Bekerja itu mulia. Mengumpulkan rezeki sambil mengembangkan diri dengan penuh semangat dan dedikasi, itu idaman.
Tahukah apa modal utama untuk bisa merealisasikan itu? Kesehatan! Ya, sehat itu aset, ini serius.
Dulu di kantor ada seorang teman yang dua tahun menjelang pensiun, malah bolak-balik opname dan akhirnya terdiagnose mengidap kanker usus stadium 3A.
Satu tahun menjelang pensiun, dia menjalani operasi pemotongan usus di rumah sakit swasta. Semua biaya opname, operasi, dan rawat jalan dicover oleh asuransi yang dibayar kantor kami. Namun sakitnya datang kembali justru setelah dia pensiun.
Singkat cerita, saat itu teman tsb. rupanya tidak memiliki apapun yang memberikan jaminan kesehatan. Tentu saja uang pensiun habis buat biaya perawatan, rumah akhirnya harus dijual buat menutup hutang karena biaya pengobatan yang sangat besar.
Kisah tragisnya menjadi peringatan bagi kami teman-teman kerjanya, termasuk saya.
 Saya pindah kantor untuk posisi dan penghasilan lebih baik. Kantor yang baru juga memberikan fasilitas jaminan kesehatan penuh.
Walau begitu, saya justru mulai tertarik untuk bekerja freelance, jadi saya juga harus memikirkan konsekuensi hilangnya fasilitas kantor yang selama ini saya dapatkan, yaitu jaminan perlindungan kesehatan melalui asuransi yang cakupannya sangat bagus dan lengkap, pun jangkauan akses rumah sakit dengan layanan penuh.
Maklum saja, beberapa kantor tempat saya bekerja, semua berorientasi standar global. Mengundurkan diri dari kantor karena merasa saatnya tepat, saya bersemangat dengan dunia baru kerja tanpa terikat rutinitas. Pintu rezeki menyambut hangat, sesuai harapan.
Satu tahun saya freelance, saya mendadak kena gejala bahu beku (frozen shoulder). Selain konsultasi dokter spesialis bedah dan tulang, selama delapan belas bulan saya menjalani terapi rehabilitasi di rumah sakit swasta dekat rumah.
Tidak cukup itu saja, saya juga menjalani pengobatan tusuk jarum di rumah sakit yang sama. Ternyata polis asuransi yang saya beli tidak bisa dimanfaatkan karena cakupannya hanya untuk penyakit kritis, pun hanya bila opname atau rawat inap.
Alhasil semua biaya rawat jalan, konsultasi medis dan rehabilitasi semua keluar dari dana tabungan saya. Sedihnya menyadari bahwa rencana menikmati "hidup dengan kebebasan finansial" setelah keluar dari kantor, seketika buyar. Tabungan hasil kerja beralih peruntukan.