Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

17 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   20:06 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun teori GONE mengenai penyebab terjadinya tindakan korupsi oleh Jack Bologna:

Teori GONE Dokpri Prof. Apollo
Teori GONE Dokpri Prof. Apollo

Teori GONE diperkenalkan oleh Jack Bologna (1993). Menurut Bologna korupsi terjadi disebabkan oleh empat faktor: keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Teori GONE yang dikemukakan Bologna merupakan teori penyempurnaan dari teori triangle fraud.

Menurut teori triangle fraud yang dikemukakan oleh Cressey adalah pernyataan tentang korupsi akan terjadi karena tekanan (presseure), peluang (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Kedua teori ini (GONE dan triangle fraud) sama-sama menganalisis alasan setiap koruptor melakukan tindakan fraud. Menurut Bologna, akar penyebab kecurangan dapat dirangkum dalam empat aspek yang disingkat menjadi GONE:

  • Faktor pertama, yaitu keserakahan (greed), sering menjadi pendorong utama seseorang melakukan kecurangan. Sifat serakah, terutama pada pejabat, kerap memicu tindakan yang mengabaikan akal sehat, melemahkan nilai-nilai moral, dan berfokus hanya pada kepentingan pribadi. Semakin besar ambisi seseorang, semakin tinggi pula risiko melakukan kecurangan. Meskipun sifat serakah adalah bagian dari sifat dasar manusia, tantangan utamanya terletak pada bagaimana setiap individu mengendalikannya.
  • Di sisi lain, keserakahan (greed) sering kali berjalan beriringan dengan adanya kesempatan (opportunity). Kesempatan memiliki peran krusial dalam memfasilitasi terjadinya tindakan kecurangan. Setiap individu memiliki akses terhadap kesempatan yang berbeda-beda, yang umumnya dipengaruhi oleh wewenang atau posisi mereka dalam suatu organisasi atau pekerjaan. Semakin besar kekuasaan atau tanggung jawab yang dimiliki seseorang, semakin besar pula peluang mereka untuk memanfaatkan celah-celah sistem. Dengan kata lain, posisi yang strategis atau akses yang luas terhadap sumber daya dapat meningkatkan risiko terjadinya kecurangan. Oleh karena itu, dalam konteks pengawasan, identifikasi dan pengendalian terhadap kesempatan menjadi aspek penting dalam upaya mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Ketika kontrol internal lemah dan pengawasan tidak memadai, peluang untuk berbuat curang akan semakin terbuka, sehingga memperbesar kemungkinan individu untuk menyalahgunakan posisinya.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan (need) yang harus dipenuhi. Namun, sering kali kebutuhan ini melampaui kemampuan individu untuk memenuhinya. Bahkan, kebutuhan tersebut kerap melampaui batas kewajaran, terutama ketika seseorang mengonsumsi barang atau jasa bukan karena kebutuhan pokok, melainkan karena dorongan keinginan yang berlebihan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konsumsi tidak selalu didasarkan pada kebutuhan dasar, melainkan pada hasrat untuk memiliki lebih. Sifat konsumeris yang dimiliki seseorang merupakan sifat yang tidak pernah puas akan apa yang sudah dimiliki. Hal ini karena apabila kebutuhan tahap pertama diperoleh pada saat itu juga, maka akan timbul kebutuhan berikutnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka dilakukan kecurangan. Semakin tinggi tingkat kebutuhan seseorang maka potensi untuk melakukan kecurangan (fraud) semakin tinggi.
  • Faktor yang lain dalam kecurangan menurut Bologna adalah pengungkapan (expose). Apabila hukuman semakin rendah maka potensi untuk berbuat curang semakin tinggi. Oleh sebab itu pengungkapan akan berkorelasi terhadap tindakan kecurangan. Berkaitan dengan ini usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi tindakan curang (fraud) yaitu, memperkuat iman dengan mendahulukan yang terpenting, pimpinan memberi contoh baik ke bawahan, dan memberikan hukuman yang berat terhadap orang yang melakukan kecurangan.

Mengapa korupsi tetap menjadi masalah kronis di Indonesia meskipun berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan telah dilakukan?

Korupsi di Indonesia tetap menjadi masalah kronis meskipun berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan telah dilakukan. Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya penegakan hukum. Meski lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjukkan kinerja yang signifikan, tantangan dalam sistem peradilan, mulai dari intervensi politik hingga integritas aparat penegak hukum, kerap menghambat proses pemberantasan korupsi. Banyak kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi berakhir dengan hukuman ringan atau bahkan bebas dari jeratan hukum. Situasi ini memperlihatkan adanya celah dalam sistem yang terus dimanfaatkan oleh pelaku korupsi.

Selain itu, budaya korupsi telah mengakar dalam berbagai lapisan masyarakat dan birokrasi. Praktik suap dan gratifikasi masih dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam proses pelayanan publik. Di sisi lain, mentalitas sebagian masyarakat yang permisif terhadap korupsi, terutama dalam konteks politik seperti "money politics," turut memperkuat pola ini.

Upaya pemberantasan korupsi juga menghadapi tantangan dari rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas. Edukasi antikorupsi di berbagai tingkat pendidikan dan komunitas belum sepenuhnya efektif dalam membangun budaya antikorupsi. Padahal, peran masyarakat sangat penting sebagai pengawas dalam memastikan bahwa kebijakan publik dan dana negara digunakan sesuai tujuan. Tanpa kolaborasi yang erat antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, korupsi akan terus menjadi hambatan utama dalam mewujudkan tata kelola yang bersih dan berkeadilan di Indonesia.

Disisi lain, akibat korupsi yang terjadi selama ini telah menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan memperparah kesenjangan sosial. Akibatnya, masyarakat tidak dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan belum memperoleh hak-hak dasar mereka sebagai warga negara. Secara umum, korupsi telah merusak ketahanan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia.

Pemberantasan korupsi bukan hanya sekadar harapan atau tuntutan masyarakat, tetapi juga merupakan kebutuhan mendesak bagi negara ini untuk menghapus korupsi dari akar-akarnya. Oleh karena itu, penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi diharapkan mampu menekan angka kemiskinan dan pada akhirnya menghapusnya. Tujuan utama dari upaya ini adalah menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang selama ini terpuruk akibat maraknya praktik korupsi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun