Heboh, teriakan bule-bule ! atau diikuti oleh anak-anak lain untuk berjabat tangan sangat berkesan sekali bagi kedua anak kami, kesan ramah, siap menolong, penuh humor benar-benar membuat kedua anak tersebut bangga akan teman-teman Indonesia yang baru.
Untuk standard pelajaran dibandingkan dengan Jerman, pelajaran dalam Bahasa Inggris, beberapa pokok pelajaran Matematik boleh dibilang cukup cepat untuk kelas 7 dan kelas 3 (oh ya ... karena pertimbangan penguasaan Bahasa Indonesia anak-anak, maka mereka harus turun kelas satu tahun).
Pelajaran Sejarah Indonesia sangat disukai dan menambah rasa kagum bagi putra kami. Untuk si bungsu yang suka berolah raga, diberi kesempatan untuk mengajari teman-temannya berdiri diatas kedua belah tangan, yang menurut anak-anak Indonesia cukup sulit dilakukan.
Pada hari pertama sekolah, putra saya langsung menangkap dan mempelajari bahasa Jakarta, contohnya: penggunaan kata “enggak” untuk “tidak”, “belon” dan bahasa prokem lainnya. Tradisi berbicara Bahasa Indonesia yang benar sudah tidak bisa saya tuntut lagi dan saya hanya bisa menjelaskan mana Bahasa Jakarta dan mana Bahasa Indonesia.
[caption id="attachment_157742" align="aligncenter" width="300" caption="Masa penyesuaian yang menyenangkan"]
Sekarang, dimana usia putra sulung 17 tahun, putri kedua 15 tahun dan si bungsu 13 tahun, Bahasa Indonesia menjadi benar-benar ilmu yang tak ternilai dan mereka mempergunakannya jika mereka ingin perbincangan mereka tidak dimengerti oleh teman-teman mereka yang berbangsa Jerman.
Dari pengalaman kami diatas, saya berharap semoga berguna bagi para pembaca dan tentunya jangan pernah menyerah untuk berbicara Bahasa Indonesia walaupun waktu dan tempat kurang mendukung ... semangat !
Image: Dokumen pribadi
Silahkan mengunjungi: (Model) Perpustakaan Rakyat di Jerman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H