Tajuk Kompas memberitakan bahwa calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno memandang pernyataan yang dilontarkan calon presiden pasangannya, Prabowo Subianto tentang perekonomian Indonesia merupakan koreksi dan evaluasi bagi para elite. Koreksi dan evaluasi, tentu maknanya bagus dan penting, kita setuju hal ini. Namun tunggu dulu isinya apakah relevan dengan perkembangan Indonesia di saat ini.
Beberapa media berita mencatat bahwa saat berpidato pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Kamis (11/10/2018), Prabowo mengatakan, Indonesia selama ini menjalankan sistem ekonomi kebodohan.
"Jadi saya menggaris bawahi bahwa sistem ekonomi kita bukan hanya zaman Pak Jokowi tapi sebelumnya nya, juga sebelumnya, dan sebelumnya juga," tutur Sandiaga saat di Asrama Mahasiswa Riau, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (Kompas, 13/10/2018).
Baiklah, anggap saja ini kesimpulan tentang ekonomi kebodohan ini sungguh keren dan faktual . Lantas, bagaimana dengan kebijakan DP umah nol persen dan program oke-oce? Apakah itu termasuk dalam praktik ekonomi kebodohan, atau bukan? Jangan lupa, kebijakan ini digulirkan oleh Pemda DKI, yang notabene adalah petinggi yang mewakili atau diusung oleh partai capres dan cawapres nomor dua.
Soal isu anak-anak kekurangan gizi dan kasus-kasus stunting, hal ini justru menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini untuk mengatasinya, bukan masalah yang terluput dari perhatian pemerintah, namun malah diprioritaskan, dalam hal ini penanggung jawab utama dan kebijakannya diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan RI. Program prioritas ini juga dikoordinasikan dengan pihak lain yang relevan, termasuk pihak swasta agar mendukung usaha perbaikan gizi dan penanggulangan stunting pada anak-anak sejak dini, sedini persiapan calon ibu yang harus sehat dan siap menghadapi kehamilan sehat.
Mengenai ekonomi Indonesia, World Bank dalam Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia Juni 2018, menyebutkan bahwa Ekonomi Indonesia terus tumbuh dengan kuat.
Harga komoditas global yang tinggi telah mendorong investasi yang lebih tinggi. Dalam kurun 15 tahun, angka partisipasi sekolah tumbuh signifikan namun capaian pembelajaran siswa masih berada di bawah tingkat negara-negara lain di kawasan ini.
Dalam laporan ini dipaparkan poin-poin penting yang mendukung kesimpulan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu:
Perekonomian Indonesia terus berkembang dengan cepat pada kuartal-1 tahun 2018, terdorong oleh investasi yang kuat;
Pertumbuhan PDB riil turun menjadi 5,1 persen pada kuartal-1 2018, sedikit lebih rendah dari 5,2 persen pada kuartal-4 tahun 2017; harga komoditas global yang lebih tinggi mendorong investasi yang lebih kuat, terutama pada mesin, peralatan, dan otomotif.
Meski demikian, pertumbuhan investasi pada mesin yang lebih tinggi juga menyebabkan peningkatan impor lebih lanjut, dengan kata lain hal ini memberatkan pertumbuhan.
Defisit neraca berjalan berkurang di kuartal-1, karena defisit perdagangan jasa menyusut tajam. Defisit neraca berjalan berkurang menjadi 2,1 persen dari PDB pada kuartal-1, dari 2,3 persen PDB pada kuartal-4 tahun lalu, sebagian akibat kedatangan wisatawan asing yang lebih tinggi.
Prospek ekonomi Indonesia terus positif. Akibat dari pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat serta arus perdagangan moderat, pertumbuhan PDB Indonesia diproyeksikan akan tetap meningkat.
Risiko terhadap prospek di atas termasuk kondisi pengetatan moneter dan gejolak keuangan yang berpusat di sekitar negara-negara berkembang lainnya yang lebih rentan.
Selain bidang ekonomi, menarik dicermati dan penting dikaji demi kebijakan yang tepat -- laporan Bank Dunia kuartal 1 tahun 2018 mengamati proses 15 tahun reformasi pendidikan Indonesia, dan menilai dampaknya dalam meningkatkan hasil pendidikan dan modal manusia di Indonesia, serta tantangan yang masih ada.
Angka partisipasi sekolah terpantau tumbuh secara signifikan, namun capaian pembelajaran siswa masih berada di bawah tingkat negara-negara lain di kawasan ini, sehingga mengurangi daya saing Indonesia dalam ekonomi global. Hal ini perlu dikaji serius oleh pemerintah, dan menjadi salah satu acuan prioritas penyempurnaan kebijakannya.
Pun bila kedua capres dan cawapres melakukan kampanyenya, hendaknya memberi gambaran lebih visioner solutif, atau konstruktif alih-alih pesimistik dan sekadar wacana normatif bin lebay.
Soal definisi lebay ini, kita lihat saja ilustrasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan oleh Pemda DKI saat ini, adakah hal-hal yang jelas lebih baik dari sebelumnya, yang lebih konstruktif, atau malah merupakan reduksi dari kualitas yang sudah baik sebelumnya?
Demikian catatan sekilas tentang kualitas pesan-pesan penting pasangan capres selama masa kampanye. Cerdas dan mencerdaskan, serta mencerahkan dan edukatif, itu yang kami rakyat Indonesia butuhkan. Bagaimanapun, semua terpulang sebagai pengingat diri, termasuk buat penulis sendiri. | www.twitter.com/indriasalim |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H