Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kemampuan Memimpin dan Upaya Pencegahan Korupsi dan Etik: Keteladanan Mahatma Gandhi

21 Desember 2024   22:17 Diperbarui: 21 Desember 2024   22:17 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Kemampuan memimpin diri adalah fondasi penting bagi mahasiswa sebagai agen perubahan yang berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Di tengah tantangan global dan lokal, termasuk maraknya korupsi, mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam pencegahan tindakan yang merusak integritas bangsa ini. Dengan memimpin diri sendiri, mahasiswa mampu menjaga nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kedisiplinan, sehingga menjadi contoh nyata bagi masyarakat.

Keteladanan Mahatma Gandhi, seorang tokoh dunia yang dikenal atas prinsip non-kekerasan dan integritas, menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk menghadapi berbagai tantangan dengan sikap etis dan teguh pada nilai-nilai moral.

Beliau tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi ia juga menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari dirinya sendiri. Prinsip "Be the change you wish to see in the world" menjadi pesan mendalam yang relevan bagi mahasiswa dalam mencegah korupsi.

Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran strategis dalam menanamkan budaya antikorupsi melalui sikap kritis, aksi nyata, dan keteladanan moral. Tidak hanya dengan menyuarakan keadilan, tetapi juga dengan menunjukkan perilaku yang mencerminkan integritas.

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Apa saja konsep keteladanan yang bisa diterapkan dari Mahatma Gandhi?

Mohandas Karamchand Gandhi lahir 2 Oktober 1869 di Porbandar dan wafat 30 Januari 1948. Beliau lahir dalam keluarga yang cukup terpandang, sekaligus penganut Hindu yang saleh. Beliau juga dipanggil Mahatma Gandhi (bahasa Sansekerta: "jiwa agung") adalah sosok yang sangat peduli dengan pelbagai bentuk penindasan dan kekerasan dalam masyarakat.

Pergulatan kehidupannya baik di India maupun di Afrika telah mendorong untuk menjadi pejuang kemanusiaan yang terkenal dengan gerakan anti-kekerasannya (non-violence). Perjalanan hidupnya yang penuh dengan "derita", dicaci maki dan dihina serta dipenjara oleh kolonial Inggris menjadi pemberi semangat untuk tetap berjuang menegakkan peradaban yang penuh kedamaian, tanpa kekerasan.

Mahatma Gandhi adalah seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India. Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang merupakan koloni Britania Raya. Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan agar dapat memerintah negaranya sendiri. Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India.

Sebagai contoh, konsep nasionalisme humanistis dalam pemikiran Gandhi yaitu Ahimsa atau cinta kasih merupakan prinsip yang ditemukan dalam ajaran agama namun oleh Gandhi digunakan sebagai dasar dalam konsep-konsep sosial politiknya. Nilai-nilai spiritual itu awalnya ditangkap melalui pengalaman hidup sehari-hari.

Ahimsa bagi Gandhi merupakan hukum dasar bagi hidup manusia. Ahimsa berasal dari kata Sansekerta yang bersumber dari ajaran Buddha. Diartikan sebagai ketiadaan kekerasan atau pantang melakukan kekeraaan atau juga nirkekerasan yang dilakukan dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan.

Ahimsa dapat digunakan sebagai prinsip paling efektif untuk tindakan sosial, karena secara mendalam sesuai dengan kebenaran sifat alami manusia dan sesuai dengan keinginan bawaannya akan perdamaian, keadilan, ketertiban, kebebasan dan martabat pribadi. Himsa(kekerasan) merendahkan dan merusak manusia, maka menghadapi kekerasan dengan kekerasan dan kebencian akan menambah parahnya kemerosotan secara progresif dari manusia.

Ahimsa mensyaratkan suatu aksioma dalam pelaksanaannya, beberapa diantaranya yaitu :

  • Ahimsa mensyaratkan pemurnian dan pensucian diri sesempurna mungkin yang bisa diraih secara manusiawi.
  • Kekuatan ahimsa terletak pada kemampuan dan kerelaan, bukan hanya kemauan.
  • Ahimsa pasti mengungguli kekerasan. Kekuatan yang lahir dari penganut ahimsa selalu lebih besar daripada kekuatan yang dihasilkan penganut kekerasan.
  • Ahimsa tidak mengenal kekalahan.
  • Muara akhir dari ahimsa adalah kemenangan yang pasti, jika istilah menang ini mungkin diterapkan dalam ahimsa.Sesungguhnya, ketika tidak memikirkan kekalahan, maka juga tidak diperlukan kemenangan.

Gandhi sangat menyakini pengaruh Ahimsa dalam gerak kehidupan dan nilai ini pula yang mendasari nasionalisme humanistisnya. Selanjutnya untuk memahami gagasan nasionalisme tersebut secara utuh, maka selain ditampilkan konsep Ahimsa, juga konsep-konsep lain yang mendukung yaitu : Satyagraha, Nation, Hind Swaraj, Ram Raj, Gram Raj, Panchayat, Sarvodaya, dan ekonomi khadi.

Sebagai atribut dari Ahimsa, ada juga satyagraha memiliki segi-segi batiniah seperti rasa damai, kesederhanaan, kesantunan dan hasrat berbuat baik terhadap lawan yang timbul dari hati, sehingga gerakan satyagraha tidak jatuh menjadi tindak kekerasan. Menurut beliau, satyagraha merupakan gagasan tentang kekuatan yang bertumpu pada kekuatan jiwa (soul force) (Ramchandani 1994: 230). Dengan bertumpu pada kekuatan jiwa maka satyagraha pada hakekatnya adalah senjata bagi orang jujur dan berpegang pada kebenaran.

Satyagraha berarti teguh berpegang pada kebenaran. Orang yang menerapkan Satyagraha disebut Satyagrahi. Dalam praktiknya, terutama di ranah politik, seorang Satyagrahi harus memiliki disiplin yang kuat. Kesesuaian antara pikiran, ucapan, dan tindakan menjadi prinsip utama yang harus dipegang. Kehidupan yang terintegrasi semacam ini tidak hanya menuntut penghapusan segala bentuk kemunafikan dan ketidakkonsistenan dari cara hidup seseorang, tetapi juga melibatkan perjuangan melawan ketidakbenaran, terutama ketika seseorang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk bertindak.

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Mengapa Sering Kali Orang Takut untuk Melawan Praktik Tidak Etis Selama Perjalanan Karir atau Hidup? Bagaiamana Kaitannya dengan Keteladanan Mahatma Gandhi?

Ketakutan untuk melawan praktik tidak etis dalam perjalanan karir atau hidup sering kali berakar pada rasa cemas terhadap konsekuensi pribadi. Banyak individu khawatir akan ancaman kehilangan pekerjaan, reputasi, atau hubungan profesional jika mereka memilih untuk menentang praktik yang tidak sesuai dengan nilai moral mereka.

Dalam lingkungan kerja yang kompetitif, hal ini semakin diperparah oleh tekanan sosial untuk berkompromi dengan standar etika demi keuntungan material atau posisi yang lebih baik. Ketakutan ini kerap membuat orang enggan mengambil langkah untuk berbicara atau bertindak melawan hal-hal yang mereka tahu tidak benar.

Selain itu, ada faktor psikologis berupa rasa tidak berdaya dan isolasi yang sering dirasakan oleh individu yang mempertimbangkan untuk melawan praktik tidak etis. Ketika seseorang merasa bahwa upayanya akan sia-sia atau bahwa sistem yang ada terlalu kuat untuk diubah, mereka cenderung memilih diam.

 Rasa takut ini diperkuat oleh kurangnya keteladanan di sekitar mereka, di mana para pemimpin atau kolega yang seharusnya menjadi panutan justru membiarkan praktik tidak etis berlangsung. Dalam situasi seperti ini, ketakutan bukan hanya tentang risiko yang mereka hadapi, tetapi juga tentang kurangnya keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan untuk membuat perubahan.

Memahami keteladanan Mahatma Gandhi memberikan pelajaran penting dalam menghadapi ketakutan ini. Beliau menunjukkan bahwa keberanian untuk melawan ketidakadilan tidak harus dilakukan dengan kekerasan, tetapi dengan keteguhan hati yang didasari oleh nilai-nilai kebenaran dan non-kekerasan (ahimsa).

Beliau mengajarkan bahwa keteguhan prinsip, meskipun sering kali sulit dan penuh risiko, adalah jalan menuju perubahan yang bermakna. Ia tidak hanya menentang ketidakadilan secara individu, tetapi juga menginspirasi banyak orang untuk ikut melakukannya, menciptakan gerakan yang lebih besar.

Dengan meneladani pemahaman beliau, kita diajak untuk melampaui rasa takut dan memahami bahwa keberanian moral tidak hanya tentang menentang praktik tidak etis, tetapi juga tentang memberikan harapan kepada orang lain. Meskipun menantang status quo dapat menghadirkan risiko, tindakan ini memiliki potensi untuk membangun keadilan dan integritas dalam komunitas atau organisasi.

Ketika individu berani melawan praktik tidak etis, mereka membuka jalan bagi transformasi sosial yang lebih luas. Seperti beliau, mereka yang memilih untuk bertindak berdasarkan prinsip dapat menjadi katalisator perubahan yang lebih baik, baik dalam lingkup kecil maupun besar.

 

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Bagaimana Langkah Saya Sebagai Mahasiswa Menjadi Agen Perubahan dalam Pencegahan Korupsi dan Pelanggaran Etik dengan Mengimplementasikan Mahatma Gandhi?

Korupsi dan pelanggaran etika merupakan dua isu mendasar yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang. Sebagai generasi muda, mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam mencegah dan memberantas praktik-praktik tersebut. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai keteladanan dari Mahatma Gandhi, mahasiswa dapat mengambil langkah strategis untuk membangun masyarakat yang lebih bersih, adil, dan berintegritas. Berikut langkah-langkah yang bisa diterapkan:

  • Menanamkan Prinsip Ahimsa (Non-Kekerasan) dalam Perjuangan Melawan Korupsi

Mahatma Gandhi mengajarkan prinsip ahimsa atau non-kekerasan sebagai cara untuk menghadapi ketidakadilan. Dalam konteks pencegahan korupsi, mahasiswa dapat mengaplikasikan ahimsa dengan cara-cara damai namun tegas. Saya sebagai mahasiswa dapat memanfaatkan media sosial untuk kampanye antikorupsi, membuat petisi daring, atau menyelenggarakan diskusi publik tentang dampak negatif korupsi dan pelanggaran etik. Melalui pendekatan ini, mahasiswa dapat menyuarakan penolakan terhadap korupsi tanpa harus terlibat dalam konfrontasi yang merusak. Langkah ini juga memberikan contoh bahwa perjuangan melawan ketidakadilan tidak harus dilakukan melalui kekerasan fisik atau verbal, tetapi dengan edukasi dan pengaruh positif.

  • Menghidupkan Nilai Satya (Kejujuran) sebagai Budaya di Kampus

Satya yang berarti kebenaran atau kejujuran adalah salah satu nilai utama yang diperjuangkan oleh beliau. Saya sebagai mahasiswa dapat memulai perubahan dari diri mereka sendiri dengan menanamkan budaya kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, mahasiswa dapat menolak praktik plagiarisme, menjunjung tinggi integritas akademik, dan bersikap transparan dalam organisasi kemahasiswaan. Ketika kejujuran menjadi bagian dari budaya kampus, hal ini akan membangun pondasi moral yang kuat untuk mencegah praktik korupsi dan pelanggaran etik di kemudian hari.

  • Melakukan Swaraj (Kemandirian) dalam Menghadapi Sistem yang Korupsi

Beliau mengajarkan pentingnya swaraj atau kemandirian, baik secara individu maupun kolektif. Dalam upaya melawan korupsi, saya sebagai mahasiswa dapat mengambil langkah-langkah mandiri untuk menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel. Misalnya, dalam organisasi kampus, mahasiswa dapat menerapkan mekanisme pelaporan keuangan yang jelas dan terbuka untuk menghindari penyalahgunaan dana. Mahasiswa juga dapat membangun komunitas yang mandiri dalam hal pendanaan kegiatan, sehingga tidak tergantung pada pihak-pihak yang berpotensi memengaruhi integritas mereka.

  • Mendorong Pendidikan Antikorupsi sebagai Bagian Kurikulum

Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan saya lakukan adalah mendorong institusi pendidikan untuk memasukkan pendidikan antikorupsi dan etika ke dalam kurikulum. Dengan memahami akar masalah dan dampak korupsi sejak dini, mahasiswa akan lebih peka terhadap isu-isu tersebut. Selain itu, mahasiswa dapat berperan sebagai fasilitator dalam seminar, lokakarya, atau pelatihan tentang pencegahan korupsi, baik di dalam maupun di luar kampus. Edukasi adalah salah satu cara efektif untuk menciptakan kesadaran kolektif dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada generasi muda.

