Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Netizen Ngudarasa

21 Juli 2019   16:40 Diperbarui: 21 Juli 2019   19:52 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sementara waktu ini beberapa berita kepergian sosok-sosok yang "seakan kukenal baik, atau terkait kekerabatan dng kawan baik" memberi kesan mendalam di benak. Sebut saja yang terakhir menyedot perhatian adalah wafatnya sastrawan dan wartawan senior Arswendo Atmowiloto, juga pejabat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, kebetulan dua yang tersebut ini meninggal karena kanker.

Semua akan meninggalkan dunia fana, tidak masalah cara dan sesiapa, pun amalannya.

Kalau sudah begitu, aku sering takjub dengan beberapa sosok yang kepergiannya mengingatkan banyak orang akan karya dan kebaikannya serta perjuangan maupun pengaruh yang inspiratif.

Mereka yang mendadak dipanggil-Nya, juga yang melewati perjuangan mengatasi penderitaan akibat penyakit yang menderanya.

Maka sampailah kita pada pertanyaan-pertanyaan yang mudah mengajukannya, namun tidak selalu mudah untuk menjawabnya. Selain karena cakupannya luas dan agak abstrak, belum tentu diri sendiripun siap dan berani memaknai jawabannya.

 Siapakah aku? Apa tujuan hidupku yang sesungguhnya? Bagaimana dengan mimpi-mimpi itu? Apa yang telah kulakukan?Sudahkah aku berguna bagi orang sekitarku? pun diri sendiri? Apakah aku akan setangguh mereka yang akhirnya tidak bisa mengelak dari akhir perjuangan menghadapi rasa sakit?

Dengan semua pemikiran itu, sungguh kasihan kita yang harus terus mengorbankan waktu dan energi demi memperjuangkan kebaikan bersama, khususnya untuk menyadarkan sosok punya otoritas namun tidak mengamalkan tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya sesuai jabatan ataupun sebutan khusus oleh pendukung yang "mengandalkannya" sebagai panutan.

Contoh melelahkan adalah mengamati kebijakan dan pola perilaku memimpin warga dki, atau tokoh yang disebut orang sebagai imam ageng tapi sendirinya justru perlu bantuan pemerintah yang dihinanya, kesrimpet oleh ulah sendiri yang kontradiktif dengan "ucapan-ucapan sakti"nya.  Nah, itu menyedihkan.

Kuberusaha memfilter aura negatif agar tidak mengkontaminasi benak, setiap kali melihat berita tentang pejabat atau sosok seperti itu.
Gitu deh sekilas pikiran warga netizen kali ini. |Indria Salim|

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun