Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz 1 - Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristoteles

9 Oktober 2024   22:44 Diperbarui: 10 Oktober 2024   01:24 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles

Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Menjadi sarjana adalah sebuah pencapaian yang tidak hanya melibatkan penguasaan ilmu pengetahuan di bidang tertentu, tetapi juga membentuk karakter dan etika seseorang dalam menjalani kehidupan. Proses pendidikan tinggi mengajarkan mahasiswa/i untuk berpikir kritis, menganalisis berbagai masalah, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Hal lain yang menjadi sangat penting adalah menciptakan budaya kebahagiaan. Prinsip kebahagiaan tidak hanya berfokus pada pencapaian kesenangan dalam jangka pendek, tetapi juga pada pemenuhan nilai-nilai moral dan sosial yang mendasari tindakan kita.

Menjadi sarjana di era modern memanglah penuh tantangan. Di tengah derasnya arus teknologi, informasi, dan perkembangan zaman, seringkali kita bertanya-tanya: "Apa sebenarnya arti hidup yang baik?" salah satu pertanyaan klasik yang ternyata telah dijawab ribuan tahun lalu oleh seorang filsuf legendaris, Aristoteles. Hal ini sudah dibahas melalui konsep Eudaimonia---atau lebih dikenal dengan kebahagiaan sejati.

Apa sih sarjana itu?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarjana adalah gelar strata satu yang dicapai oleh seseorang yang telah menamatkan pendidikan tingkat terakhir di perguruan tinggi.

Gelar sarjana bukan sekedar gelar akademis. Mereka yang menjadi sarjana adalah pengubah permainan di dunia yang terus mengalami perubahan. Di era informasi ini, seorang sarjana adalah seseorang yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Hal inilah sarjana bertindak sebagai jembatan antara teori dan praktik dan menjawab tantangan zaman dengan kreativitas dan keberanian.

Secara simpelnya, menjadi sarjana itu ibarat melakukan upgrade level di dalam game kehidupan. Ketika kita berhasil meraih gelar sarjana, itu berarti kita telah melewati berbagai tantangan yang penuh rintangan, baik dalam hal akademis maupun kehidupan sehari-hari. Proses belajar yang panjang dan penuh usaha tersebut memberikan kita pengetahuan dan pengalaman baru yang sangat berharga. Jadi, sarjana Bukan sekedar ijazah doang, tapi tiket buat ngejar mimpi kita lebih jauh!

Mengapa Di Era Saat ini Menjadi Sarjana Itu Sangat Penting?

Di era saat ini, menjadi sarjana itu lebih penting daripada era sebelumnya. Kita hidup di dunia yang serba cepat dan kompetitif, di mana pendidikan tinggi sering kali menjadi tiket untuk membuka banyak kesempatan. Gelar sarjana bukan hanya sekadar simbol prestise (status sosial), tetapi juga membekali kita dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah.

Di tengah perkembangan teknologi dan inovasi yang pesat, memiliki pendidikan yang memadai menjadi keunggulan tersendiri. Selain itu, pengalaman kuliah juga membantu kita mengembangkan jaringan yang luas, yang sangat berharga di dunia profesional. Jadi, jika kita ingin bersaing dan mencapai impian di masa depan, pendidikan tinggi adalah langkah penting yang tidak boleh kita lewatkan!

Jadi dengan gelar sarjana yang kita miliki, kita tidak hanya mendapatkan selembar ijazah, tetapi juga sebuah tiket untuk menjelajahi dunia yang lebih luas dengan berbagai keterampilan baru yang telah kita pelajari. Gelar ini membuka banyak pintu kesempatan, baik dalam dunia kerja maupun dalam mengejar impian kita. Ini adalah modal yang sangat berharga untuk berkompetisi di dunia yang semakin kompleks dan kompetitif.

 

Apa Itu Etika Kebahagiaan Menurut Aristoteles?

Apakah kita semua mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan ini? Tentunya, semua manusia yang hidup di bumi ini memiliki pencapaian atau tujuan hidup yang berbeda. Salah satu contoh tujuan hidup yang simpel adalah ingin merasakan kebahagiaan dalam hal apapun. Tetapi, apakah semua manusia di bumi ini merasakan kebahagiaan?

Sebelumnya kita harus memahami terlebih dahulu, apa kebahagiaan itu? Banyak orang berpikir kebahagiaan adalah sesuatu kondisi emosional yang sering dihubungkan dengan perasaan positif. Terkadang beberapa orang berpikir suatu kebahagiaan sering dikaitkan dengan hal yang memiliki tujuan hidup yang jelas dan merasa bahwa hidup memiliki makna. Lalu, apa sih sebenarnya kebahagiaan itu?

Menurut Aristoteles, semua manusia berusaha untuk mencapai eudaimonia. "Eudaimonia adalah sesuatu yang bersifat final dan self-sufficient (tidak ada tujuan lain selainnya) dan merupakan akhir dari tindakan" (Niconachean Ethics: 11). "Eudaimonia" adalah istilah Yunani yang diterjamahkan secara harfiah dengan "memiliki spirit yang baik".

Kebahagiaan dalam bahasa Yunani di kenal dengan istilah eudaimonia yang memiliki arti kebahagiaan. Kata ini terdiri dari dua suku kata "eu" ("baik", "bagus") dan "daimon" ("roh, dewa, kekuatan batin"). Bagi bangsa Yunani, eudoimonia berarti sebuah kesempurnaan atau mempunyai jiwa yang baik.

Aristoteles mengemukakan bahwa kebaikan tertinggi yang harus dimiliki manusia adalah eudaimonia. Hal ini karena Ketika seseorang mengejar semua tujuan-tujuannya seperti uang, jabatan, kehormatan, dll, maka setelah itu ada ada lagi tujuan lain yang ingin dicapai. Implementasi diri versi Aristoteles adalah mencapai eudaimonia yang dimana wujud dari potensi manusia yang tertinggi, seperti berpikir atau refleksi.

Eudaimonia bukan kebahagiaan dalam arti sempit, tetapi tumbuh dan berkembang bersama kebaikan. Jika eudaimonia diartikan kebahagiaan, berarti kebahagiaan dalam pengertian yang seluas-luasnya. Eudaimonia tidak hanya mengacu pada kondisi mental euphoria ataupun rasa senang.

Aristoteles mengemukakan dua hal terkait kebahagiaan sebagai autarkes. Pertama, kebahagiaan dikategorikan sebagai sesuatu yang mencukupi dirinya sendiri karena kebahagiaan pada hakekatnya menjadikan hidup itu sangat diinginkan. Hidup Bahagia bagi semua orang sangat didambakan. Kedua, kebahagiaan sudah merupakan suatu hal yang layak dipilih.

Konsep Aristoteles tentang kebahagiaan, bukanlah kebahagiaan yang bersifat egois yang terfokus pada apa yang dapat membantu dalam pencapaian kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Konsep kebahagiaan Aristoteles juga membahas tentang adanya kebahagiaan di luar dirinya yang dapat menyebabkan dirinya menjadi Bahagia.

Manusia tidak berkembang dengan memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri, melainkan dengan membuka diri terhadap orang lain. Manusia tidak mencapai kebahagiaan dan keluhurannya dengan ingin memiliki sesuatu, melainkan dengan mengerahkan diri pada usaha bersama.

Etika Aristoteles bukan etika egois yang mengajarkan agar manusia mengusahakan apa yang paling penting bagi dirinya sendiri, melainkan juga manusia justru mencapai pusat eksistensinya dalam keterlibatan secara seksama.

 

Mengapa Sarjana Harus Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristoteles?

Kenapa sih, jadi sarjana nggak cukup cuma punya gelar doang? menjadi seorang sarjana keren itu bukan cuma soal lulus kuliah, tapi juga ngerti gimana cara hidup bahagia, kayak yang Aristoteles bilang! Menurut filosofi dia, kebahagiaan sejati itu nggak datang dari harta atau status, tapi dari hidup yang bermakna dan beretika. 

Sarjana masa kini memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan dan menghidupkan kembali etika kebahagiaan ala Aristoteles karena dunia sudah berkembang secara modern, dengan segala kemajuan teknologi dan sosialnya, masih memerlukan prinsip-prinsip moral yang mendalam dan universal.

 Aristoteles mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati atau eudaimonia, bukan hanya soal kenikmatan sesaat, melainkan tentang pencapaian potensi tertinggi sebagai manusia, melalui kebaikan, kebijaksanaan, dan keseimbangan dalam kehidupan.

Dalam konteks ini, para sarjana berperan penting untuk menggali kembali nilai-nilai kebijaksanaan pada era Aristoteles dan menerapkannya pada tantangan modern. Etika kebahagiaan Aristoteles memberikan landasan filosofis yang memungkinkan manusia untuk hidup secara harmonis dan bertanggung jawab, tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap komunitas global.

Ketika dunia menghadapi berbagai krisis dari perubahan iklim hingga ketimpangan sosial sarjana memiliki peluang untuk menyumbangkan pemikiran yang menghubungkan kebajikan moral dengan kebahagiaan pribadi, sehingga membentuk fondasi untuk kehidupan yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Dalam hal ini para sarjana dapat menawarkan cara pandang baru yang tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga praktis dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebahagiaan tidak lagi hanya menjadi tujuan individual, tetapi sebuah visi kolektif untuk masyarakat yang lebih baik.

Dalam konteks pendidikan, para sarjana dapat menginspirasi generasi muda untuk mencari makna dan tujuan hidup yang lebih dalam, bukan sekadar kesuksesan yang bersifat sementara. Dengan menanamkan etika kebahagiaan Aristoteles, sarjana berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan karakter dan moral, sehingga tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya akan empati dan kebijaksanaan.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Aristoteles, sarjana dapat menjadi teladan bagi generasi mendatang, menunjukkan bahwa kebahagiaan yang hakiki berasal dari tindakan yang baik dan bertanggung jawab. Mari kita jadikan etika ini sebagai fondasi untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti dan bahagia.

Bagaimana Langkah Sarjana Untuk Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristoteles?

Ingin jadi sarjana yang tidak cuma sukses, tapi juga bahagia ala Aristoteles! caranya bagaimana? mudah sekali, dari mulai menanamkan nilai-nilai positif dalam setiap tindakan hingga menemukan passion yang bikin kita sebagai calon sarjana berbinar, semua hal ini bisa menjadi bagian dari bekal perjalanan kehidupan kita. Jadi, siap-siap untuk jadi sarjana yang bukan hanya cerdas secara akademis, tapi juga bijak dalam menjalani hidup! Berikut ini langkah-langkah yang harus seorang sarjana lakukan untuk menciptakan etika kebahagiaan menurut Aristoteles:

  • Memahami Lebih Mendalam tentang Filsafat Aristoteles - Salah satu cara yang efektif untuk mencapai pemahaman ini adalah dengan mempelajari karya-karya utama Aristoteles, terutama Nicomachean Ethics, yang dianggap sebagai salah satu teks paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran moral dan etika. Pendekatan yang lebih mendalam terhadap filsafat Aristoteles tidak hanya akan memperkaya pemahaman teoritis para sarjana tentang konsep-konsep kunci seperti kebahagiaan dan kebajikan, tetapi juga membantu mereka mengaitkan pemikiran ini dengan masalah-masalah etika yang relevan di masa kini.

  • Pengembangan Kebaikan Moral dan Intelektual -Para sarjana memiliki tanggung jawab yang signifikan dalam mendorong pengembangan kebaikan moral, seperti keadilan, keberanian, dan kebijaksanaan, tidak hanya dalam konteks akademis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Kebaikan-kebaikan ini membentuk landasan penting bagi pembangunan karakter yang kuat dan etika yang tangguh, yang sangat diperlukan dalam masyarakat modern. Selain itu, untuk memperkaya kebaikan intelektual, para sarjana harus mengikuti pelatihan dan kegiatan yang merangsang pemikiran kritis, kemampuan analisis, dan refleksi mendalam. Pendidikan yang komprehensif harus mencakup aspek-aspek ini, karena mereka berperan penting dalam pengembangan intelektual yang matang dan bertanggung jawab.

  • Menerapkan Prinsip Keseimbangan - Belajar memahami konsep "jalan tengah" atau the golden mean dalam pengambilan keputusan adalah salah satu keterampilan penting yang perlu dikuasai oleh setiap individu, khususnya para sarjana. Konsep ini, yang sering dikaitkan dengan ajaran filsafat Aristoteles. Dengan kata lain, jalan tengah mengajarkan kita untuk tidak bertindak secara berlebihan atau kekurangan, melainkan selalu mencari titik moderasi yang paling sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

  • Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis - Mengembangkan kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pembentukan karakter intelektual seorang sarjana. Dalam konteks ini, para sarjana dituntut untuk tidak hanya menggunakan akal budi secara maksimal dalam menganalisis situasi, tetapi juga dalam melakukan penilaian moral yang mendalam dan objektif. Kemampuan berpikir kritis memungkinkan seorang sarjana untuk membedakan antara yang benar dan salah, serta mempertimbangkan implikasi etis dari setiap keputusan atau tindakan yang diambil, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks yang lebih luas seperti masyarakat dan dunia akademis.

  • Adaptasi terhadap Perubahan dan Tantangan - Penting bagi para sarjana untuk dipersiapkan secara mental dan emosional agar mampu menghadapi perubahan tersebut dengan sikap positif dan kebijaksanaan. Menghadapi tantangan tidak selalu mudah, tetapi dengan sikap yang tepat, sarjana dapat melihat setiap perubahan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh. Adaptasi bukan sekadar tentang bertahan dalam situasi sulit, melainkan juga tentang fleksibilitas dalam berpikir, kesediaan untuk menerima hal-hal baru, serta kemampuan untuk menyesuaikan diri tanpa kehilangan prinsip dasar yang dimiliki. Melalui pendidikan yang baik, sarjana dapat dibimbing untuk melihat tantangan sebagai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan kearifan, daripada sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari.

Dalam era yang serba praktis dan penuh tantangan ini, langkah sarjana untuk menciptakan etika kebahagiaan Aristoteles tak hanya sekadar teori, tetapi juga panggilan untuk aksi. Di tengah tekanan hidup yang sering mengabaikan keseimbangan, penting bagi kita untuk mengambil inspirasi dari pemikiran Aristoteles dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita wujudkan kebahagiaan bukan hanya sebagai tujuan, tetapi sebagai perjalanan yang penuh makna, di mana setiap langkah kita mendekatkan diri pada kebaikan dan kesadaran diri. Sebab, etika kebahagiaan bisa menjadi jembatan untuk menciptakan perubahan positif bukan hanya untuk diri kita, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, R. (2017). Filsafat Kebahagiaan (Plato, Aristoteles, Al-Ghazali, Al-Farabi). Sleman: Penerbit Deepublish.

Kapitan, A. (2023). Menimbang Kebahagiaan Bersama Aristoteles: Sebuah Tinjauan Filosofis. Jurnal Dekonstrukti, 29.

Mauludi, S. (2016). Aristoteles: Inspirasi dan Pencerahan untuk Hidup Lebih Bermakna. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Romanti. (2023, Juni 21). Jejak Sejarah di Balik Kata "Sarjana". Retrieved from Inspektoral Jenderal Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia: https://itjen.kemdikbud.go.id/web/jejak-sejarah-di-balik-kata-sarjana/

Suseno, F.-M. (2017). Menjadi Manusia: Belajar dari Aristoteles. Sleman: PT Kanisius.

 

Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles

Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles
Modul Pembelajaran Etika Kebahagiaan Aristoteles

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun