Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pro dan Kontra Sistem Zonasi Penerimaan PPDB

13 Agustus 2018   18:47 Diperbarui: 13 Agustus 2018   20:43 4847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laman Neraca Pendidikan Daerah, Cek APBD Pendidikan |Sumber: Kemendikbud

Acara KompasianaPerspektif di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tanggal 6 Austus 2018, dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berganti menjadi Kompasiana Nangkring bersama Kepala Biro Hubungan Masyarakat Ari Santoso. 

Sore itu Mendikbud mendadak dipanggil Presiden, terkait dengan persiapan Asian Games 2018. Dalam kapasitasnya sebagai Karo Humas, Ari Santoso mengajak Kompasianer berdiskusi tentang "Penerapan Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)".

Kepala Biro Humas Kemendikbud, Ari Santoso |Indria Salim
Kepala Biro Humas Kemendikbud, Ari Santoso |Indria Salim
Pemerataan Pendidikan Melalui Sistem Zonasi

Tidak dipungkiri, banyak orang berharap isu pelaksanaan sistem zonasi ini disampaikan langsung kepada Kemendikbud. Ini benar karena Kemendikbud bertanggung jawab dalam kebijakan bidang pendidikan. Namun, ada dua kategori cakupan pendidikan, yaitu pendidikan tersentral -- pendidikan yang langsung di bawah pengawasan Kementerian Agama, misalnya madrasah. 

Ada juga pendidikan yang sifatnya otonomi, berada di bawah Kemendikbud. Dalam hal ini sekolah dalam kategori otonomi punya kewenangan yang tidak bisa disentuh oleh Kemendikbud, termasuk antara lain dalam anggarannya yang mencakup BOS, DAK, dan tunjangan profesi guru. Ini ada dalam pengelolaan masing-masing Dinas di Kabupaten/Kota di seluruh daerah di Indonesia.

Data Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota |Kemendikbud
Data Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota |Kemendikbud
NPD (Neraca Pendidikan Daerah)
Persoalan pendidikan dalam tataran operasional itu tanggung jawabnya ada di Dinas Kabupaten/Kota, mereka punya anggaran, yang bisa disimak oleh masyarakat. Dalam NPD diharapkan memberikan semua data dan laporan keuangan terkait aktivitas pendidikan di daerah secara komprehensif, meliputi penganggaran; guru; fasilitas; ujian nasional; dan seluruh aspek aktivitas pendidikan.

Bila ada keluhan pelayanan pendidikan, seharusnya dialamatkan ke Dinas di daerah. Dari NPD, anggaran daerah yang benar itu bila semua sudah termasuk anggaran pusat sebesar 20%, ditambah dengan anggaran daerah yang juga 20%. Faktanya sampai kini masih banyak dijumpai anggaran daerah untuk pendidikan rata-rata hanya sekitar 10%. 

Bila Pusat menambahi dana BOS, daerah mengimbanginya justru dengan memperkecil anggaran. Maka soal sekolah yang rusak misalnya, ini tanggung jawab daerah. Masyarakat bisa melihat NPD untuk memahami soal ini, yang data terkini-nya per tahun 2017. Untuk data 2018, akan terkinikan pada bulan Oktober 2018.

Trend anggaran BOS dari Pusat itu setiap tiga tahun ada kenaikan signifikan, katakanlah dari 500 M, kini menjadi 1,2 T. Sayangnya anggaran pendidikan daerah malah diturunkan (2016-2017). Harusnya daerah punya komitmen untuk tidak mengurangi anggarannya. Tanggung jawab ini terkait Inpres yang sudah ada sebelum Kabinet Kerja.

Arah Kebijakan Zonasi, Paparan Kemendikbud |Indria Salim
Arah Kebijakan Zonasi, Paparan Kemendikbud |Indria Salim
Tujuan Kebijakan Zonasi
  • Kebijakan zonasi menjamin pemerataan akses pendidikan. Kebijakan ini mengutamakan siswa yang

kurang mampu, karena sebelumnya terjadi banyak kasus anak yang tidak mampu tidak bisa bersekolah karena akses ke lokasi sekolah mahal. Penerima tunjangan pertama BOS itu Sekolah. Sedangkan yang ditujukan langsung bagi individu anak yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP), untuk menunjang kebutuhan sekolah di luar biaya transportasi, dan diberikan setahun sekali.

  • Kebijakan Zonasi PPDB dimaksudkan untuk mendorong kreativitas guru dan menciptakan siswa dan sekolah yang heterogin. Ini berbeda dengan model kelas favorit, di mana semua siswa unggulan berkumpul, dan secara akademik kemampuan anak itu sama (homogin). Dengan sistem zonasi, nilai akademik tidak diutamakan melainkan nilai aksesnya ke sekolah. Maka anak bisa belajar dengan kondisi heterogin. Walau begitu, diakui guru lebih sulit mengajarnya jika tidak kreatif.

3. Kebijakan zonasi PPDB untuk mendekatkan sekolah dengan anak didik. Dalam hal ini prinsip pendidikan bukan hanya mengandalkan sekolah tapi juga masyarakat dan keluarga. Dengan demikian diharapkan pendidikan akan lebih terkontrol dan ideal. Selain itu, jumlah siswa di semua sekolah akan berimbang. Meskipun ada blank spot, hal ini harus bisa diselesaikan secara unik sesuai kondisi setiap daerah.

Karier Guru sebagai profesi

Dengan kebijakan zonasi, seorang guru sampai kepala sekolah akan punya jenjang profesi. Selama ini ada fenomena karir guru dan kepala sekolah tergantung pada perferensi Kepala Dinas. Maka sesorang yang jadi Penilik Sekolah harus pernah menjabat Kepala Sekolah (level manajer). 

Dengan begitu tunjangan akan berbeda. Soal pemerataan fasilitas, Komite Sekolah bisa dilibatkan, dan dengan dekatnya lokasi siswa dengan Sekolah, ini memudahkan keterlibatan Komite Sekolah. Anggaran akan berimbang, baik sekolah di pinggiran dan lainnya, ter termasuk guru. Pada sistem sebelumnya, guru yang berkualitas biasanya terkonsentrasi di satu sekolah. Distribusi guru kewenangannya ada di Dinas Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Kementrian tidak bisa melakukan pemindahan karena sifat otonominya.

Masalah Sarana dan Prasarana Pendidikan

Perlu memikirkan apa yang sebaiknya menjadi prioritas -- mengatur sistem atau sarana/prasarana dulu? Kalau menekankan sistem nilai maka yang kaya dan pintar terkumpul di satu tempat, pun bantuan fasilitas sarana dan prasarananya. Dengan sistem zonasi, pihak sekolah senang karena siswa beragam dan bertambah jumlahnya. Kreativitas guru mengajar juga tertantang, dan berdampak pada anggaran berbasis pemerataan.

Penindakan penyelewengan jual beli kursi

  • Kasus penyelewengan jual beli kursi, SKTM, dan pungli masih banyak, maka masyarakat bisa

mengajukan pengaduan ditulis ke kemendikbud.go.id dan dijamin tidak bocor. Khusus bagi anak yang sanagt rentan tidak melanjutkan sekolah, hal ini harus ditindaklanjuti.

  • Dalam waktu dekat, seluruh proses zonasi PPDB akan dievaluasi, dibahas, sambil

mempertimbangkan praktik yang baik, misalnya di SMP di Bali (juga menurut yang banyak diberitakan di media massa, di Solo).

  • Kemendikbud akan melakukan pemetaan daerah. Ini untuk mencegah pemaksaan kapasitas daya

tampung sekolah. Tujuannya agar orang tua tidak bingung lagi menyekolahkan anak, tidak khawatir lagi anaknya tidak kebagian sekolah.

Kompasianer serius dan antusias mengikuti topik diskusi |Foto: Kemendikbut
Kompasianer serius dan antusias mengikuti topik diskusi |Foto: Kemendikbut
Sesi Tanya Jawab

Lebih dari lima puluh Kompasianer yang hadir antusias mengikuti acara dari awal, termasuk sebagian yang mengajukan pertanyaan dan usulan kritis, misalnya tentang kemungkinan pemerataan yang meningkatkan sekolah yang kurang unggul dengan sistem non-zonasi; kebijakan Pemerintah terkait peraturan akselerasi pendidikan bagi siswa sekolah non-formal; penyalahgunaan SKTM; dan aturan mutasi guru berdasarkan zonasi.

Kompasianer peduli pendidikan |Dokpri
Kompasianer peduli pendidikan |Dokpri
Penjelasan Kabiro Humas Kemendikbud Ari Santoso

SKTM, adalah produk hukum memuat peraturan yang sudah bagus. Maka disayangkan bila implementasinya ada pelanggaran oleh masyarakat maupun pejabat pelaksana, yang disalahkan aturannya. Kemendikbud mendorong penindakan pelaku pelanggaran tidak hanya terhadap orang tua siswa saja, namun juga pejabat yang menerbitkan SKTM yang bersangkutan.

Pelanggaran hendaknya dilaporkan ke polisi karena penindakannya di luar kewenangan Kemendikbud. Hal lain, jika SKTM yang tidak memenuhi syarat itu dicabut, anak yang bersangkutan harus tetap bisa bersekolah, jangan sampai siswa itu menjadi korban ambisi orang tua. Masa depan anak SMP dan SMA masih panjang, solusi sebaiknya diselesaikan dengan baik.

Ada sekolah yang tidak kebagian siswa. Sekolah negeri memang lebih murah. Ini membuat orang tua berusaha menyekolahkan anak di sekolah negeri, walaupun ada juga orang tua yang sejak awal memasukkan anak ke sekolah swasta. Menurut Ari Santoso, untuk mendapatkan solusi tepat, secepatnya akan diadakan pertemuan di Dinas agar pihak sekolah negeri dan swasta duduk bersama membahas soal zonasi ini. Tujuannya, agar Dinas tidak membedakan perlakuan terhadap sekolah swasta dan negeri. Bagaimanapun menurut Ari, pemerintah mengapresiasi peran positif sekolah swasta di bidang pendidikan.

Tentang Penindakan Pelanggar Pelaksanaan SKTM

Tidak semua daerah berani menindak pelanggar SKTM. Ini antara lain karena pelaku pelanggaran mungkin lebih "berkuasa" atau punya "jabatan lebih tinggi". Di Jawa Tengah, ada sejumlah 78.000 SKTM yang dibatalkan, justru atas inisiatif orang tua. SKTM merupakan tanggung jawab pejabat yang berwenang.

Pemerataan Mutu Sekolah

Berpijak dari asumsi bahwa sekolah unggulan memberi hasil signifikan dalam penerimaan bantuan prasarana dan sarana sekolah. Jika model penerimaan siswa mengandalkan seleksi nilai, maka akan sulit menaikkan mutu sekolah yang bukan unggulan. Dana dari dinas kcenderung diberikan kepada sekolah berkualitas, tempat berkumpulnya siswa berprestasi. 

Penyebabnya, antara lain karena sekolah "pinggiran" kurang menunjukkan dampak atas pemberian insentif. Maka, sistem zonasi PPDB diterapkan untuk mengurangi efek homogin para siswa, sehingga siswa pun belajar memahami bahwa di lingkungan sekolahnya ada keberagaman kemampuan dan kecerdasan, tidak semua siswa itu pintar.

Kemendikbud serius mempertimbangkan kajian tentang prioritas yang lebih utama -- sekolahnya dulu yang dimajukan, atau sistemnya? Sejauh ini kebijakan penerimaan siswa baru dengan model zonasi memberikan hasil yang baik dan senderung berhasil. Perlu diketahui, di luar negeri itu sejak awal sistim penerimaan sekolah memang dirancang untuk zonasi. 

Di Indonesia, ada kendala blankspot. Contohnya di Surabaya, ada empat sekolah unggulan yang berlokasi di satu wilayah, sedangkan penduduknya tidak terlalu banyak. Ini kasus unik yang tidak bisa digeneralisasi solusinya. Hal seperti inilah yang akan diidentifikasi oleh Kemendikbud.

Dalam hal sekolah formal dan informal, Balitbang Kemendikbud akan terus membahasnya. Meskipun tidak ada target soal ini, namun Kemendikbud serius memikirkan soal akselerasi yang dianggap memang penting. Ada masukan dari psikolog yang mempertanyakan apakah kelak anak yang mendapatkan program akselerasi akan menjadi individualis? Dari situ ada pemikiran, mungkin sebaiknya anak tetap ikut pendidikan formal, sedangkan di bidang tertentu diakselerasi.

Penutup

Sistem Zonasi PPDB relatif menunjukkan hasil efektif. Namun Kemendikbud terus mengumpulkan data dan catatan untuk evaluasi. Diupayakan ke depannya, evaluasi ini penting dalam melakukan perbaikan pelaksanaan dan konsepnya. Kabiro Humas Kemendikbud Ari Santoso menilai bahwa sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 efektif membuat anak-anak bisa bersekolah, dan orang tua tidak perlu lagi khawatir anaknya akan tidak mendapatkan sekolah.

Terkait pelaksanaan pendidikan di Kabupaten/Kota, masyarakat perlu mengawalnya agar pendidikan di daerah telah berjalan selaras dan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu caranya antara lain dengan menyimak dan melihat Neraca Pendidikan Daerah (NPD).

Laman layanan informasi dan pengaduan terpadu |Kemendikbud
Laman layanan informasi dan pengaduan terpadu |Kemendikbud
Layanan Informasi dan Pengaduan

Kemendikbud menghadirkan layanan informasi dan pengaduan secara terpadu sejak awal 2018, dan layanan konsultasi daring bagi para dan masyarakat, di laman http://ult.kemdikbud.go.id/

Di sini kita dapat meminta informasi, menyampaikan pengaduan/ saran, serta konsultasi dan mendapatkan tanggapan profesional. Kemendikbud berharap, masyarakat memanfaatkannya dengan baik demi peningkatan pelayanan Kemdikbud.

Salam Kompasiana Beyond Blogging | Indria Salim | 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun