Mohon tunggu...
INDRI MUKTIASIH
INDRI MUKTIASIH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM 55522120016 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 15-Pajak Internasional-Trans Substansi Pikiran Piketty Terhadap Pajak Internasional dalam Capital In The Twenty-First Century

5 Juli 2024   22:14 Diperbarui: 5 Juli 2024   22:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thomas Piketty adalah seorang ekonom asal Prancis yang terkenal karena penelitiannya tentang ketidaksetaraan ekonomi dan distribusi kekayaan. Ia lahir pada tanggal 7 Mei 1971 di Clichy, Prancis. Piketty memperoleh gelar doktor dalam bidang ekonomi dari London School of Economics pada usia 22 tahun. Ia kemudian mengajar di berbagai institusi, termasuk Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan cole des Hautes tudes en Sciences Sociales (EHESS) di Paris.

Piketty memperoleh pengakuan internasional melalui karyanya yang berjudul Capital in the Twenty-First Century, yang diterbitkan pada tahun 2013. Buku ini mengeksplorasi evolusi ketidaksetaraan kekayaan dan pendapatan sejak abad ke-18, dengan fokus khusus pada periode setelah Perang Dunia II. Piketty menggunakan data historis yang ekstensif untuk menunjukkan bahwa tingkat ketidaksetaraan telah meningkat secara signifikan di banyak negara maju sejak tahun 1980-an.

Dalam bukunya, Piketty mengajukan teori bahwa ketika tingkat pengembalian atas modal (r) melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi (g), ketidaksetaraan cenderung meningkat karena kekayaan terkonsentrasi di tangan pemilik modal. Untuk mengatasi masalah ini, Piketty menyarankan penerapan pajak progresif pada kekayaan dan pendapatan, termasuk pajak internasional, untuk mendistribusikan kekayaan secara lebih adil dan mengurangi ketidaksetaraan.

Selain Capital in the Twenty-First Century, Piketty juga menulis beberapa karya lainnya, seperti Capital and Ideology yang diterbitkan pada tahun 2019, di mana ia melanjutkan analisisnya tentang ketidaksetaraan dan menawarkan pandangan tentang bagaimana kebijakan publik dapat mengatasi ketidaksetaraan global.

Piketty aktif dalam berbagai diskusi akademis dan kebijakan publik, sering berbicara tentang isu-isu seperti redistribusi kekayaan, perpajakan, dan keadilan sosial. Ia juga menjadi penasihat bagi berbagai pemerintah dan organisasi internasional dalam hal kebijakan ekonomi dan sosial.

Dengan karya-karyanya yang inovatif dan berpengaruh, Thomas Piketty telah menjadi salah satu suara terdepan dalam debat global tentang ketidaksetaraan ekonomi dan solusi kebijakan untuk mengatasinya. Salah satu gagasan penting yang diajukan oleh Piketty adalah perlunya penerapan pajak internasional sebagai solusi untuk mengatasi ketidaksetaraan global.

Sumber : PPT Prof Apollo
Sumber : PPT Prof Apollo

Ketidaksetaraan Ekonomi: Sebuah Tantangan Global

Piketty mengemukakan bahwa ketidaksetaraan ekonomi telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di banyak negara maju dan berkembang. Melalui analisis historis dan data empiris, Piketty menunjukkan bahwa akumulasi kekayaan di tangan segelintir orang telah meningkat secara signifikan sejak akhir abad ke-20. Tren ini, menurut Piketty, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memperburuk ketidakstabilan sosial.

Dalam Capital in the Twenty-First Century, Piketty mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mendorong ketidaksetaraan ini. Salah satunya adalah laju pertumbuhan kekayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan. Ketika kekayaan tumbuh lebih cepat daripada ekonomi secara keseluruhan, kekayaan akan terkonsentrasi pada individu dan keluarga yang sudah kaya, sementara kelas menengah dan bawah tetap stagnan atau bahkan semakin terpuruk.

Pajak Internasional sebagai Solusi

Untuk mengatasi ketidaksetaraan ini, Piketty mengusulkan penerapan pajak progresif pada kekayaan, termasuk pajak internasional. Menurut Piketty, pajak internasional pada kekayaan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengurangi konsentrasi kekayaan global dan mendistribusikan sumber daya secara lebih adil. Pajak ini dapat dirancang untuk mengambil bagian dari kekayaan individu dan perusahaan multinasional yang memiliki aset di berbagai negara, sehingga menciptakan redistribusi yang lebih merata.

Ada beberapa alasan mengapa pajak internasional dapat menjadi solusi yang efektif:

  • Mengatasi Penghindaran Pajak: Pajak internasional dapat mengurangi praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh individu kaya dan perusahaan multinasional. Dengan adanya kerangka pajak internasional yang seragam, celah hukum yang sering dimanfaatkan untuk mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi pajak rendah dapat ditutup.
  • Meningkatkan Pendapatan Negara: Pajak internasional dapat memberikan sumber pendapatan tambahan bagi negara-negara, terutama negara berkembang yang sering kali memiliki kapasitas terbatas untuk memungut pajak dari kekayaan. Pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai program sosial dan infrastruktur yang penting untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
  • Mendorong Keadilan Sosial: Pajak internasional dapat berkontribusi pada pencapaian keadilan sosial dengan memastikan bahwa mereka yang memiliki kemampuan lebih besar untuk membayar pajak berkontribusi lebih banyak. Ini dapat membantu mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin serta meningkatkan solidaritas sosial.

 

Tantangan Implementasi Pajak Internasional

Meskipun ide pajak internasional memiliki banyak manfaat potensial, implementasinya tidaklah mudah. Ada beberapa tantangan signifikan yang harus diatasi:

  • Koordinasi Internasional: Penerapan pajak internasional memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi antara negara-negara. Setiap negara memiliki sistem pajak dan kepentingan ekonomi yang berbeda, sehingga mencapai kesepakatan tentang desain dan pelaksanaan pajak internasional bisa menjadi tantangan besar.
  • Masalah Kepatuhan dan Penegakan: Memastikan kepatuhan terhadap pajak internasional membutuhkan mekanisme penegakan yang kuat. Negara-negara perlu bekerja sama untuk memantau dan menegakkan peraturan pajak, serta menangani pelanggaran dengan efektif.
  • Resistensi Politik dan Ekonomi: Pajak internasional mungkin menghadapi resistensi dari kelompok-kelompok yang terkena dampaknya, terutama individu kaya dan perusahaan multinasional yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi. Mereka mungkin melobi pemerintah untuk menentang atau melemahkan inisiatif ini.
  • Perbedaan dalam Sistem Pajak Nasional: Negara-negara memiliki perbedaan signifikan dalam sistem pajak mereka. Menyatukan berbagai sistem ini ke dalam kerangka pajak internasional yang harmonis akan membutuhkan kompromi dan penyesuaian yang sulit.

Langkah-Langkah Menuju Pajak Internasional

Meskipun tantangan yang ada cukup besar, langkah-langkah dapat diambil untuk mendekati implementasi pajak internasional:

  • Kerjasama Multilateral: Negara-negara dapat memulai dengan meningkatkan kerjasama multilateral melalui organisasi internasional seperti OECD dan G20. Inisiatif seperti Proyek BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) OECD telah menunjukkan bahwa kerjasama global dalam perpajakan bisa efektif.
  • Perjanjian Bilateral dan Regional: Sebagai langkah awal, negara-negara dapat menjalin perjanjian bilateral atau regional untuk menerapkan pajak pada basis terbatas. Ini bisa menjadi landasan bagi pengembangan kerangka pajak internasional yang lebih luas di masa depan.
  • Penguatan Kapasitas Penegakan Hukum: Negara-negara perlu menginvestasikan sumber daya dalam memperkuat kapasitas penegakan hukum dan pengawasan perpajakan. Ini termasuk penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi dan mencegah praktik penghindaran pajak.
  • Transparansi dan Pertukaran Informasi: Meningkatkan transparansi dalam transaksi keuangan internasional dan memperkuat pertukaran informasi antar negara dapat membantu mengidentifikasi dan mengawasi aset yang tersembunyi. Ini akan memudahkan pelaksanaan pajak internasional.

Sumber : PPT Prof. Apollo
Sumber : PPT Prof. Apollo

Pajak Internasional dalam Konteks Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki tantangan dalam pengumpulan pajak, dapat merasakan manfaat besar dari penerapan pajak internasional. Dengan tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah dan banyaknya praktik penghindaran pajak, kerjasama internasional dalam perpajakan dapat membantu meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketidaksetaraan ekonomi.

Indonesia juga menghadapi masalah konsentrasi kekayaan yang tinggi di beberapa daerah, seperti Jawa dan Bali, dibandingkan dengan daerah lainnya. Pajak internasional yang efektif dapat membantu mendistribusikan kekayaan dengan lebih merata dan mendorong pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

Rendahnya Tax Ratio Indonesia

Penerapan pajak internasional dapat memperbaiki rasio pajak Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Tax ratio atau rasio pajak adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Di Indonesia, tax ratio masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Beberapa faktor utama yang menyebabkan rendahnya tax ratio di Indonesia meliputi:

  • Basis Pajak yang Sempit
  • Kepatuhan Pajak yang Rendah
  • Sistem Perpajakan yang Kompleks
  • Kelemahan dalam Penegakan Hukum Pajak

Dengan peningkatan pendapatan dari pajak internasional, pemerintah dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk program sosial dan infrastruktur yang penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Pandangan Piketty Mengenai Tax Ratio Rendah di Indonesia

Thomas Piketty, melalui pemikirannya dalam Capital in the Twenty-First Century, menekankan pentingnya redistribusi kekayaan melalui sistem perpajakan yang adil dan progresif. Piketty mengajukan beberapa pandangan yang relevan untuk menjelaskan rendahnya tax ratio di Indonesia dan bagaimana mengatasinya:

a. Perlunya Pajak Progresif

  • Piketty berpendapat bahwa pajak progresif pada kekayaan dan pendapatan tinggi adalah kunci untuk mengurangi ketidaksetaraan. Dalam konteks Indonesia, penerapan pajak progresif yang lebih ketat dapat meningkatkan penerimaan pajak dari kelompok kaya yang selama ini mungkin belum membayar pajak sesuai dengan kapasitas mereka.
  • Pajak atas kekayaan, seperti pajak properti dan pajak warisan, dapat menjadi instrumen penting untuk memperluas basis pajak.

b. Transparansi dan Pertukaran Informasi Internasional:

  • Piketty mendukung kerjasama internasional untuk meningkatkan transparansi keuangan dan pertukaran informasi antar negara. Ini akan membantu Indonesia mengidentifikasi dan memajaki aset yang disimpan di luar negeri oleh individu dan perusahaan kaya yang mencoba menghindari pajak.
  • Melalui partisipasi dalam inisiatif seperti BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) OECD, Indonesia dapat memperkuat sistem perpajakannya dan mengurangi penghindaran pajak.

c. Reformasi Administrasi Pajak:

  • Piketty menekankan pentingnya reformasi administrasi pajak untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum. Indonesia perlu berinvestasi dalam teknologi dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas administrasi pajaknya.
  • Mengurangi birokrasi dan menyederhanakan proses perpajakan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

d. Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Pajak:

  • Piketty juga menggarisbawahi pentingnya edukasi pajak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya membayar pajak. Program edukasi dan kampanye publik yang intensif dapat membantu meningkatkan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia.
  • Memperkenalkan konsep keadilan sosial dan redistribusi melalui pajak kepada masyarakat dapat membantu membangun dukungan publik untuk reformasi perpajakan.

Langkah-Langkah untuk Meningkatkan Tax Ratio di Indonesia

Untuk meningkatkan tax ratio di Indonesia, beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

a). Perluasan Basis Pajak:

  • Melakukan registrasi dan formalisasi sektor informal agar lebih banyak pekerja yang masuk ke dalam sistem perpajakan. Ini dapat dilakukan melalui insentif dan program dukungan bagi usaha kecil dan mikro.

b). Peningkatan Kepatuhan Pajak:

  • Memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pajak.
  • Menggunakan teknologi informasi untuk memonitor transaksi dan aliran dana guna mendeteksi praktik penghindaran pajak.
  • Memberikan insentif bagi wajib pajak yang patuh, seperti potongan pajak atau kemudahan akses terhadap layanan publik.

c). Reformasi Sistem Perpajakan:

  • Menyederhanakan proses pelaporan dan pembayaran pajak untuk mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak. Ini dapat dilakukan melalui digitalisasi dan otomasi sistem perpajakan.
  • Menerapkan pajak progresif yang lebih ketat dan menambah jenis pajak yang dapat diterapkan, seperti pajak lingkungan atau pajak digital.

d). Kerjasama Internasional:

  • Aktif dalam kerjasama internasional untuk pertukaran informasi dan peningkatan transparansi keuangan. Ini termasuk partisipasi dalam inisiatif global untuk memerangi penghindaran pajak dan pencucian uang.

e). Edukasi dan Kampanye Publik:

  • Melakukan kampanye edukasi mengenai pentingnya membayar pajak dan manfaatnya bagi pembangunan negara. Ini bisa dilakukan melalui media massa, program pendidikan, dan kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil.

 

Kesimpulan

Substansi pikiran Thomas Piketty dalam Capital in the Twenty-First Century mengenai pajak internasional merupakan respons terhadap tantangan ketidaksetaraan ekonomi yang semakin mendalam. Meskipun penerapannya tidak mudah dan menghadapi berbagai tantangan, pajak internasional menawarkan solusi potensial untuk redistribusi kekayaan yang lebih adil dan mengurangi konsentrasi kekayaan global.

Melalui kerjasama internasional, peningkatan kapasitas penegakan hukum, dan komitmen untuk transparansi, pajak internasional dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mencapai tujuan ini. Dengan demikian, gagasan Piketty tentang pajak internasional bukan hanya menjadi wacana akademis, tetapi juga panggilan untuk aksi nyata dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.

Rendahnya tax ratio di Indonesia merupakan tantangan besar yang memerlukan pendekatan holistik dan terkoordinasi. Substansi pikiran Thomas Piketty mengenai pajak internasional dan keadilan dalam distribusi kekayaan dapat menjadi panduan bagi Indonesia untuk memperkuat sistem perpajakannya. Dengan menerapkan pajak progresif, meningkatkan transparansi dan kerjasama internasional, serta melakukan reformasi administrasi pajak, Indonesia dapat meningkatkan tax ratio-nya dan mengurangi ketidaksetaraan ekonomi. Edukasi dan kesadaran publik juga merupakan kunci untuk mencapai keberhasilan dalam reformasi perpajakan.

Sumber Referensi:

1. Piketty, Thomas. Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press, 2014.

2. OECD. "Addressing Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)." OECD BEPS.

3. Stiglitz, Joseph E. "The Price of Inequality: How Today's Divided Society Endangers Our Future." W.W. Norton & Company, 2012.

4. Zucman, Gabriel. The Hidden Wealth of Nations: The Scourge of Tax Havens. University of Chicago Press, 2015.

5. Saez, Emmanuel, and Gabriel Zucman. "Wealth Inequality in the United States since 1913: Evidence from Capitalized Income Tax Data." The Quarterly Journal of Economics, vol. 131, no. 2, 2016, pp. 519-578.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun