Mohon tunggu...
Indriati See
Indriati See Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

WNI bermukim di Jerman

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gadis Penjual Korek Api

30 Desember 2010   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:13 2818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 20 Desember, saya menginjakkan kaki kembali di kota kelahiran tercinta; Jakarta.

Bau khas kota, lembabnya udara serta sengatan sang surya menyambut kedatangan saya.

Hm ... Jakartaku, kunjungan saya kali ini adalah; ingin merayakan Hari Natal bersama orang tua tercinta setelah sebelas tahun tidak menyempatkan diri untuk merayakannya bersama.

Tiba di rumah orang tua, melihat kamar tidur, lalu buku-buku bacaan yang lusuh ... membangkitkan kembali kenangan masa kanak-kanak yang  indah.

Bacaan yang paling saya sukai saat itu adalah buku kumpulan cerita dari Hans Christian Andersen, seorang penulis asal Danemark yang dilahirkan pada tanggal 02 April 1805 di Odense dan wafat pada tanggal 04 Agustus 1875.

Ada satu cerita yang sangat berkesan dan menyentuh menjelang tahun baru yaitu kisah "Gadis Penjual Korek Api"

Di usia sekolah dasar, setiap kali saya membaca cerita tentang gadis yang malang tsb, saya ikut sedih sampai  mengeluarkan air mata, saat itu saya tidak bisa membayangkan bagaimana dinginnya salju dalam keadaan lapar dan haus !

Untuk pertama kalinya di masa kuliah; kesempatan bermukim di negara empat musim, terutama di musim dingin dimana kita bisa menikmati salju, saya coba menginjak salju tanpa memakai alas kaki … brrr … saking dinginnya jantung ini rasanya berhenti berdetak.

Menurut saya; di abad ke 21 ini, „Gadis Penjual Korek Api“ identik dengan saudara-saudara kita yang masih hidup dalam kemiskinan, korban bencana alam, korban ketidakadilan dan berbagai kesengsaraan yang ada dimuka bumi ini.

Ayo ... kita simak kembali kisah si "Gadis Penjual Korek Api" tsb diatas:

Pada malam tahun baru, saat itu salju turun dengan lebatnya. Udara diluar rumah luar biasa dinginnya …  dingin yang sangat menusuk sampai ketulang-belulang.

Di malam yang dingin dan gelap gulita itu, seorang gadis kecil, berpakaian compang-camping, berjalan dengan kaki telanjang dan tanpa tutup kepala menembus malam sambil menjajakan korek api.

Ketika meninggalkan rumah, dia memakai sendal butut peninggalan ibundanya yang sudah tentu sangat kebesaran untuk ukuran kakinya yang mungil.

Saking besarnya ukuran sendal yang dipakai, dia kehilangan satu dari sendalnya ketika menyeberangi jalan dengan tergesa-gesa pada saat Kereta Kuda lewat dan memaksanya untuk bergegas menyingkir, dan yang satunya lagi, pikirnya: „bisa dipergunakan untuk ayunan bayi di kemudian hari karena ukurannya yang cukup besar!“.

Sekarang gadis yang malang tsb terpaksa harus melanjutkan perjalanannya tanpa alas kaki, menembus salju sampai kakinya berwarna kemerah-merahan, biru dan memar karena kedinginan.

Di tangannya tergenggam beberapa ikat korek api, dan beberapa ikat lagi di sakunya.

Seharian sudah dia menjajakan dagangannya, tetapi tak seorangpun mau membeli korek api dagangannya. Lapar dan haus yang luar biasa membuat badannya menggigil.

Butir-butir salju yang jatuh diatas rambutnya yang pirang dan ikal menambah cantik parasnya tetapi apalah artinya ? semua itu tidak diperdulikannya.

Rasa lapar dan haus sangatlah berat dirasakannya ditambah dengan udara dingin yang membuat lidah ini kelu … ah ... malangnya nasibku ! ... desahnya.

Dari jendela setiap rumah yang dilewatinya, tercium bau masakan...yang menambah rasa lapar semakin menjadi-jadi, ah…harumnya Angsa Bakar, makanan khas untuk menyambut tahun baru, juga lampu-lampu cantik yang berkelap-kelip menambah hangat dan semaraknya suasana dalam menyambut tahun yang akan datang.

Ya Tuhan ... alangkah bahagianya anak-anak yang berada di dalam rumah itu, terdengar suara mereka yang ceria, mereka bisa duduk dengan hangat sambil mendengarkan dongeng dari kakek atau nenek mereka di depan perapian, pikir si gadis kecil.

Semua pemandangan hangat dan bau harum masakan dari rumah-rumah yang dilewatinya itu menyeret pikiran si gadis kecil ke dunia khayalannya.

Kemudian di sudut gang kecil di antara dua rumah si gadis kecil terduduk, capai, lapar dan haus ditambah dengan rasa dingin yang luar biasa ... alangkah beratnya hidup ini … ah … seandainya … seandainya ...

Untuk menghangatkan dirinya, dia duduk meringkuk, mendekap kedua lutut yang terlipat erat-erat untuk menghangatkan badannya, tetapi rasa dingin yang luar biasa makin menjadi-jadi.

Meski menggigil kedinginan dan kelaparan, gadis kecil penjual korek api tak berani pulang kerumah, perasaan takut terhadap ayahnya karena tak seikatpun korek api terjual hari ini, tak sekepingpun ia punya untuk dibawa pulang pada ayahnya.

Ah, betapa marah ayahnya jika ia pulang dengan tangan kosong ... lagi pula, sudah lama perapian di rumahnya tak menyala dan menjanjikan kehangatan, "sama dinginnya di sana dan di sini", pikir si gadis kecil.

Tiba-tiba matanya tertumbuk pada ikatan korek api di genggaman tangannya. Ah, seandainya saya diperbolehkan untuk membakar korek api ini, pasti sangat menghangatkan tangan-tangan yang hampir membeku.

Akhirnya, tanpa ragu-ragu, diambilah sebatang korek api lalu digoreskan ke dinding rumah ... kratzz ! kratzz ! ... keluarlah api kecil yang bersinar terang dan hangat ... hangat sekali dirasakan oleh kedua telapak tangannya yang dingin, sinar cahayanya yang luar biasa membawanya seolah-olah berada didekat tungku yang menghangatkan seluruh tubuhnya, perlahan-lahan kakinya diluruskan, ah ... sinar hangat yang indah dan menyenangkan.

Tiba-tiba tungku tsb menghilang ketika batang korek api itu habis terbakar ... kemudian gadis kecil itu menyalakan lagi sebatang korek api ... kratzz ! ... kratzz ! ... kali ini api kecil yang hangat itu seolah-olah menembus dinding rumah dimana dia bersandar ... ah ... rupanya dibalik dinding ini sebuah rumah makan, dengan ruangan yang hangat, meja-meja yang tertata rapi, dihiasi dengan taplak meja putih nan indah dan diatasnya dilengkapi dengan piring-piring dan cangkir dari porselen.

Terlihat diatas meja, sepiring besar angsa bakar yang diisi dengan buah apel dan prem, tiba-tiba angsa bakar tsb terlempar dari piringnya lengkap dengan garpu dan pisau menuju kearah gadis kecil tsb yang sedang menahan air liur tetapi malang karena cahaya korek api padam dan yang tinggal hanya dinding rumah yang tebal dan dingin.

Dinyalakan lagi sebatang korek api kratzz ! ... kratzz ! ... kali ini yang terlihat sebatang pohon natal yang besar dan indah dihiasi dengan ratusan lampu yang berwarna-warni, pohon natal ini lebih besar dari pohon natal yang dia lihat di rumah seorang saudagar kaya melalui jendela kaca rumahnya.

Di pohon natal tsb tergantung gambar-gambar yang indah seperti yang terpajang di toko-toko.

Lampu-lampu yang menghias pohon natal tersebut makin lama makin naik keatas dan terlihat oleh gadis tsb sinar bintang yang sangat terang dan satu dari bintang-bintang yang bertebaran dilangit yang tinggi bergerak dengan cepat meninggalkan berkas cahaya yang indah seperti komet dan jatuh ke bumi.

”Seseorang meninggal dunia !” kata gadis kecil itu. Ketika neneknya masih hidup, beliau pernah berkata: ”Kalau ada bintang jatuh, pertanda ada seseorang yang meninggal dan pergi menuju ke kerajaan Allah !”

Dinyalakan lagi sebatang korek api kratzz ! ... kratzz ! ... terlihat lingkaran sinar cahaya mengelilingi tubuh neneknya yang dengan tersenyum memandang kearah gadis kecil tsb.

”Nenek !” panggilnya, ”ajak saya pergi bersamamu !”, saya tahu nenek akan menghilang apabila api ini padam, seperti tungku api, angsa bakar dan juga pohon natal ... cepat-cepat dia menyalakan lagi sisa-sisa korek api agar bisa  menahan nenek tercinta untuk tetap bersamanya.

Api yang dipancarkan dari sinar korek api tsb sangat terang seperti sinar disiang hari, indah sekali dan terlihat nenek tercinta sangat besar sekali dan merangkul gadis kecil tersebut erat-erat dan mengangkatnya keatas dimana tidak ada lagi dingin, lapar, haus dan takut, tempat dimana kerajaan Allah berada.

Keesokan harinya, di pagi yang dingin, terduduk gadis kecil tersebut dengan pipi yang merah, tersenyum, dalam keadaan meninggal beku pada hari terakhir di penghujung tahun.

Di tahun baru, ditemukan gadis yang malang tersebut meninggal dengan korek api yang semuanya habis terbakar.

”Dia ingin menghangatkan tubuhnya” kata seorang pejalan kaki. Tak seorangpun yang tahu sesuatu yang indah, yang telah dilihat oleh gadis kecil tsb, yaitu perjalanan yang menyenangkan dan terindah bersama nenek tercinta di tahun yang baru ini.

Semoga renungan tsb diatas dapat menggugah hati kita semua untuk membantu sesama saudara kita yang sedang ditimpa kemalangan dimana saja kita berada.

Dengan suka cita, saya ucapkan "Selamat Tahun Baru 2011, semoga di tahun yang baru ini, kita semua diberi kesehatan, kesuksesan dan kebahagiaan dariNya ... Amin".

Salam Kompasiana.

Rawamangun, 30 Desember 2010

Image: 1, 2, 3,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun