Mengapa diadakan acara "The Taste of Macao" dan Makna Gastronomi
Mengenali sejarah dan budaya bangsa, bisa kita lakukan dengan mengenali dan mencoba kulinernya. Macao, yang pada bulan November 2017 tahun lalu dinobatkan sebagai Kota Kreatif Gastronomi UNESCO menetapkan rencana aksi yang dilaksanakan dalam berbagai inisiatif, dan ini terbagi dalam 6 kategori program kegiatannya.
Setelah beberapa hari berkeliling ke beberapa tempat sesuai rencana kegiatan, pada suatu malam rombongan kami agak terlambat tiba di hotel tempat kami menginap dan berkumpul di kota itu. Tanpa menuju ke kamar masing-masing, kami langsung ke restoran yang ada di hotel itu. Restoran tersebut boleh dikatakan sepi pengunjung, maka sebagian rombongan kami mungkin ingin memesan makanan yang agak berbeda dari menu sebelumnya.
"Bu, kalau boleh request, menunya jangan yang seperti kemarin (dihidangkan hotel ini). Makan siang di restoran Z kemarin itu enak."
Saya langsung paham yang dimaksudkan delegasi tersebut, bahwa kami menginap di hotel yang menu makanannya dominan masakan negara itu, tidak yang lain. Padahal, delegasi berasal dari berbagai latar belakang budaya, yang tentunya punya selera yang tidak selalu cocok dengan masakan di hotel tersebut.
Andaikata mereka semula tidak masalah dengan menu selama ini, kali ini mungkin mereka ingin sedikit variasi, atau menghilangkan kejenuhan karena beberapa hari berturut-turut, dinnernya selalu dengan menu yang sama, yang asumsinya adalah menu yang dikenal di kota (baca: negara) itu -- serba curry, serba rempah, serba ini dan itu namun terkesan kurang variatif.
Saya mencoba mengkomunikasikan hal ini kepada petugas restoran. Entah bagaimana, mereka salah paham dan baper. Managernya menemui saya, "Kalau nggak suka dengan menu kami, cari saja ke restoran di luar."
Gawat! Sudah lebih dari pukul 8 malam, bagaimana saya mengajak delegasi yang sudah kelelahan ngeloyor malam-malam mencari restoran alternatif? Lagian, akomodasi di hotel tersebut kan sudah termasuk dinner. Singkat kata, dinner malam itu happy ending, dan delegasi kompak mengapresiasi menu malam itu, hidangan ikan yang lezat. "Tonight, we have the best dinner at this hotel."
Moral ceritanya, makanan seringnya menjadi komponen penting dari pengalaman wisata, atau perjalanan dengan tujuan beragam. Turis ataupun traveler perlu makan dan berkegiatan di tempat asing, tetapi mereka juga ingin mengeksplorasi makanan setempat untuk mengenal budaya dan lingkungan dari kawasan yang dikunjungi.
Dimulai dengan hidangan penyambutan ala Nusa Indonesian Gastronomy Restaurant, berlanjut dengan pengenalan dan bincang-bincang tentang gastronomi menurut Chef Ragil, lalu juga tentang food photography oleh ahlinya -- Captain Ruby, dan momen apresiasi setelah mendapatkan penjelasan seputar masakan yang dihidangkan, yang adalah sejumlah makanan khas Macao yang merepresentasikan budaya dan gastronomi Macao yang unik, perpaduan antara budaya Timur dan Barat.
Empat Masakan Macao yang Berkesan, Warisan Budaya Barat dan Timur
 Lacassa Soup
Menurut sejarahnya, Sup yang asal namanya dari Malaka ini secara tradisional dihidangkan pada malam Natal.Fungsinya sebagai makanan terkait masa puasa atau berpantang bagi umat Katolik, antara lain karena Sup ini tidak memerlukan daging. Lacassa Soup terasa segar dan menggugah selera, cocok sekali sebagai makanan pembuka. Dihidangkan panas-panas, berisi bahan bernutrisi dan lezat. Ada udang, bihun, highlight dari rasa minyak zaitun, dan slurrrp! Menuliskan kesegaran dan lezatnya sup ini, Penulis jadi pengin makan lagi. Ehem.
Ternyata, menghadirkan masakan ini tidak semudah Penulis menikmatinya. Menurut cerita latar belakangnya, African Chicken atau Galinha Africana adalah salah satu kuliner khas Macao yang tingkat kesulitan menyiapkannya tinggi. Penyebabnya antara lain adalah memadukan bahan-bahannya, antara lain pimenta dari Portugal, kacang tanah dari Afrika, kelapa dari India dan rempah-rempah dari China. Kebayang banget rempongnya ya?Â
Sungguh beruntung Penulis berkesempatan menikmatinya. Meskipun lezat, African Chicken terasa ringan baik di kecapan maupun bagi pencernaan. Maklum saja, Penulis kebetulan agak sensitif pencernaannya. Terlalu berminyak, perut jadi begah. Terlalu berkuah, perut jadi kembung. Terlalu pedas atau gurih, sulit juga menikmatinya. African Chicken, I love it very much!
Menurut ceritanya, Minchi merupakan hidangan favorit anak-anak muda Macao. Nama resep ini berasal dari bahasa Inggris "mince", mungkin masuk di Macau melalui pengaruh Anglo-India Hong Kong. Bahan dasarnya adalah daging sapi, babi, atau keduanya. Tentu saja Nusa Indonesian Gastronomy Restaurant memberikan daging sapi saja sebagai bahan utama Minchi, selain juga telur dan kentang. Bumbunya cukup banyak -- bawang merah dan bawang putih cincang; cengkeh, daun salam; minyak zaitun; dan kecap.
Meskipun hidangan ini biasanya disajikan dengan nasi dan telur goreng, saat itu tidak ada nasi. Bagi Penulis, ya kebetulan karena nasi akan membuat kita lekas kenyang dan itu artinya sulit untuk menikmati hidangan lainnya setelah makan nasi. Minchi, memberikan sensasi unik. Menurut Penulis, hidangan ini membawa sedikit kenangan tentang masakan India, entah kenapa. I love African Chicken more than Minchi. Walau begitu, Minchi yang baru pertama kali banget Penulis pernah cicipin itu lezat dan khas. Jadi ini soal selera.
 Golden Codfish
Gastronomi Macao sangat terkait dengan sejarah unik Macao dan budaya maritim Portugis, dan ini terbawa sampai pada bahan-bahan masakannya. Selama abad ke-16 sampai ke-17, Portugal penuh semangat membentuk rute laut ke Timur, membuka jalan bagi pedagang yang terlibat dalam perdagangan rempah-rempah di Afrika, India dan pantai Malaka, yang ujung-ujungnya memengaruhi budaya kuliner ke Makau termasuk bumbu dan rempah-rempahnya.
Ada juga masakan Macao yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya dalam hal ini adalah soal pernikahan antar suku bangsa dan negara, misalnya orang Portugis dengan orang Cina setempat. Maka tidak mengherankan bila Macao memiliki beragam masakan otentik sekaligus kreatif. Akan halnya Golden Codfish, rasanya agak dominan asin, dan ternyata ini sudah dikombinasikan dengan bumbu lain yang manis citarasanya. Hasilnya ya unik itu, pun penampilannya.
Walau begitu, Penulis hanya menghabiskan kentangnya saja, dan untuk bagian lainnya, sudah ada teman semeja yang dengan senang hati melanjutkan tugas menghabiskannya, ha ha. Inilah yang menjadi pernik gastronomi, berbagi rasa dan porsi, uhuy.
Tidak lengkap rasanya tanpa menceritakan kesan mengeksplorasi citarasa Macao, dan ini meliputi kesan menikmati Serradura Pudding; Portuguese Eggtart, dan Macao Almond Cookies yang termasuk Signature Pastry-nya Macao. Ketiga makanan itu adalah suvenir yang dibawa pulang dari acara "Taste of Macao". Semua lezat, punya unsur manis dan gurih, dan nagih. Semuanya menurut Penulis termasuk makanan kekinian, walaupun itu pastinya juga warisan budaya yang punya sejarah asal-usulnya yang unik.
Prinsip gastronomi itu, bahwa makanan adalah ilmu.
Melibatkan semua indra, apresiasi gastronomi memberikan banyak fungsi lain dari sekadar menikmati atau menghidangkan makanan dan minuman.
"Taste of Macao" berhasil memberikan makna lain yang lebih luas bagi Penulis (dan mungkin orang lain yang hadir saat itu), bahwa Macao yang menyandang status sebagai Kota Kreatif Gastronomi UNESCO bisa menjadi contoh bagi negara lain dalam pengenalan, pelestarian, strategi promosi, dan pengembangan usaha bidang pariwisata dan gastronomi terpadu, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Salam Kompasiana Beyong Blogging :: IndriaSalim ::
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H