Bagaimanapun, optimisme sambil melakukan usaha itu lebih baik. Lalu aku teringat permainan dengan teman kantorku dulu saat istirahat makan siang.
Temanku menantangku untuk membuat goresan pensil tanpa warna ke tembok. Setiap goresan yang kubuat ditandainya dengan penanda berperekat 3M Scotch agar terlacak, tanpa harus mengotori dinding. Dia memberiku 3 kali kesempatan. Lalu pada goresan yang lokasinya tertinggi, dia menertawaiku.
"Puas? Segitu doang?"
"Sudah maksimal," jawabku pasti.
"Masa' sih?" temanku menggugat.
'Kan lihat sendiri aku sudah melonjak sekuat tenaga," kilahku.
'Mau kukasih kesempatan sekali lagi?" dia mengerling.
Sambil tertawa, dalam hati aku jadi penasaran sendiri. Aku diam, memandangi tanda tertinggi hasil lonjakanku untuk membuat goresan di dinding. Lalu  aku berusaha lebih fokus, dan menghimpun kekuatan, dan satu, dua, tiga -- aku meloncat dan menarik lenganku ke atas sekuat tenaga dan menggoreskan tanda dengan pucuk pensil transparan itu. Temenku mengawasi dengan cermat, lalu menempelkan penanda berperekat 3M pada titik raihan terakhirku. Takjub sendiri, hasilnya jauh melebihi ketinggian ketiga goresan yang kubuat sebelumnya.Â
Kesimpulannya: jangan pernah membatasi kemampuan diri, karena kita mungkin tidak menyadari bahwa sebetulnya potensi diri yang tersembunyi, jauh melebihi anggapan kita.Â
Berikan kesempatan untuk berkembang. Jangan enggan berkeringat dan sejenak ngos-ngosan. Seringnya "comfort zone" (wilayah atau kondisi kenyamanan kita) justru berubah menjadi pasungan mental. Ah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H