Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasiana Ciptakan Rasa Memiliki

13 Oktober 2018   08:55 Diperbarui: 31 Oktober 2018   08:06 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis dan ngeblog |pixabay.com

Kompasiana akan merayakan ulang tahunnya yang ke-10. Pra-remaja kalau itu kategori perkembangan manusia. Boleh jadi itulah Kompasiana, jika melihat dari keadaan labilnya pada saat-saat tertentu, contohnya masa "error" yang menuntut kesabaran dan kegigihan mereka yang ingin masuk dengan akun Kompasiana. Tetapi, adakah seorang manusia yang tidak pernah mengalami kelabilan pada suatu masa dalam hidupnya? Bila bukan kelabilan, anggaplan itu fluktuasi hormonal, atau dinamika dan pasang surut kehidupan, pun berlaku untuk Kompasiana dan Kompasianer, mungkin juga pengelolanya. 

Saya garis bawahi, "mungkin", karena untuk memastikannya tentu perlu ada riset serius tentang itu, dengan membedah suatu bagian khusus atau menyeluruh tentang semua saja yang berkaitan dengan Kompasiana.

Pertama kali mendaftarkan akun Kompasiana, itu karena saya terdorong untuk mengomentari beberapa tulisan di Kompasiana yang menarik bagi saya. Itu sekitar tahun 2008-2009 kalau tidak salah. Lalu saya lupa kalau punya akun Kompasiana. Benar-benar lupa. 

Tahun 2012 saya mengaktifkan lagi akun saya, dan saya tidak benar-benar ingat apakah saya sempat menulis dengan akun yang pertama kali saya miliki, atau saya membuat lagi akun baru. 

Lalu saya menulis beberapa artikel, ada yang sempat masuk di koran Kompas karena mendapat kesempatan terpilih di Kompasiana Freez yang dimuat di Kompas cetak, dan itu pertama kalinya saya menulis di Kompasiana dan mendapatkan honor. Artikel itu bagian dari halaman Kompas Klasika – berjudul “Jangan Sampai Teperdaya Trik Diskon”.

Kompasiana Freez, kenangan manis ngompasiana | Dokpri
Kompasiana Freez, kenangan manis ngompasiana | Dokpri
Beberapa tulisan saya mendapatkan ribuan pembaca yang dari waktu ke waktu terus bertambah meskipun sudah lama berselang. Topik yang saya tulis tentang "Waspada Petir", "Iklan Lowongan Kerja Modus Penipuan", "Sering Rapat Membuat Paha Jadi Rapet", "Mengenali Bahu Beku", dan itu menurut saya berkesan. 

Berkesan karena saya mendapatkan pertanyaan dan tanggapan untuk mengetahui lebih lanjut, atau untuk berbagi pengalaman pribadi terkait topik yang saya tulis. 

Soal bahu beku, misalnya, saya tidak menyadari pertanyaan orang-orang yang tampaknya bukan Kompasianer itu menumpuk di folder spam email saya, dan baru ketahuan setelah beberapa tahun sesudahnya. Juga tentang iklan lowongan kerja modus penipuan.

Tahun 2013, ketika Kompasiana secara teknis sering mengalami eror sehingga saya sulit log in, saya membuat akun baru yang akhirnya berlanjut sampai saat ini. Akun lama tercantum “saya lupakan, sempat sesekali bisa dipakai lagi. 

Kini akun saya itu seperti rumah kosong, karena catatan statistik sudah tidak seperti data aslinya, dan tulisan-tulisannya mungkin tinggal 20% yang terdaftar. Lainnya raib, termasuk data statistiknya. 

Ada beberapa tulisan di blog pribadi saya back link ke tulisan asli saya di Kompasiana, dan saat di blog pribadi link itu saya klik, tercantum notifikasi yang bunyinya kira-kira “Link yang anda cari tidak ada.” Ikhlaskan saja. Menulis lagi saja, sampai detik ini.

 Akun yang sekarang saya pakai pun, mengalami dampak migrasi perubahan format Kompasiana dari waktu ke waktu. Data statistik dan tulisan pun mengalami penciutan. Jumlah artikel headline yang terdaftar, tinggal sekitar 40% lenyap bersama dengan artikel-artikelnya. Itu saya tahunya juga karena tidak sengaja

Satu hal yang tidak terhapus dan hilang mengenai Kompasiana, jalinan pertemanan dan interaksi yang dinamis -- ibarat dinamika hubungan antar manusia dan keluarga. Seakan kita saling mengenal, namun tidak terlalu dekat. Seakan kita sekadar menyapa sekilas, namun terasakan kedekatan emosi kepenulisannya, kira-kiranya begitu. 

Mungkin ini bukan ungkapan yang tepat menggambarkan yang saya maksudkan, namun lebih kurangnya adalah bahwa tampaknya sebagian besar Kompasianer punya satu hal yang sama, yaitu rasa memiliki (sense of belonging). Ada kebanggaan dan cinta dalam satu nama, "Kompasiana" dan saya serta sebagian Kompasianer lainnya merasakan hal itu dalam suatu periode, atau sepanjang kegiatan menulis di platform keroyokan ini.

Memang, cara pandang publik terhadap Kompasiana beragam, tinggi-rendahnya apresiasi pembaca terhadap artikel di Kompasiana sebagai pabrik kata dan informasi tanpa akreditasi jurnalistik yang dimiliki oleh (sebagian besar) para penulisnya, perannya dalam menambah wawasan yang tersaji sebagai konten berita atau bacaan di media sosial, toh sekilas saya bisa mengatakan bahwa Kompasiana is something special. It is really something as it is unique. It is unique because it has thousands of writers with their own unique writing styles and personal trademarks. Setidaknya itu menurut kesan dan pengamatan subyektif saya.

Menyebut satu kata: Kompasiana, membuat orang yang saya ajak bicara seketika atau tanpa sadar berbicara tentang keinginan mereka ingin bisa menulis, atau kisah hidup dan pengalamannya yang ingin ditulis. Suatu saat saya mengunjungi Taman Pintar di Yogyakarta, dalam rangka ikut program Danone Blogger Academy 2017. 

Serombongan ibu-ibu guru SMP mengawal siswa mengunjungi tempat itu juga. Kami berpapasan, menyapa sekilas, tahu-tahu kami berbincang tentang menulis. 

Saya mengajak mereka membaca tulisan saya, saya sebut nama akunnya dan seorang ibu langsung memberikan tanggapan, "Saya pernah baca puisi yang judulnya unik." Lalu dia menyebutkan persis judul puisi itu, "Puisi Tanpa Judul", yang membuat saya sungguh "feeling surprised". It was a very nice surprise.

Saya tahu, tulisan ini jauh dari memadai dalam menggambarkan apa dan bagaimana Kompasiana bagi saya, atau bagi orang yang baru mengenalnya, maupun mereka yang sudah membaca konten-kontennya. Namun diakui atau tidak, secara kontekstual Kompasiana telah menjadi bagian dari proses pengembangan diri, khususnya di bidang kepenulisan bebas berekspresi. 

Dalam hal ini setiap penulis Kompasiana punya perspektif berbeda dan mungkin sekaligus kesamaan. Mari berbagi pendapat. Sekian, "pidato" saya untuk menyongsong hari ulang tahun Kompasiana ke-10. | Indria Salim |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun