Mohon tunggu...
Indri
Indri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Nature

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keluarga Muslim, Belajarlah dari Keluarga Muhammad Al Fatih

14 Juni 2022   08:23 Diperbarui: 14 Juni 2022   08:46 4509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sultan Muhammad Al-Fatih adalah sang penakluk Konstantinopel. Beliau menjadi Sultan hebat yang disegani dunia dan berhasil mewujudkan kabar gembira Rosulullah SAW tentang penaklukan Konstantinopel yang belum mampu diwujudkan oleh para pendahulunya. Berkat keberhasilan penaklukan ini, membuat beliau mendapatkan predikat pemimpin terbaik saat usianya baru berjalan 24 tahun.

Rosulullah SAW bersabda "Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam, pemimpin yang menaklukkan adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada dibawah komandonya adalah sebaik-baiknya pasukan" Hadis Riwayat Ahmad.

Sultan Muhammad Al-Fatih lahir pada tahun 833 H atau 1429 M. Ayahnya adalah Sultan Murad II dan ibunya Huma Hatun, kakeknya adalah para Sultan Turki Usmani. Sultan Murad II adalah pemimpin cerdas dan shalih, pemimpin yang sangat dekat dengan para ulama dan kedekatan itu membuatnya bisa memilih guru yang tepat untuk pendidikan anaknya. 

Namun masalahnya, setiap guru yang datang kepada Al Fatih untuk mengajar ilmu dan keshalihan selalu ditertawakan, dilecehkan dan diabaikan. Sang ayah akhirnya mendapat satu nama guru yang tepat yaitu Syeikh Ahmad bin Ismail Al Kurani.

Ketika Syeikh Ahmad datang ke istana, Sultan Murad II  berkata kepadanya "Saya akan menyerahkan pendidikan anak saya kepadamu" sembari Sultan menyerahkan kayu kepada Syeikh Ahmad. Lalu Sultan melanjutkan perkataannya "Ajari anak saya ilmu, kalau dia tidak mau belajar maka pukul dia dengan kayu ini".

Al-Kurani segera pergi menemui Muhammad Al-Fatih dengan membawa kayu di tangannya, dia berkata ayahmu mengirimku kepadamu untuk mengajarimu, dia menyuruhku untuk memukulmu jika kamu tidak mau melaksanakan perintahku. Mendengar perkataan itu Sultan Muhammad Al-Fatih tertawa. Syiekh Ahmad pun memukulnya dengan sangat keras di majelis tersebut. Hal ini membuat Sultan Muhammad Al-Fatih takut kepadanya. Akhirnya dia berhasil menghatamkan hafalan Al Qur'an dalam waktu singkat.

Huma Hatun,  ibu Al-Fatih adalah seorang wanita yang shalihah, ibu yang istimewa, ibu yang fokus dalam mendidik anaknya, tidak bercabang perasaan dan hatinya, tidak bercabang akal logika dan kecerdasannya. Semua difokuskan untuk melahirkan orang besar, melahirkan pembuka Konstantinopel, melahirkan manusia yang nanti mendapatkan janji Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Ibu Sholihah Huma Hatun mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk mendidik Muhammad Al-Fatih. Setiap selesai shalat subuh, sang ibu membawa Muhammad Al-Fatih untuk berjalan keluar kemudian menunjukkan dari kejauhan benteng Konstantinopel yang megah itu, lalu Beliau berkata namamu adalah nama Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Nabi kita yang pernah mengatakan benteng itu pasti akan ditaklukkan dan kamu adalah penakluk nya.

Keberhasilan penaklukan kota Konstantinopel bukan hanya keberhasilan Muhammad Al-Fatih semata, tetapi juga keberhasilan orang tua dalam mendidik anak, keberhasilan masyarakat Islam sebagai pengontrol lingkungan, dan juga keberhasilan negara dalam membentuk generasi Rabbani.

Pada masa itu Islam telah memberikan tanggung jawab peran kepada keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu bersinergi dalam mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah ta'ala.

Masyarakat juga memiliki andil sebagai pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat terbiasa melakukan amar ma'ruf nahi mungkar kepada siapapun. 

Tak lupa peran negara sebagai ro'in atau pengurus dan junah atau pelindung bagi umat. Negara Islam memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan pada setiap anak. Inilah keberhasilan sistem Islam ketika diterapkan secara keseluruhan yang mampu mencetak generasi unggul dan mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun