Mohon tunggu...
indira margareta
indira margareta Mohon Tunggu... -

Hanya perempuan biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat Terbuka Kepada Pipiet Senja

31 Mei 2012   15:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33 3028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teteh, pagi tadi saya kaget sekali. Bukan hanya kaget biasa. Tapi saya merasa terhina sekali dengan membaca judul dari postingan yang Anda share ke facebook. Padahal, sebagai orang yang telah mengenal dan pernah dekat dengan Teteh, saya seharusnya terbiasa dengan gaya tulisan tersebut. Namun, semakin saya membaca postingan dan berkunjung ke kompasiana pada tulisan teteh lainnya, hati saya tercabik-cabik. Sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) saya merasakan ubun-ubun saya dicatut dengan keras. Di dalam BMI, ada saya. Saya bagian dari jutaan BMI itu.

Teh, dalam berbagai tulisan yang Anda posting. Sengaja atau tidak, langsung atau tidak, telah menusukkan satu luka dalam hati saya. Meski pun, saya akui, dalam BMI ada hitam dan ada putih. Tapi bukan berarti Teteh menghalalkan cara untuk menghujat satu kalangan tertentu bukan? Mereka, para BMI yang ada di Hong Kong berusaha menutupi ke-hitaman-man saudarinya dengan berlaku positif. Mereka, bersusah payah ingin membuat nama BMI harum. Karena para BMI ini sadar, mereka memiliki kalangan baik dan buruk, tipis iman dan tebal iman. Tapi kenapa Teteh justru mengumbar aib dari BMI (ingat BMI ada jutaan) tersebut? Sementara mereka bertangis airmata berbuat kebaikan demi menutupi keburukan saudarinya. Tidakkah Anda lihat saat berada di sana? Bagaimana kegiatan mereka? Merelakan hari liburnya habis untuk berbuat positif, berorganisasi dan berkelompok. Mereka, berusaha memberi  jejak rekam yang baik dan menutupi yang buruk di negara orang dengan kegiatan positif tanpa lelah. Tapi membaca tulisan Teteh yang sengaja tersebut, saya terlalu bersedih. Lebih sedih daripada saat saya dibentak atau dimarahin majikan.

Saya dan juga mereka, tidak melarang Teteh sebagai seniman menulis apa yang Teteh lihat dan ada di sekitar Teteh. Sebagai orang yang mengaku penulis dan seniman profesional, seharusnya Teteh paham akan sebuah tanggung jawab atas apa yang  diciptakan/lakukan. Seorang pelaku seni bukan berarti menghalalkan segala cara untuk menjadi seorang seniman sejati, lalu kemudian mengorbankan pihak lain demi sesuatu ketenaran yang ingin diraihnya tersebut. Tidak ada anjuran bahwa Teteh harus menulis yang baik-baik tentang BMI. Boleh, silahkan saja kalau mau menulis sisi gelapnya, toh itu memang ada, saya tidak menyangkal, bahwa itu ada. Tapi apakah dengan mengandalkan "KATANYA" dan "CERITANYA" semua akan beres? Dan apakah itu yang disebut seniman? Seniman bukan perpanjangan dari KATANYA dan CERITANYA yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Dengan dapat menulis tentang BMI Hong Kong, Anda merasa hebat, berbangga hati bisa mendapatkan ceruk-ceruk yang dapat dijadikan bahan tulisan, bahan olok-olok dan sebuah lelucon. Teteh pernah bilang, seorang sebagai pemerhati dan penulis yang peduli BMI. Tapi inikah yang disebut peduli? Apakah tidak ada catatan berhikmah lainnya? Bila dalam sanggahan yang teteh tulis tadi sore, yang berbunyi, "Jika saya memposting tentang; perilaku aneh-nyeleneh, undercover-lampu merahnya Hong Kong, serta berbagai hal seronok, dan menyimpang dari ajaran agama, itu sekadar hasil pengamatan, wawancara, mendengar curhatan anak-anak BMI yang berada di sekitarku." Apah yang Anda tulis di media merupakan curhatan langsung pihak pertama?Apakah ini saja cukup? Secara langsung Teteh telah berkeliling Victoria berpuluh-puluh kali jumlahnya, melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana BMI di Victoria. Tentu dapat menilai sisi baik dan buruknya. Saya merasa tulisan Teteh sangat menghina dan vulgar serta sangat merendahkan. Kalau saja sumbernya jelas, saya kira teman-teman tidak akan protes. Sekali lagi, sebagai seniman dan penulis beken, jangan hanya mengandalkan KATANYA dan CERITANYA. Kabar burung bukan kabar yang selalu akurat. Kalau mau menulis lampu merah, undercover, dll. Silahkan, tapi harus benar-benar akurat dan dapat dipertanggung jawabkan, baik kepada pembaca dan Tuhan Yang Maha Esa.

Saya, enam tahun di Hong Kong. Tidak pernah mendengar kabar tentang berita yang Teteh tulis di judul ini, "Cinta Ala Victoria Park: Pisang Tertinggal di Vagina". Tidak pernah. Baik itu media massa maupun dari KATANYA dan CERITANNYA. Seperti Teteh ketahui Hong Kong memiliki puluhan media cetak berbahasa Indonesia yang aktif memberikan kabar kepada BMI tetapi kenapa tidak pernah mengulas kabar KATANYA itu?

"Sebagai seorang seniman, tukang menulis dan tukang meneror anak-anak muda agar menjadi penulis, saya selalu tergelitik untuk selalu menulis setiap hari." Ini tulisan Anda Teteh.

"Tentu saja saya menulis berbagai hal tentang apa saja yang tergelar di depan mata. Karena merasa rugilah jika tidak menuliskannya. Ada yang positif dan tentu saja ada yang negatifnya. Bukankah harus seimbang, masa harus yang baik-baiknya saja atau sebaliknya yang buruk-buruknya saja." Di situ, Anda menulis merasa rugi bila tidak menuliskannya? Apakah dengan tidak menuliskan aib seseorang, merupakan sebuah kerugian? Bukankah bertambah dosa kalau mengumbar aib orang lain? Teteh pasti lebih paham dari pada saya dalam hal ini. Sekali lagi, Saya dan tentunya teman BMI tidak mengharuskan sisi baik saja yang diulas. Tapi bukan KATANYA yang dijadikan patokan. Menulis juga memiliki kode etik bukan?

Dalam pembelaan pula, teteh masih mengelak, mengatakan bahwa tulisan tersebut dipelintir. Katakan, siapa yang melintir? Kami BMI bukan jiwa-jiwa yang suka memelintir, justru kamilah yang selalu dipelintir oleh keadaan. Tulisan yang saya dan teman-teman dapatkan merupakan asli hasil karya Anda, tak ada satu pun yang dirubah huruf dan kalimatnya. Tidak ada sama sekali.

Hong Kong Punya Urusan: Cara Bercinta Pasangan Lesbi, Mengintip Pasangan Sejenis di Kalangan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, Cinta Ala Victoria Park: Pisang Tertinggal di Vagina, dll. Judul-judul yang tidak mencerminkan seorang seniman yang selalu gembar-gembor peduli pada BMI. Bahkan ada yang dengan gambar foto tanpa sensor. Apakah teteh bisa bayangkan bila itu saudara, anak, atau kerabat Teteh yang di pajang? Pernahkah terbayangkan Teh? Anda juga harus ingat, waktu itu Teteh minta kawan-kawan BMI menulis tentang undercover BMI Hong Kong. Dan sampai saat ini tulisan tersebut tidak pernah ada. Seharusnya Teteh paham, kami BMI, bukan untuk saling menyakiti. Bagaimana pun juga kami adalah saudara sebangsa. Pena lebih tajam daripada pedang.

Sebagai penulis senior dan dituakan dan mengaku sahabat BMI, mbokya, membimbing yang lebih muda. Bukan malah mengajari hal seperti ini, apalagi Anda sering workshop ke berbagai tempat. Sungguh disayangkan sekali hal ini terjadi pada tokoh yang KATANYA diidolakan banyak orang. Bahkan seakan-akan saya tak sanggup membayangkan, bila ini tulisan ibu-ibu yang KATANYA aktivis BMI. Teteh, adakah bahasa lain untuk menceritakan keburukan mereka selain dengan kalimat yang vulgar tersebut? Tulisan Anda bukan nasihat bijak atau tuturan halus. Tapi hinaan yang kejam!

http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/05/16/mengintip-pasangan-sejenis-di-kalangan-bmi-hong-kong/

http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/05/20/lampu-merah-hong-kong-beuh-sampai-sebesar-kates/

dll.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun