Sekitar lima minggu lalu saya sempat masuk IGD. Mendadak diare dan muntah-muntah hebat, padahal seingat saya tidak makan dan minum aneh-aneh beberapa hari sebelumnya. Lalu dehidrasi hingga mulut nyaris nggak bisa dibuka buat berbicara.
Gangguan kesehatan itu terjadi sejak pukul 21.00 WIB, berlanjut sampai saya merasa perlu penanganan dokter, ke IGD dini hari pukul 02.00 WIB (hari berganti).
Jantung sempat dicek, puji Tuhan baik.
Selama satu minggu saya trauma kejadian berulang, maka saya sangat menjaga makanan dan libur minum kopi. Tiap ingin minum yang menyegarkan, saya bikin air hangat campur madu, no tea, no milk, no coffee, apalagi minuman bersoda.
Meskipun sebelumnya sudah lama saya memang nyaris enggak makan gorengan, menu makin saya jaga, termasuk makanan dengan cabe atau sambal, makanan bersantan, ya semacam itulah.Saya makin berhati-hati melakukan kegiatan di luar rumah, karena dua minggu terakhir ini menurut pengalaman saya, cuaca ekstrem panas, bahkan sampai malam pun tingkat kelembaban udara tinggi. Beberapa hari cek cuaca dari BMKG dan accuweather.com, valid bahwa suhu udara di Jabodetabek rata-rata 33 sampai 36 derajat Celcius.
Saya sendiri mengalami perubahan pola dan selera makan. Selama periode itu saya jarang makan nasi. Kalau lapar, saya memilih menu ringan dan yang cepat dikunyah. Kalau ada istilah "mager", saya merasakan fenomena "manyah" (malas mengunyah). Sup bening dan pasta atau roti hangat (panggang langsung makan) lebih menarik selera.
Lambat laun saya lebih suka air hangat rasa madu, jus jeruk peras dingin bikinan sendiri, coklat dingin racikan sendiri, atau coklat kotak yang dingin.
Ternyata, kondisi terkait cuaca panas ini dimanfaatkan oleh penebar hoaks yang memberitakan bahwa konsumsi minuman dingin pada saat cuaca panas bisa mengakibatkan pembuluh darah pecah!
Lalu setelah itu sumber pemberitaan mainstream memuat tajuk yang isinya klarifikasi hoaks. "Minum dingin saat cuaca panas berbahaya itu hoaks".
Apapun itu, yang penting kita memahami dan melakukan beberapa saran para pakar demi menjaga kesehatan dan daya tahan sebagai berikut ini:
- Minum cukup air putih.
- Memastikan kita cukup beristirahat dan tidur efektif.
- Menjaga kebersihan badan, makanan, tempat tinggal karena cuaca panas dan kering meningkatkan paparan debu. Saya di rumah harus menyapu teras tiga kali sehari, karena volume debu halus sangat menyolok.
- Jaga stabilitas suhu tubuh, bila dari paparan panas di luar, normalkan suhu tubuh terlebih dulu sebelum masuk ruangan berpendingin (AC). Akibat kurang memerhatikan ini, efeknya juga terjadi pada hari saya sebelum masuk IGD.
- Minum vitamin penunjang, yang meningkatkan stamina, misalnya Vit C, atau madu.
- Tetap menyempatkan diri berolahraga ringan dan teratur. Tetap beraktivitas dengan bijaksana.
Dengan memperhatikan tips di atas, mudah-mudahan kita terhindar dari efek berlebihan cuaca panas, dan ini mencegah kita dari fenomena heat stroke. Heat stroke ditandai dengan rasa haus berlebihan, fisik lelah dan lemah, sakit kepala, dan hal lainnya.
Kembali ke topik cuaca panas ekstrem, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan penyebabnya, yaitu posisi matahari yang lebih dekat dengan wilayah Selatan khatulistiwa.
Kondisi itu menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak, sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari.
Selain itu pantauan terkini menunjukkan bahwa atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa mengurangi panas terik matahari. Cuaca seperti ini diperkirakan masih akan terjadi pada beberapa hari ke depan.
Akhir kata, marilah kita tetap bersemangat, bergiat, dan mudah-mudahan sehat jiwa raga dan mental.
Salam Kompasiana :: Indria Salim ::
Ref.:
https://www.kompas.com/
bmkg.go.id
dan berbagai sumber lain
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H