  • Menjalankan Aparigraha (Tidak Serakah) sebagai Prinsip Hidup

Beliau juga menekankan pentingnya aparigraha, yaitu hidup sederhana dan tidak serakah. Saya sebagai mahasiswa dapat mengimplementasikan nilai ini dengan menolak godaan untuk mengambil keuntungan pribadi dari posisi atau kesempatan yang dimiliki. Dalam organisasi, misalnya, mahasiswa dapat menghindari konflik kepentingan dengan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan bersama, bukan keuntungan pribadi. Dengan menanamkan prinsip ini, mahasiswa akan menjadi teladan dalam menunjukkan bahwa keserakahan adalah akar dari banyak praktik tidak etis, termasuk korupsi.

  • Membangun Jaringan dan Gerakan Kolektif

Sebagaimana beliau membangun gerakan massa untuk melawan ketidakadilan, saya sebagai mahasiswa juga dapat membentuk jaringan dan gerakan kolektif untuk melawan korupsi dan pelanggaran etik. Gerakan ini bisa dimulai dari tingkat kampus, misalnya dengan membentuk komunitas antikorupsi yang terdiri dari mahasiswa lintas fakultas. Komunitas ini dapat menjadi platform untuk berdiskusi, berbagi ide, dan mengorganisir aksi nyata, seperti pengawasan pelaksanaan kebijakan kampus atau pelaporan praktik tidak etis. Dengan membangun solidaritas, mahasiswa memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mendorong perubahan sistemik.

  • Menjadi Teladan dalam Keberanian Moral

Keteladanan beliau dalam keberanian moral adalah inspirasi penting bagi mahasiswa. Dalam menghadapi korupsi dan pelanggaran etik, saya sebagai mahasiswa harus berani untuk berbicara dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka yakini, meskipun menghadapi risiko. Keberanian moral ini tidak hanya melibatkan keberanian untuk menolak praktik tidak etis, tetapi juga kesediaan untuk memberikan alternatif solusi yang konstruktif. Dengan menjadi teladan dalam keberanian moral, mahasiswa dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB
Dokpri Prof Apollo Mata Kuliah Pendidikan Antikroupsi dan Etik UMB

PENUTUP

Sebagai mahasiswa yang merupakan agen perubahan, keteladanan Mahatma Gandhi dalam memimpin diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai etik memberikan inspirasi penting dalam upaya pencegahan korupsi.

Beliau menekankan integritas, kejujuran, dan keberanian moral sebagai fondasi dalam setiap tindakan, yang relevan bagi mahasiswa untuk memulai perubahan dari diri sendiri. Dengan menerapkan prinsip self-leadership, mahasiswa dapat membentuk pola pikir kritis dan perilaku antikorupsi dalam lingkungan akademik maupun masyarakat, menjadikan mereka teladan bagi generasi mendatang.

Selain itu, mahasiswa memiliki peran strategis dalam mengintegrasikan etika ke dalam perjalanan karir mereka di masa depan. beliau menunjukkan bahwa keberhasilan sejati tidak hanya diukur dari hasil, tetapi juga dari proses yang ditempuh dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Dengan menjadikan etika sebagai pedoman dalam setiap keputusan dan tindakan, mahasiswa dapat menciptakan perubahan positif di dunia profesional.

Dengan cara ini, mahasiswa tidak hanya menjadi agen perubahan dalam pencegahan korupsi, tetapi juga pionir dalam membangun budaya kerja yang berlandaskan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan keberlanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Franky, & Astrika, L. (2019). Pemikiran Politik Mahatma Gandhi Tentang Ahimsa dan Satyagraha Terhadap Kekerasan Struktural di Indonesia. E-Journal UNDIP, 5-8.

Joyo, P. R. (2019). Mengenal Mahatma Gandhi dan Ajarannya. E-Journal IAHN Tampung Penyang, 2-18.

Poerbasari, A. S. (2007). Nasionalisme Humanitis Mahatma Gandhi. UI Scholars Hub, 173-192.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun