Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunga-Bunga Anggrek dan Generasi Z, Bicara Aspirasi dan Kemandirian

21 Juni 2018   20:58 Diperbarui: 23 Juni 2018   17:30 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggrek segar penghias meja informasi |Foto: Indria Salim]

Libur Lebaran baru saja usai, namun sejak bulan Ramadan kesibukan mereka semakin meningkat. Siapakah mereka? Mereka adalah frontliners yang selalu siap menyambut pengunjung salah satu Mal terbesar di wilayah Tangerang. Dengan kostum yang merepresantisikan tema program Mal, senada dengan warna bunga Anggrek yang menjadi dekorasi di setiap desk informasi yang ada -- para petugas "Customer Service" ini menarik perhatian saya untuk sekadar menyapa. Kebetulan saya suka memotret bunga, dan Anggrek pun membuat saya mendekati desk Customer Service untuk memastikan apakah bunga-bunga yang mekar cantik itu asli.

Tyas, dokpri
Tyas, dokpri
Benar, pot bunga Anggrek yang tampak segar itu asli tanaman hidup. Setiap hari disemprot dengan larutan khusus, untuk menjaga kesegarannya. Setiap Selasa dan Jumat, ada petugas yang menyirami pot hidup bunga itu. Begitu penjelasan Tyas, staff Customer Service yang sedang bertugas sore itu.

Saya senang bahwa pertanyaan saya yang mungkin termasuk kurang nyambung dengan soal belanja dan menukarkan hadiah hasil belanja banyak di Mal itu, ditanggapi dengan sungguh-sungguh dan tetap ramah. Lalu saya sampaikan keinginan saya memotret bunga itu, agar dia tidak bertanya-tanya tentang apa yang saya lakukan dengan aksi saya di depannya.

dokpri
dokpri
Kebetulan saat itu sedang tidak ada orang lain, lalu saya sampaikan saja kesan saya tentang bunga anggrek yang ada di setiap desk informasi dan keselarasan warna busana yang dikenakannya. Dengan singkat, Tyas menjelaskan bahwa warna busana memang disesuaikan dengan warna bunga. Satu hal yang layak dicatat tentang pernik dan pengelolaan Mal dari aspek seni hospitality.

Hospitality menurut kamus artinya kurang lebih adalah keramahtamahan, dan dalam konteks tulisan ini dikaitkan dengan bidang profesi terkait ramah-tamah dan murah hati dalam menerima dan mengelola pihak lain yang menjadi tamu, pelanggan, klien, pengunjung, dan sejenisnya.

Naluri sebagai 'blogger amatiran', saya langsung berbincang singkat dengan Tyas, singkat saja karena saya menghormati profesi, tugas, dan waktu bertugasnya. Tyas, lulus SMA tahun 2016. Beberapa bulan setelah itu dia melamar di Mal yang ternyata menjadi tempatnya bekerja sampai kini. Saya tembak langsung, "Lima tahun dari sekarang, Anda ingin menjadi seperti apa -- apa yang ada dalam bayangan Anda berada dalam situasi 5 tahun kemudian?"

Dia tampak berpikir sejenak, lalu saya bertanya lagi, "OK, 5 tahun mungkin agak jauh ya. Bagaimana dengan 3 tahun sejak sekarang?"

Jawabnya, "Saya tidak ingin tetap menjadi seperti sekarang. Saya bahkan ingin kuliah tahun ini, kemungkinan September ini saya mudah-mudahan bisa mulai kuliah. Namun, saya ingin tetap bekerja di sini sementara saya kuliah, ya kuliah sambil bekerja atau bekerja sambil kuliah."

Tyas menyebutkan sebuah nama perguruan tinggi dengan bidang studi spesifik, dan itu justru nyambung dengan apa yang dirintisnya saat ini -- yaitu bidang komunikasi.

"Selain ingin menambah kualifikasi, dengan kuliah saya yang awam mengelola keuangan ini agar terpacu memanfaatkan penghasilan untuk hal yang nyata, dalam hal ini ya dengan menggunakan sebagian gaji saya untuk kuliah dengan biaya sendiri.

Dalam waktu yang terbatas, Tyas mengizinkan saya mengambil satu gambarnya dan menjawab pertanyaan saya dengan singkat, padat, informatif dan inspiratif.

"Saya dulu pemalu sekali, sampai pada suatu saat sewaktu duduk di SMP, saya menjuarai lomba berpidato. Lalu saya dipercaya mewakili sekolah tampil berpidato di depan audiens umum di panggung sebuah Mal, dan itu pertama kalinya bagi saya tampil berbicara di depan orang banyak. Padahal saya pemalu.

Dalam interview kerja, saya mengalami pertanyaan yang menantang sekaligus membuat saya agak down. Itu karena saya tidak punya pengalaman kerja sama sekali, namanya juga baru lulus SMA. Walau begitu, dalam ketidak tahuan saya tentang bidang pekerjaan yang saya lamar itu, dari internet saya berusaha mencari tahu sedikit-sedikit tentang apa itu yang disebut "Customer Service", "Information Desk" -- semacam itulah.

Saya tidak menyangka akhirnya diterima, dan jawaban yang saya ingat saat interviu ya berdasarkan pengetahuan dari internet itu. Selain itu saya mengatakan bahwa meskipun tanpa pengalaman, saya ingin mencoba melamar dan akan bekerja sebaik-baiknya.

"Apa yang menjadi kepuasan kerja Tyas berada dalam posisi sekarang?"

Dengan tegas, sambil senyum dia mengatakan, "Itu bila saya bisa melaksanakan tugas dengan baik, memberi kepuasan kepada customer yang membutuhkan informasi dan penjelasan terkait kegiatan dan program Mal ini."

Ada dering telepon, sesudahnya juga ada dua customer datang membawa semacam "kupon". Saya pamitan dan meminta izin mengunggah fotonya di Instagram saya.

"Buat inspirasi saya, dan mungkin orang lain yang seusia Tyas. Terima kasih, dan semoga berhasil meraih cita-cita," pungkas saya.

dokpri
dokpri
Menurut Penulis, inilah contoh generasi Z yang bukan seperti kebanyakan yang digambarkan di banyak artikel di "luar sana".  Ada semacam inner beauty, kecerdasan, dan determinasi yang terpancar dari seorang 'frontliner" ini.

Dengan kesadaran dan profesionalisme, dia jalankan tugas menghadapi beragam karakter customer yang menghampiri mejanya. Mungkin customer manis, kepo, cerewet, pemarah, dan pastinya dia mampu menghadapinya dengan sikap "proporsional". Ramah tapi tidak cengengesan atau murah(an). Hangat tapi tegas. Kalem namun tidak lemot. Itu pengamatan saya sebagai pengunjung "tetap" pusat perbelanjaan di tempatnya bekerja.

Etos kerja dan nilai profesionalisme serta visi pribadi yang senada juga Penulis tangkap dari "sapaan sekilas bunga Anggrek" di desk lainnya dengan Staff Customer Service (CS) berbeda, yaitu CS Dewi, dan CS Ria. Tentu, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja tidak sama, namun determinasi, kedewasaan dan keinginan menjadi "semakin baik dan semakin baik" di masa depan dengan kemampuan terkait profesi membuat Penulis dalam hati angkat jempol buat mereka.

Tidak semua generasi muda memuja pola pikir instan, ingin kaya instan, populer instan, sukses dengan cepat, dan sebagainya. Ada nilai diri yang meyakini bahwa melalui "belajar" baik formal atau non-formal, di masa depan mereka akan bisa lebih baik dari sekarang.

Sementara itu selintas saya teringat berita-berita dunia hiburan, menampilkan artis atau selebriti yang "itu lagi-itu lagi", mengangkat dan mengutip prinsip pola hidupnya, yang antara lain kurang lebihnya, "Suami gue menggaji sekian ratus juta sebulannya blah blah ... " -- Lalu melihat beritanya lalu lalang, kok mirip "reality show"nya Kim Kardhasian (Socialite & American Television Personality), hmm tapi mungkin itu persepsi Penulis saja. Mudah-mudahan persepsi itu keliru he he he.

Selama perjalanan pulang dan sesampai di rumah, saya merasa ingin "mendukungnya secara moral", agar para generasi Z ini kelak berhasil menjadi Srikandi-Srikandi Indonesia yang membanggakan, mewakili generasi mereka.

Salam Kompasiana Beyond Blogging :: Indria Salim ::

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun