Mengenal dan Menggaungkan Karya Komponis Legendaris Ismail Marzuki
Bila Anda ditanya, lebih familier dengan lagu "Selendang Sutra", "Melati di Tapal Batas", "Gugur Bunga", "Halo-halo Bandung", dan "Indonesia Pusaka", atau menyebutkan judul-judul lagu ciptaan Ismail Marzuki ? Penulis sendiri lebih hapal dengan lagu di atas, dan dapat menyanyikannya. Generasi milenial mungkin lain lagi jawabannya, pun faktor penyebabnya.
Ananda Sukarlan "Si Jenius Musik" menciptakan banyak karya musik yang sudah dimainkan oleh ratusan musisi internasional. Karya-karyanya yang membuat masyarakat dunia musik klasik internasional mengenal Indonesia karena sebagian besar mengambil dari musik Indonesia, dan menciptakannya menjadi musik klasik yang merupakan hal berbeda dari musik klasik yang sudh dikenal di negara asal usul komponis dunia, Wolfgang Amadeus Mozart di Salzburg (Austria), dan Ludwig van Beethoven di Jerman, serta negara lainnya, termasuk Korea.
Mengawali tahun baru 2019, tepatnya pada tanggal 13 Januari yang akan datang, Anada Sukarlan dan orkesnya akan menggelar Jakarta New Year's Concert, bertempat di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Bertemakan Millennial Marzukiana, konser ini melibatkan 5 pemusik milenial Indonesia terbaik, serta beberapa pemain luar negeri yang akan menjadi lead dari setiap bidang instrumen yaitu harpa, piano, biola. Konser juga menampilkan satu solois dan satu tenor.
Pencetus istilah Musik Sastra Indonesia ini menjelaskan ada beberapa tujuan dari penyelenggaraan Konser yang terinspirasi dari cinta klasik "Bing Crosby dari Kwitang" -- Ismail Marzuki, yaitu:
Mengusung musisi Indonesia terbaik kelahiran tahun 1990-an dalam penampilan orkes yang melodi-melodinya diambil dari karya-karya terkenal Ismail Marzuki, komponis yang menciptakan melodi terindah.
Di masa mendatang komposisi ini bukan hanya memakai instrumen tertentu tapi bisa beragam. Kita perlu tahu bahwa musik klasik Indonesia sudah sedemikian majunya dan musisinya adalah generasi milenial. Komposisi ini bisa dibawa ke luar negeri karena musik klasik itu adalah bahasa universal.
"Salah satu cita-cita saya adalah memperkenalkan karya-karya Ismail Marzuki ke ranah musik klasik internasional dengan cara membuat komposisi untuk orkes dan solois dari semua instrumen. Saat ini sudah tercipta Piano Concerto, Violin Concerto, dan bagian pertama dari Harp Concerto," ujar Ananda.
Di bawah ini salah satu karya serial "Rapsodia Nusantara No 1" oleh Ananda Sukarlan. Untuk apresiasi saja, karena komposisi seri ini tidak termasuk dalam konser 13 Januari yang akan datang.
Memenangkan Proxy War Secara PositifÂ
Dengan tujuan yang positif, Ananda Sukarlan merasa perlu melakukan berbagai jurus menghadapi global proxy war, antara lain dengan menciptakan musik yang ditulis (berupa partitur), dan itu bisa dibawa ke luar negeri. Dengan begitu, orkes dan pemain musik manapun di seluruh dunia diharapkan akan bisa membawakan komposisi Musik Sastra Indonesia atau musik klasik dengan melodi yang diambil dari karya-karya komponis Indonesia, atau dari kisah dan cerita tradisional Indonesia yang dipromosikan tidak harus oleh kita sendiri. Ada juga solois. Soloisnya juga bisa dari mereka, misalnya pianis, violinis dll. Â
Untuk ini mereka tahu latar belakang dan melodinya. Maka musisi internasional dapat mempromosikan Indonesia, contohnya komposisi serial "Rapsodia Nusantara" yang faktanya lebih banyak ditampilkan oleh pemain luar, karena virtuositasnya sangat internasional. Ibarat kopi, kita bukan menjual biji kopi mentah, namun menjual kopi yang sudah diproses dan diolah menjadi produk bermerek, dan itulah yang dikenal dunia sebagai brand dari Indonesia. Bandingkan kalau Indonesia mengekspor kopi mentah, diolah di luar, lalu kita mengimpor dan menjualnya di masyarakat sebagai brand luar negeri yang harganya menjadi berlipat lebih mahal.
Jessica Sudarta -- musisi termuda yang turut dalam konser "Millenial Marzukiana", mahasiswa Fakultas Musik di Baltimore. Contoh generasi milenial berbakat, berprestasi, suka berbagi ilmu dan cinta Indonesia pakai banget. Simak videonya di bawah ini.
Relevansi Milenial
Menurut Ananda, seharusnya tidak sulit mengenalkan musik karya komponis era sebelum generasi milenial lahir, karena era kini yang serba digital, banyak hal bisa diakses melalui sosial media, juga youtube. Selain itu, mereka yang di Indonesia tahu, nama Ismail Marzuki diabadikan dalam sebuah pusat kesenian, Taman Ismail Marzuki.Â
Meski begitu, rupanya banyak generasi milenial yang tidak tahu, atau belum tentu tahu dan ini termasuk mahasiswa musik di luar negeri. Dari sinilah sosok Ananda memperkenalkan karya Ismail Marzuki ke musisi milenial. "Masa' lebih banyak yang tahu musik  Beethoven, dan sebaliknya tidak tahu musik Ismail Marzuki," cetus Ananda.
Menariknya, dia berharap agar para milenial tidak bernasib sama dengannya, yang lama terdampar atau "kecantol" diluar negeri. Keinginannya, mendorong kaum milenial untuk bekerja di Indonesia, atau setidaknya bekerja untuk Indonesia. Masyarakat Indonesia sebaiknya tahu para musisi muda yang ternama dan berprestasi di dunia internasional.
Hal penting yang perlu ditekankan dalam relevansinya dengan generasi milenial, para pemusik milenial iti diharapkan suatu saat mereka selesai menimba ilmu di bidang musik di luar negeri, lalu mereka akan balik ke Indonesia, dan orang Indonesia mengenal mereka. Diakui Ananda, harapan dan usahanya bagi generasi milenial ini semacam balas dendam. Katakanlah, ini obsesi atau cara mengkompensasikan pengalaman Ananda yang lama tidak tinggal di Indonesia. Mudah-mudahan keinginan tercapai ya.
Suatu cinta dan cita seorang jenius Ananda Sukarlan, yaitu kelak di Indonesia ada tempat yang dikenal dunia karena merupakan tempat kelahiran seorang komponis besar Indonesia, dalam hal ini ya Ismail Marzuki. Asal kita tahu, Ananda yang tinggal selama sekitar dua puluh tahun di Spanyol itu memimpikan kemasyhuran kota di Indonesia seperti halnya Salzburg sebagai kota kelahiran Wolfgang Amadeus Mozart -- mendunia!Â
Di sana bahkan coklat pun bermerek Mozart. Padahal Salzburg itu kota kecil berpenduduk sekitar 100.000 orang saja. Selain kota kelahiran Mozart, Salzberg juga terkenal dengan lokasi shooting film "The Sound of Music".
Rendisi Anthony Hartono yang membuatnya berhasil menembus kompetisi di Eropa, Rapsodia Nusantara No. 10 karya Ananda Sukarlan.Â
Finna Kurniawati, Violinis
Lima Orang Musisi Milenial yang Mendukung Konser
Jessica Sidarta (Harpis, 19 tahun), musisi yang masih menempuh studi di salah satu universitas di Baltimore. Dia studi di Fakultas Musik yang berperingkat Top Ten di Amerika Serikat.
Finna Kurniawati (Violis), musisi berbakat lulusan dari Beijing Conservatory.
Anthony Hartono, pianis super keren yang berhasil menembus kancah Eropa karena membawakan komposisi "Rapsodia Nusantara nomor 10", yang oleh juri merupakan hal yang sungguh baru dan berbeda.
Mariska Setiawan (Solois) yang belajar di Salzburg.
Aryo Widhawan (Tenor) yang sudah banyak menorehkan prestasi nasional maupun internasional.
Selain itu, Ananda Sukarlan juga akan membawakan beberapa selingan lagu yang terinspirasi kisah klasik "Malin Kundang" , legenda dari Tanah Minang yang akan dinarasikan oleh Handry Satriago -- CEO dari General Electric (GE) Indonesia. Tidak cukup itu saja, ada juga cuplikan opera dari novel epik "Erstwhile" karya Rio Haminoto yang mengisahkan kisah cinta 700 tahun. Cinta, Cynn!
Dalam kesempatan konferensi pers tentang Jakarta New Year's Concert 2019 (18/XII/2018), yang dihadiri oleh Ananda Sukarlan, Nita Kartikasari (CEO dari Lumina Kaya Indonesia), Charles Bonar Sirait (Moderator), dan ibu Rachmi Aziah, puteri semata wayang komponis Ismail Marzuki yang wafat ketika ibu Rachmi berusia 8 tahun. Ibu Rachmi menyampaikan terima kasih kepada Ananda Sukarlan, dan berharap konser tersebut akan sukses.Â
Sebagai putrinya, dia mengaku paling menyukai lagu "Sampul Surat", yang mengisahkan cerita cinta tentang mantan pacar Ismail Marzuki. Mantan yang berkirim surat ke Ismail Marzuki yang sudah menikah dengan ibundanya bu Rachmi, mengirimkannya ke alamat ibunda. Saat dibuka, ternyata amplopnya kosong, hanya tertulis alamat saja. Suatu kisah unik di balik terciptanya sebuah lagu, ya.
Ibu Rachmi berharap bahwa Indonesia akan tetap sejahtera dan damai, sementara karya ayahanda Ismail Marzuki terangkat kembali. Beliau tidak keberatan bila lagu-lagu Ismail Marzuki ditampilkan diluar negeri bila itu demi kebaikan, asalkan semua dilaksanakan sesuai peraturan termasuk soal hak cipta.Â
"Semoga pemerintah juga memberi perhatian kepada ahli waris ayahanda Ismail Marzuki," ungkap putri Sang Maestro musik. Kini Ibu Rachmi yang tinggal di Depok memiliki sepuluh orang cucu.
Saat ditanya apa pesan Ismail Marzuki kepada keluarganya terkait karya dan musik, begini jawabannya, "Anak kita jangan sampai ada yang seperti saya, karena dunianya akan sudah lain lagi. Karena nanti jangkauan zaman sudah lain lagi. Yah, saya sendiri juga tidak sepenuhnya paham tentang pesan Bapak. Itu adalah yang disampaikan oleh Ibu saya."
Lumina Kaya Indonesia (Kaya.ID)
Berkolaborasi dengan Kaya.ID, Jakarta New Year's Concert membawa visi mempromosikan produk Indonesia agar dikenal secara global sebagai pemilik aset Indonesia. Itu sebabnya, Kaya.ID berani mengambil terobosan memasarkan musik klasik yang menampilkan karya musik komponis era sebelum kemerdekaan Indonesia.
Visi dari Nita Kartikasari (CEO, Lumina Kaya Indonesia) ini mendapatkan respon Ananda Sukarlan, yang jauh lebih baik dari ekspektasi "sekadar mengadakan konser". Nita memandang Ananda Sukarlan dan Ismail Marzuki adalah aset Indonesia, yang melahirkan lagu dan musik Indonesia terkenal, dan dimainkan di luar negeri sebagai milik Indonesia.
Ananda Sukarlan sangat terkenal, bervisi sama, mengusung musik Indonesia sebagai brand Indonesia agar semakin bisa go internasional. Ananda Sukarlan melihatnya sebagai momen untuk membawa musik sastra (klasik) Indonesia menjadi cara masyarakat global mengenal Indonesia.
Perlu diketahui bahwa Lumina Kaya Indonesia (Kaya.ID) adalah perusahaan yang baru dirintis pada tanggal 14 Februari 2018. Ini merupakan bisnis inkubator alih-alih promotor. Kaya.ID berfokus pada UMKM, mempertimbangkan bahwa Indonesia memiliki banyak harta karun tersembunyi (hidden treasures), yang berupa beragam produk -- dari musik, budaya dan sebagainya. Kolaborasi perusahaan ini dengan UMKM bertujuan menguatkan branding mereka agar semakin besar.
Pun halnya dengan musik, maka konser ini bertujuan agar anak muda mengenal musik Indonesia lebih baik, memberikan apresiasi, dan bangga akan karya anak bangsa. Dengan begitu musik Indonesia semakin dikenal dunia, pun dari aspek branding yang kompetitif.
Begitulah seorang Ananda Sukarlan, sejak usia 18 tahun tinggal dan berkiprah di luar  negeri (Spanyol), merasakan pengalaman menjadi imigran, menjadi minoritas, memiliki sindrom Asperger (spektrum lebih rendah dari autis), yang bagi orang kebanyakan dianggap sebagai kendala, namun dari situlah Ananda berjuang selama usianya yang menjelang digit 5.Â
Ananda satu-satunya orang Indonesia yang namanya masuk dalam daftar Outstanding Musicians on the 20th Century, berprestasi sesuai bidang yang ditekuninya, yaitu bermusik, melahirkan karya bernilai yang dihargai dan dikenal luas secara nasional dan internasional, demi dan karena cintanya pada tanah air yang satu: Indonesia. Maka konsernya menjadi salah satu cara memenangkan proxy war demi Indonesia, dan generasi penerus.
Dia sangat berharap, putra-putri terbaik dunia musik asal Indonesia yang berprestasi dan menimba ilmu di luar negeri, akan kembali dan menyumbangkan kemampuannya untuk Indonesia tercinta. Klop sudah dengan karya-karya indah Ismail Marzuki yang terlahir dari cinta, dan dalam proses sepenuh cinta, dan membangkitkan kembali rasa cinta dan bakti kepada negara.
"Buatlah semua warga negara Indonesia bangga melalui tindakanmu, jadilah keren, bukan sebaliknya -- membuat malu karena ini dan itu, dungu!" Yang ini bukan ungkapan persis Ananda Sukarlan, tapi kurang lebihnya senada.Â
Penulis setuju, lakukan sesuatu, bukan sekadar takutkan sesuatu. Apalagi menakuti rakyat Indonesia yang diramalkan akan bubar di tahun 2030, entah siapa yang berwacana begitu. Mungkin itu kisah fiksi sebuah novel semata, yang sayangnya entah bagaimana dipercaya sebagai nubuat beneran.
Karya yang disuguhkan dalam Jakarta New Year's Concert ini adalah karya hati dari banyak orang yang ingin membuat karya Sang Maestro Musik Ismail Marzuki hidup kembali, bahkan menjadi tren terbaru 2019.
Bagaimana Pembaca sekalian? Apakah Anda berminat menonton konsernya? Dapatkan tiketnya di Loket.com ataupun Kaya.ID di nomor telepon +62811-100-2280. Sampai dengan akhir Desember 2018, ada penawaran Early Bird berupa diskon 25%. Harga tiket Jakarta New Year's Concert: Millennial Marzukiana berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp3 juta untuk empat kategori.
Psst, dari bisik-bisik yang ternyata benar, sebagian hasil penjualan tiket konser yang dari kocek komponis Ananda Sukarlan yang "apa adanya" ini, akan didonasikan untuk pemenangan pasangan Capres nomor #1.0
Semoga ekspektasi  tentang Musik Ismail Marzuki dengan sentuhan klasik ini bakal jadi tren musik tahun 2019 bisa terwujud nyata. | Salam Kompasiana -- Indria Salim |
Referensi: Siaran Pers Kaya.ID dan dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H