguistik sebagai roda penggerak penelitian bahasa (Ngroho, 2018).
Kajian bahasa dalam persoalan sosial dipengaruhi oleh dialek linguistik dan kemunculan bahasa itu sendiri sebagai tanda solidaritas antar komunitas linguistik yang memilikinya. Sebagai tanda solidaritas, dialek linguistik dan figur linguistik berfungsi sebagai alat yang menciptakan rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama. Apalagi jika anggota komunitas tersebut berada pada kelompok komunitas linguistik atau nasional yang lain. Inilah sebabnya terkadang terjadi fenomena aneh namun tak terbantahkan. Ketika orang-orang sedang bersama di negara asing, sering kali mereka tiba-tiba berteman dengan orang-orang yang tampaknya memiliki dialek atau bahasa yang sama. Di kantor-kantor  di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, para eksekutif sering kali sangat ramah terhadap orang-orang yang tampaknya berasal dari wilayah yang sama, sehingga Anda mungkin tidak perlu pergi terlalu jauh. Kemiripan tersebut hanya diduga oleh orang tersebut berdasarkan warna bahasa dan gaya bicaranya, yang menunjukkan bahwa ia berasal dari dialek bahasa yang sama dengan dirinya (Rahardi, 2006).
Dalam penerapannya, filsafat bahasa telah mempertimbangkan bahasa sebagai objek material, fungsinya sebagai alat komunikasi manusia, ekspresi emosi, perwujudan pemikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari, dan khususnya pencarian hakikat kehidupan.
Permasalahan bahasa yang timbul akibat konflik etnis melibatkan perbedaan pemahaman dan penafsiran terhadap bahasa yang digunakan oleh kelompok etnis yang berbeda.
Dalam hal ini filsafat interpretatif lebih tepat karena mempelajari teori-teori interpretatif dan bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makna bahasa yang digunakan oleh berbagai suku bangsa. Hermeneutika juga menekankan  pentingnya konteks dan situasi dalam pemahaman bahasa, yang dapat membantu  menyelesaikan konflik bahasa yang timbul akibat konflik etnis (Sumanto, 2017).