Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

30 Oktober 2024   21:53 Diperbarui: 30 Oktober 2024   21:53 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena korupsi di Indonesia telah menjadi salah satu masalah paling serius yang menghambat perkembangan negara dalam berbagai aspek. Praktik korupsi tidak hanya terjadi di level birokrasi pusat, tetapi juga merambah ke pemerintah daerah, lembaga pendidikan, sektor kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Korupsi di Indonesia bersifat sistemik, di mana praktik suap, penggelapan, dan penyalahgunaan kekuasaan seakan telah menjadi bagian dari kebiasaan buruk yang sulit diberantas

Lalu, apa definisi tentang korupsi itu? Korupsi secara etimologi berasal dari bahasa Latin, corruption atau corruptus yang berarti merusak, tidak jujur, dan dapat disuap. Dalam hal ini korupsi mengandung arti kejahatan, kebusukan, tidak bermoralm dan kebejatan. Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, koripsi berarti buruk, busuk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi), penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan), untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Dokpri Prof. Apollo
Dokpri Prof. Apollo

Dokpri Prof. Apollo
Dokpri Prof. Apollo
Dokpri Prof. Apollo
Dokpri Prof. Apollo

Apa saja Konsep Tiga Era yang diterapkan Ranggawarsita?

Ranggawarsita membuat periodisasi dengan menggunakan istilah-istilah dalam penamaannya sendiri seperti Kalatidha atau Zaman Keraguan, Kalasuba atau Zaman Keindahan/Kebaikan, Kalabendhu atau Zaman Murka atau Zaman Edan. Kalatidha sendiri juga merupakan nama dalam salah satu karya besarnya yang terkenal dengan konsep atau prediksi tentang datangnya Zaman Edan. Zaman-zaman ini, terutama Zaman Edan, dipercaya akan datang sesuai ramalan Ranggawarsita, karena memang dia adalah seorang pujangga yang bisa meramal atau memprediksi masa depan, serta prediksinya terbukti banyak yang tepat.

  • Era Kalatidha

Serat Kalatidha adalah karya Ranggawarsita yang paling terkenal karena di dalam serat ini Ranggawarsita menyinggung tentang Zaman Edan. Lewat serat yang bernada amarah yang terpendam ini, nama Ranggawarsita menjadi bersejarah di bumi nusantara. Zaman Edan sebenarnya merupakan siklus sejarah yang akan selalu berulang setiap periode tertentu. 15 Namun sebenarnya ungkapan Kalatidha atau zaman keraguan ini sudah ada sebelum Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha.

Ungkapan tersebut telah ada dalam Serat Centhini Jilid IV. Dalam hal ini Ranggawarsita sekedar menulis ulang tentang 'Zaman Edan' sesuai dengan isi naskah Serat Centhini. Namun, Ranggawarsita juga memberikan tambahan beberapa bait syair sesuai perasaan hatinya.

Zaman Kalatidha merupakan zaman yang dikenal sebagai keadaan Zaman Gemblung. Zaman di mana manusia dihadapkan pada pilihan yang merepotkan. Sehingga Zaman Gemblung bisa diidentikkan zaman bingung atau zaman kegelapan. Pada zaman ini, keadaan negara sedang terpuruk karena tidak ada lagi yang memberi tauladan baik. Banyak yang meninggalkan norma-norma kehidupan. Orang-orang bijak terbawa arus zaman yang penuh keragu-raguan. Suasana mencekam karena dunia dipenuhi dengan masalah.

Hal ini tertuang dalam gubahan Ranggawarsita di Serat Kalatidha yang berbentuk tembang macapat: "Mangkya darajating praja, kawuryan wus sunyaturi Rurah pahrehing ukara, karana tanpa palupi Atilar silastuti, sujana sarjana kelu Kalulun kalatidha, tidhem tandhaning dumadi Ardayengrat dene karoban rubeda". Artinya: "Beginilah keadaan negara, yang kian tak menentu Rusak tatanan, karena sudah tak ada yang pantas ditiru Aturan diterjang, para bijak dan cendekia malah terbawa arus Larut dalam zaman keraguan, keadaan pun mencekam Dunia pun dipenuh beragam ancaman". (Serat Kalatidha bait 1).

Bila Zaman Gemblung datang, banyak orang meninggalkan norma-norma. Banyak pemimpin negara dan masyarakat yang baik namun tidak membuahkan kemaslahatan. Para cerdik pandai yang kehilangan keyakinannya kemudian hidup dalam keraguraguan. Bahkan, seorang pujangga kehilangan kewaspadaan. Mudah tergiur dengan janji-janji muluk dari para pemimpin negara. Alhasil, sang pujangga terseret ke dalam kedukaan dan penderitaan. Inilah yang disebut sebagai zaman serba ragu-ragu, sulit menentukan pilihan. Para ulama yang diharapkan memberi kesejukan dalam setiap tuturan dan tindakannya serta dapat memberikan pencerahan dari perilaku kesehariannya, justru beramai-ramai menjadi bawahan penguasa. Pada akhirnya katakata yang keluar dari lisan mereka bukannya menyejukkan tapi malah membuat sesak dan panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun