Pengorbanan Ibu
Terkadang kita tidak dapat menghargai ibu karena kita seringkali melihat sisi cerewetnya, galaknya, pelitnya dan segala hal yang membuat kita lupa akan kebaikannya. Noktah hitam itu menutupi semua jasa yang telah ditorehkannya sehingga membuat kita abai dengan beliau. Hal ini terjadi kepadaku yang merasakan bahwa pengorbanan seorang ibu itu tak ternilai setelah mengalami sendiri berbagai peristiwa sebagai berikut:
- Kuliah
Faktor usia yang semakin dewasa mungkin memberi input besar ke dalam jiwa, menjadi semakin humanis dan sensitive. Terus terang sosok ibu sya adalah seorang yang tegas, cenderung galak dank eras dalam mendidik anaknya.Masih teringat betapa saat kecil saya seringkali menerima kemarahan baik secara fisik maupun verbal. Saya tumbuh menjadi seorang yang tidak begitu merasa dekat dengan ibu bahkan cenderung menjauhi dan merasa asing karena ketakutan. Tetapi setelah saya masuk bangku kuliah dan berada jauh dari ibu, saya merasakan ada yang hilang.Â
Kemarahannya dan semua aturan yang diterapkannya. Saya seringkali merasa rindu tetapi bingung untuk mengungkapkannya karena sejak kecil saya sulit mengekspresikan rasa sayang dengan ibu saya akibat ketegasana yang diterapkannya. Perlakuan ibu pun ternyata berubah seiring saya tumbuh. Beliau tidak lagi keras tetapi cenderung memanjakan dan menganggap saya lebih manusiawi dan sebagai manusia dewasa. Dan saya pun semakin menyadari bahwa semua ketegasan dan kegalakan beliau adalah akibat beliau menjadi single parents sekian lama mendidik dan membesarkan anak-anaknya sendiri.Â
Saya ingat betapa ibu harus bekerja keras dan memutar otak untuk menghidupi anak-anaknya. Dari mulai menjadi sinden, peñata rias, penjahit dan lain sebagainya. Setelah kuliah, beliau harus berusaha mencari cara agar saya bisa memperoleh uang demi membayar kostan ataupun bayar uang semester dan lain-lain. Itupun baru saya renungi dan pahami setelah berada di bangku kuliah. Dengan gaji pas-pasan sebagia guru yang belum ada program sertifikasi, beliau mampu menghidupi tiga anak, membeli rumah, dan lain-lain.Â
Bahkan mampu menguliahkan aku dan kakakku sampai jenjang magister. Masih dapat kuingat betapa keterbatasan seringkali menghampiri, beras bagian yang bau, gaji yang hanya 20 ribu sebulan hingga tinggal di rumah dinas sekolah yang menyeramkan. Semuanya bisa beliau lewati dengan keberanian dan tanpa keluhan. Sungguh sangat berbeda denganku yang cenderung sering mengeluh dan tidak mensyukuri apa yang ada.
- Menikah
Tatkala lulus kuliah dan aku mengajukan opsi untuk menikah, ibuku langsung menyetujui dan membiayai biaya pernikahanku tanpa keluhan. Beliau beranggapan bahwa hidupku akan leih baik jika ada yang bertanggungjawab. Setelah kupikirkan, beliau sama sekali tidak mempermasalahkan adanya timbal balik dariku sebagaimana sebagian orang tua harapkan. Sama sekali beliau tidak meminta apapun.
- Melahirkan
Ini merupakan titik puncak dari kesadaranku akan perna penting seorang ibu. Melahirkan ternyata tidak mudah. Hamil pun begitu memmerlukan perjuangan. Uang, tenaga, waktu semuanya dikorbankan demi janin yang dikandung. Tatkala akan melahirkan ibu yang menunggui dan mencemaskan kondisi dan senantiasa siap sedia membantu baik moril dan materil.Â
Bahkan beliau rela meluangkan waktunya meski harus menempuh jarak yang jauh dengan kendaraan umum. Ketika akan melahirkan, beliau sudah menyiapkan segala keperluan, seperti baju bayi, box bayi, bak bayi dan lain sebgaainya. Ketika saat melahirkan tiba, beliau dengan berani memotivasi agar aku tidak takut, agar aku tidak menangis dan memberi segudang tips dan nasihat agar aku kuat dalam proses melahirkan yang sangat aku takuti.Â
Terus terang aku tidak sekuat beliau. Jauh sekali. Aku tidak seterampil beliau yang dapat melakukan apapu sendirian. Dari mulai memetulkan geneng bocor, mengecat tembok hingga menggunting rumput.
- Mengurus anak
Semua keraguan dan pertanyaan mengenai anak dapat segera teratas dengan berkonsultasi dengan ibu. Beliau dengan segudang pengalamannya bersedia dengan rela menjadi konsultan gratis. Dari mulai cara mengganti popok hinga mencari sekolah yang benar. Hal ini tentu saja tidak dapat tergantikan posisinya oleh siapa pun juga. Meskipun seringkali pendapatnya bertentangan tetapi sebagian besar maksudnya adalah demi kebaikan. Tentu saja ibu tidak akan bermaksud menjerumuskan anakya dan cucunya ke dalam keburukan.
Demikian adalah kilas balik perjalanan hidupku dalam memaknai arti seorang ibu. Peranku sebagai ibu saat ini memperkuat keyakinanku untuk lebih menyayangi ibu, terlepas dari apa pun. Keburukannya adalah setetes dari kebaikannya. Tiada artinya. Mari kita membalas semua kebaikannya semampu kita bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H