"Di era sekarang, yang menang bukan lagi yang tepat atau pas (survival of the fittest), namun yang tercepat (survival of the fastest)," begitulah inti pesan pembuka yang disampaikan oleh Budiman Sudjatmiko -- Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia dalam event Big Questions Forum 4, yang dihelat oleh Inovator 4.0 Indonesia, di Jakarta pada tanggal 3 Agustus yang lalu. Forum ini mengangkat tema "Kemandirian Teknologi Revolusi Industri 4.0 -- kerjasama brain, community, dan financial power membangun daya saing Indonesia."
Klik Video iniÂ
Menurut Budiman Sudjatmiko yang adalah Anggota Komisi II DPR-RI 2014-2019 dari PDIP, kemandirian adalah satu individu, atau kelompok yang punya kehendak dan kemampuan bebas untuk memilih bekerjasama dengan pihak lain, pun kehendak untuk memilih tidak bekerjasama dengan pihak lainnya.
Merujuk pada bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia, dia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia di luar negeri banyak yang punya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan agar Indonesia menjadi yang tercepat. Masalahnya adalah bagaimana meyakinkan mereka pada saat kembali ke tanah air, ekosistem di dalam negeri memang sudah siap.Â
Sementara itu di dalam negeri, masyarakat yang menjadi bagian dari komunitas belum tentu banyak yang sudah memiliki kualifikasi tinggi di bidang yang mereka geluti. Untuk menjembatani hal ini, maka diperlukan semacam matchmaker untuk mempertemukan antara brain power, community power, dan financial power yang dimiliki oleh komunitas di kampung atau desa.
Brain Power sendiri terbagi dalam tiga varian, yaitu:
Yang pertama adalah mereka yang ingin membangun masyarakat cerdas -- terdiri dari pejabat pubilk , guru, wirausahawan sosial, dll. Yang kedua yaitu mereka yang ingin membuat alat yang bikin masyarakat cerdas -- antara lain misalnya ahli Artificial Intelligence (AI), pembuat mesin teknologi cepat, dan sebagainya. Yang ketiga adalah mereka yang ingin membuat masyarakat yang secara biologis cerdas atau sehat -- mereka itu misalnya para ahli neoroscience, ahli stem cell dan sebagainya.
Seluruh elemen brain power ini seharusnya bisa bertemu dalam titik keseimbangan. Katakanlah, ada negara yang inovasi teknologi biologinya bagus tapi tidak memiliki perangkat teknologi yang mencerdaskan, ini akan menjadi masalah.Â
Ada lagi negara yang demokratis, dengan masyarakatnya yang sehat untuk berkreativitas, sehat teknologinya namun cara berpikir tidak cerdas, apalagi bila punya pemimpin yang rasis, misalnya. Ini akan menimbulkan masalah juga bagi masyarakat dan bangsa yang bersangkutan.
Mumpung Indonesia belum jauh berjalan, matchmaker ini bisa mengawal di depan, bagaimana semua disatukan -- sebagai brain power. Di community power perlu ditingkatkan agar lebih qualified. Maka hal-hal inilah yang menjadi tema dari Big Questions Forum yang diadakan secara periodik..
Sebagai anggota legislatif yang mantan aktivis, Budiman terekam jejak kualitasnya sebagai figur yang selalu mengemukakan banyak gagasan inspiratif, penuh semangat membangun masyarakat Indonesia yang cerdas.Â
Penulis terkesan dengan penampilannya yang spontan, berpikir cepat, dan optimis. Mungkin itu sebabnya sebagian pihak berpendapat bahwa Budiman akan cocok menjadi salah satu menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf periode 2019-2024. Nah ini by the way saja, tapi kenapa tidak, ya?
Kembali ke laptop! Big Questions Forum menurut Budiman, memiliki harapan agar Forum ini akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang belum banyak diajukan dalam kesempatan lain di luar sana, pun dalam lingkup Forum sejauh ini.
"Jadi BQF akan mengangkat tema "aneh-aneh". Ini tentang His story atau your story, atau bahkan our story," demikian kata-kata kunci yang disampaikan Budiman.
Kenapa (pertanyaan-pertanyaan) ini penting?Â
Butuh mendefinisikan apa arti menjadi Indonesia, pun pemahaman tentang arti global citizen. Dalam Big Questions Forum (BQF), diharapkan ada gerakan untuk menciptakan adanya perbedaan satu sama lain, keunikan ataupun keunggulan yang menjadi kekuatan saling membangun.Â
Kehadiran brain power dan community power adalah misi dari BQF ini. Dengan demikian maka bisa diharapkan bahwa semua yang punya kapasitas bisa membicarakan dan mendiskusikan serta membagi pengetahuan tentang isu atau tema baru.
Selanjutnya Budiman mengambil contoh perbandingan bahwa jika Amerika Serikat membawa trend corporate-driven technopreneurship, sementara trend Cina adalah state- driven technopreneurship, dan keduanya bersaing ketat. Maka sangat mungkin bahwa Indonesia mengambil trend community- driven technopreneurship. Dasarnya yaitu bahwa komunitas di desa punya dana (uang), jejaring sosialnya ada, dan brain power-nya juga sedang dikonsolidasikan.
Sebagai catatan, pengertian community-driven technopreneurship adalah pendekatan pembangunan berbasis masyarakat yang dalam pelaksanaan kegiatannya berpedoman pada prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan peningkatan kapasitas lokal. Ini pemahaman Penulis yang mengambil rujukan dari World Bank.
Big Questions Forum 4(BQF4) menghadirkan pembicara teknologi Novel Cahyadi. Novel Cahyadi adalah Head of Indonesian Dubai Silicon Oasis Authority (DSOA); Co-Founder Gulfware -- orang Indonesia yang berkarya mengembangkan ekosistem taman teknologi, zona bebas terintegrasi.Â
Dia juga Anggota Grup Industri Inovator Indonesia 4.0. Dalam Forum ini Novel Cahyadi membagikan pengalaman terkait perannya di DSOA, bagaimana organisasi ini misinya adalah membangun empat pilar, yaitu: a smart city, an advanced technology hub, happiest people and a desired society.
Pembicara kedua adalah Ir. Adi Indrayanto, MSc. Ph.D, Kepala Pusat Mikroelektronik ITB, yang berjuang untuk teknologi ADM (komponen dalam negeri industri digital -- misalnya teknologi 5G). Narasumber ini adalah juga Dewan Pembina Inovator 4.0 Indonesia.
Pembicara ketiga, Angsoka Paundralingga Ph.D, Industry and Archipelagic Economist (Bank Indonesia) -- Ekonomi terkait Nusantara dan kepulauan, berbagi tentang hasil riset dan beberapa pemikiran baru di bidang itu. Disertasi Doktor Angsoka adalah tentang struktur industrialisasi, pemetaan kluster industri dari desa sampai negara.
Narasumber keempat yaitu Jamalul Izza, Ketua Umum (dua periode) Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI). APJI menaungi 2500 perusahaan yang berbasis informasi dan komunikasi, 500 di antaranya adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyelenggaraan internet dan telekomunikasi. Bicara teknologi komunikasi, bagaimana agar seimbang antara perspektif di luar negeri seperti apa, dari visi di Indonesia seperti apa, kenyataannya bagaimana, potensi secara riset dan aplikasi risetnya, dari industri APJI sendiri pergerakannya seperti apa, hal mana mengingat trending topiknya adalah 5G.
BQF sebelumnya, yaitu BQF 1, BQF2 dan BQF3 telah diadakan masing-masing di berbagai tempat berbeda -- Jakarta, Oxford (Inggris), dan Jakarta.
Sekjen Inovator 4.0, Tedy Tricahyono menyampaikan kata penutup di akhir acara, yang menggaris bawahi apa yang pada pembukaan BQF4 disampaikan oleh Ketum Inovator 4.0 Indonesia tentang Kemandirian Teknologi, "Kemandirian Teknologi adalah kemerdekaan, kebebasan individu, kelompok, masyarakat yang punya kemampuan untuk memilih "ya" atau "tidak" untuk kolaborasi dengan orang lain, dan tidak terisolir." Selain itu, Forum ini akan selalu menjadi kesempatan mengalihkan (ilmu) pengetahuan dari brain power kepada community power.Â
Demikian, Penulis beruntung mendapat kesempatan menghadiri kedua acara sarat asupan gizi otak, yang dibagikan oleh para pembicara berbobot, yang ahli di bidang masing-masing.
Salam Kompasiana. |Indria Salim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H