Anjuran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam menyambut Hari Guru Nasional, seperti berikut ini.
"Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar;
Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas;
Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas;
Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri;
Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan."
Anjuran Mendikbud Nadiem Makarim agar para guru mulai melakukan perubahan dari hal kecil, lengkap dengan uraian singkatnya sudah kuterapkan saat dulu aku menjadi guru. Selain inisiatif individu guru, (pimpinan) kampus memberikan keleluasaan metode mengajar bagi para dosen.
Ada mahasiswa super minder dan terkesan "tersisihkan", kuajak ngobrol dari hati ke hati. Ternyata dia itu MBA saat SMA. Jadi dia kuliah meski punya anak batita di rumah. Orangtuanya mendampingi  pengasuhan bayinya.
Lalu kubikin model diskusi dari sebuah kasus terkait mata kuliahku. Kudorong teman-teman sekelasnya untuk melibatkan anak ini agar aktif berperan dalam diskusi. Nggak pakai lama, isolasi diri anak ini terurai. Rasa percaya diri dan keceriaannya tumbuh. Bahagia saat mengamati bahwa kelas ini semakin kompak.
Prinsipnya, siswa yang lebih "mampu" agar membimbing temannya, dan sebaliknya yang agak "lambat" agar lebih aktif dan itu kusarankan sebagai sinergi dalam kelas yang bersangkutan
Di kelas lain, walau perlu ekstra energi dan waktu pribadiku, aku menantang semua mahasiswa agar lebih banyak membaca buku di luar literatur wajib, latihan membuat dan membawakan presentasi atau public speaking, plus ajakan menulis esai. Semua kuapresiasi dan kuberi bimbingan detil perbaikan kesalahan telnis, masukan substansial, menunjukkan kekurangan maupun memberi pujian atas kelebihan tulisan mereka.
Meja kerja di rumah jadi penuh tumpukan kertas hasil penyerahan tugas nulis para mahasiswa. Melihat tulisan tangan mereka, bagaimana aku bisa tega menunda memeriksa pekerjaan atau karya mereka?
Penerapan cara didik yang bagiku juga bagian dari pembelajaran secara pribadi dan profesional ini rasanya tidak termuat bila ditulis di sini. Mengajar anak-anak? Aku pernah. Mengajar ABG? Seru. Mengajar orang dewasa buta huruf? Itu melatih kesabaranku. Mengajar karyawan? Kadang bikin gemes tapi OOT-nya atau pembahasan hal di luar subyek, mengajar kolega dan tetangga? menyenangkan dan banyak curcolan mereka juga.
Terharu dan bangga saat di sebuah acara, seorang perempuan muda cantik menghampiriku. "Masih ingat saya, Bu, mahasiswa Ibu."
Saat itu dia dikenalkan oleh bosnya kepadaku sebagai Asisten Manajer PR di hotel berbintang lima di Jakarta Utara. Tentu aku ingat, keaktifannya bertanya sewaktu di kelas dulu. Sebaliknya, akun Instagramku di-follow seseorang yang mengingatku sebagai mahasiswa. Ah, dia dulu sangat pemalu.Â
Dari status-statusnya, dia ibu muda dengan satu bayi cantik, ibu muda yang bersama-sama suaminya menjadi wirausahawan bidang kerajinan etnik.