Sebenarnya anak-anak Indonesia itu memiliki kemampuan, Â daya imajinasi dan kreativitas yang hebat. Inilah potensi generasi penerus bangsa yang harus dikembangkan, agar mereka menjadi inovator masa depan yang tangguh dan sukses bersaing secara global.Â
Proaktif, preventif, dan pemanfaatan gizi demi perhatian kita terhadap remaja (usia 10-19 tahun). Hal ini disampaikan sebagai pesan utama oleh Drg. Kartini Rustandi, M.Kes.
Remaja putri pada khususnya adalah calon ibu di masa mendatang. Faktanya, tercatat seperempat (satu dari empat) remaja alami stunting, satu dari tujuh remaja alami masalah berat badan.
Sementara itu, 26% keluarga usia 5-14 tahun, dan 32% keluarga usia 5-14 tahun mengidap anemia.
Penyebabnya, pemenuhan gizi yang tidak tercapai dan ini berkaitan dengan gaya hidup yang tidak menunjang kesehatan, hal yang perlu diubah.
Drg. Kartini menyatakan bahwa Kemenkes terus melakukan usaha peningkatan perbaikan gizi, dan ini juga melalui kerjasama dengan sektor pendidikan lain, membagikan tablet suplemen tambah darah, pembekalan pengetahuan tentang sistem reproduksi pada remaja.
Ditengarai bahwa kunci sukses program ini antara lain, integrasi lintas sektor, melalui edukasi.
Ini saatnya melakukan edukasi kepada remaja agar mereka punya kesadaran pentingnya kebiasaan pola hidup sehat.
Dengan demikian diharapkan bahwa remaja sehat dan produktif, ada penurunan kasus infeksi beragam penyakit, dan sebaliknya imunitas remaja meningkat.
Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo mengatakan persoalan stunting menjadi bagian fokus Danone. Pasalnya, penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, hingga mengakibatkan produktivitas yang rendah saat dewasa.
Selain itu, tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang bisa berdampak pada kerugian ekonomi.
Di Indonesia, stunting menjadi salah satu masalah nasional yang perlu penanganan serius. Tercatat sebanyak 30 persen anak dan remaja mengidap anemia. Hal ini menjadi mengkhawatirkan apabila pada tahun 2030 mendatang, ketika Indonesia mendapat bonus demografi, mereka yang berusia produktif justru kekurangan gizi kronis.