Menghirup udara bersih
Memandangi langit biru cerah
Mengagumi rimbun teduhnya pepohonan hijau
Menikmati kicauan burung-burung memecah lamunan pejalan
Menghampiri lelaki tua penyapu jalan yang ramah
Sementara Sang waktu terus berjalan ...
Sudah satu tahun lamanya aku tidak mengunjungi kawasan ini, jantung kota Jakarta ibukota negara.
Dulu di sini adalah ruang gerakku, pusat kegiatan profesi dan rekreasi personalku.
Kemarin adalah momen berharga, aku berjalan menyusuri hutan kota, ya, Hutan Kota GBK, begitu tertulis di peta.
Menurutku setiap kawasan perlu memiliki hutan kota sendiri. Semua butuh udara bersih, oksigen yang menyehatkan paru-paru, sumber kehidupan semua makhluk hidup.
Kita semua wajib memiliki kesadaran mengapresiasinya, dengan menjaga kelestariannya. Kita juga menghargai petugas kebersihan dan taman. Apakah mereka sudah sejahtera dengan pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaannya?
Tentu hidup yang mendasar adalah bagaimana agar kita bisa tetap bertahan, mampu menghadapi tantangan, melewati kendala yang merintangi kelangsungan perjalanan.
Bagi sementara orang, mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah sangat berat terasa. Ah! Aku sudah tersesat, Hutan Kota ini pintu gerbangnya digembok! Aku hanya numpang lewat mencari jalan pintas ke halte bus Trans-Jakarta. Trotoar ini menjebakku, sungguh.
Sang lelaki kurus dengan sapu lidi yang besar, tidak sengaja menyapu kakiku. Â Senyumnya cuma-cuma, pun petunjuk arahnya kepadaku.
"Ibu naik lift itu saja, dipencet, buka, langsung ke atas jembatan menuju halte Trans-Jakarta," katanya.
Penyapu jalan dan senyum tulusnya meninggalkan kesan mendalam bagiku.
Indria Salim - 24 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H