Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hiruk Pikuk

25 Februari 2021   17:34 Diperbarui: 26 Februari 2021   09:36 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekawanan burung berkicau di atas atap rumahku.
Mereka juga bercerericit di tempat jemuran lantai atas.
Dari jarak 15 meter, pohon kenanga terguncang-guncang oleh sekawanan burung berbeda jenis, datang, pergi, hinggap, dan pindah ke atap rumah tetangga.

Hanya perlu satu detik, burung itu melesat dan hinggap di pohon besar di seberang rumah.

<iframe src="//www.youtube.com/embed/2TvmyDreh08" allowfullscreen="" width="506" height="285" frameborder="0"></iframe>


Soal kecepatan bergerak, aku teringat berbagai makhluk ciptaan-Nya yang juga menakjubkan -- contohnya cicak, kumbang, kupu-kupu, ikan, bahkan tikus dan kucing.
Sudah, itu saja yang bisa kusebutkan. Aku tidak berani menyebutkan spesies lainnya, hiii -- geli dan fobia.

Hari ini burung-burung liar itu semakin ramai memenuhi atmosfir sekitar rumah. Pengetahuanku tentang spesies unggas ini jelas nol besar.

Selama ini aku mengira bahwa burung ramai reriungan saat musim panas. Rupanya aku keliru.

Bulan Februari hujan dan angin besar setiap hari, setidaknya itu di kawasanku. Banjir pun ada di mana-mana beberapa hari sebelumnya.

Aku berdoa dan berharap, semua aman, hujan tanpa menyebabkan banjir, hujan tanpa diiringi angin ribut yang menumbangkan pohon-pohon tua, menerbangkan atap tua berbahan asbes atau fiber glass, bukan tanpa berondongan petir yang mengancam keselamatan para pengendara motor, atau sesiapa yang sedang di area terbuka.

Lantas, hiruk pikuknya di mana?
Ada banyak. Penghuni rumah di seberang jalan kemarin meminta maaf bila sampai tukang bangunan mengganggu ketenangan.

Pasalnya, tetanggaku ini terpaksa mendadak harus memperbaiki atapnya tang keropos dimakan rayap.

Tetangga di sebelahnya yang memberitahukan soal bagian atap yang jatuh karena keropos ini. Yah, hal tak terduga selalu ada saja.

Aku sendiri sedang kesal tersebab kucing dan tiga ekor anaknya yang sudah satu minggu ini menjadikan genteng dan atap carport sebagai tempat tinggal, bermain, berantem, dan latihan lompat-lompatan.

Suaranya dari bawah memecah konsentrasiku bekerja, membangunkan tidur malamku bahkan ketika sedang mulai memasuki tahap REM (Rapid Eye Movement).

Apakah REM itu? "REM adalah kondisi normal dari tidur yang ditandai dengan gerakan cepat dan acak dari mata."
Itu menurut temuan hasil riset oleh Nathaniel Kleitman dan muridnya Eugene Aserinsky pada tahun 1953.

Intinya, tidurku kacau gara-gara tempatku jadi langganan kucing beranak dan kucing membesarkan anak. Ini menjengkelkan sekaligus melelahkan. Ah, cerita kronologisnya tak akan selesai kutulis dalam sepuluh episode cerita bersambung.

Soal kucing ini bagiku agak rumit. Ada peliharaan tetangga, namun dilepaskan saat musim birahi, bunting, sampai melahirkan anak.
Menurutku itu bukanlah cara bertanggung jawab, terlebih bila Sang pemilik piaraan mengaku sebagai penyayang hewan, dalam hal ini kucing.

Kucing dalam satu tahun siklusnya bisa meramaikan tiga kali musim kawin, punya anak setidaknya dua kali setahun.

Kebetulan saya yang terdampak langsung oleh orang egois, serasa melakukan adopsi kucing hingga jumlah piaraan sampai sepuluh ekor. Bawaannya gaduh terus setiap hari, terlebih saat musim kawin.

<iframe src="//www.youtube.com/embed/mVKy65spREc" allowfullscreen="" width="506" height="285" frameborder="0"></iframe>Peraturan kawasan, pemilik seyogyanya tidak meliarkan piaraannya. Ini yang dilakukan sebaliknya, kawin di halaman dan genteng tetangga, melahirkan dan ngendon sampai tiga minggu di dalam plafon rumah saya. Begitu anak sudah bisa jalan dan lompat-lompat, tidak tampak ada yang melakukan adopsi kucing.

Keluarga besar kucing yang pernah gaduh di gentengku | Dokpri
Keluarga besar kucing yang pernah gaduh di gentengku | Dokpri
Mereka berkeliaran cari makan dari tong sampah. Padahal tidak semua asalnya kucing liar, tapi setiap beranak seringnya dibiarkan berkeliaran dan bertahan tergantung seleksi alam.

Lingkaran pertemanan penyayang binatang yang kukenal rata-rata melakukan sterilisasi kucing saat dewasa. Ini justru demi kesejahteraan kucing itu, alih-alih membiarkan piaraan beranak pinak, tapi lepas tangan saat mereka dalam masa gaduh.

Oh, ada berisik bentuk lain. Apalagi kalau bukan kebisingan khas media sosial? Nah, kau pasti tahulah soal ini.

Makanya, aku menepi sejenak, menenangkan diri membagi curcolanku kepadamu. Oke, My Diary?


Indria Salim - 25 Feb. 2021

*) Saya bukan pembenci hewan piaraan. Namun saya tidak ingin memelihara juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun