Dalam hati, "Uzurkah saya ini?" (sambil geli sendiri, sih). Err, nggak juga sih, cuma katrok! Bukan apa, kalau jalanannya penuh kendaraan, saya malah berani menyeberang bila tidak ada jembatan penyeberangan karena lalu lintas padat membuat kecepatan agak terhambat.
Saya hanya berjalan sedikit menjauh yang artinya saya bisa mengikutinya tanpa harus bergandengan tangan selayaknya orang yang bermasalah dengan kesehatan tulang atau sejenisnya.
Lalu, setengah lebar jalan terlampaui dengan lancar, masih separuh lagi yaitu jalur yang berlawanan arah. Dia menoleh untuk memastikan bahwa saya bisa mengikutinya. Saya bilang, "Kalau jalur ini saya bisa menyeberang sendiri, deh."
Ternyata jalur itu sama ribetnya, ya diseberangkan lagi deh. Akhirnya saya dan Bapak itu sama-sama sampai di tepi seberang. Lalu dia bilang, "Sudah, Bu. Saya balik, ya."
Hahaha, lha iyalah 'silakan kembali ke kegiatan Anda sendiri, 'batin saya agak geli padahal saya sungguh terharu.
"You are an angel," saya menggumam sendiri.
Saya amati dia menyeberang, mendadak saya kepo sekaligus ragu apa benar dia itu Pak Sopir angkot yang berhenti itu. Pikir-pikir, lucu juga saya tidak yakin dia tadi dari mana munculnya. Itu karena penampilan (kerapiannya) di atas rata-rata sopir angkot pada umumnya. Biasanya mereka memakai kaos oblong biasa, sih. Mendadak terpikir, jangan-jangan dia pemilik angkotnya sendiri. He he he.
Dari seberang jalan yang cukup jauh, saya amati dia tidak menuju ke angkot itu. Dia malah memasuki jalan di persimpangan perempatan itu. Saya amati sejenak, lalu dia kembali lagi tapi tidak juga menuju ke angkot melainkan ke deretan toko-toko di jalur itu.
Oh ya, rasa kepo saya itu lebih karena otak terkontaminasi dengan kisah-kisah nyata tentang malaikat penolong di sekitar kita yang kemunculan dan perginya serba mendadak dan agak misterius. Lha saya pernah dimintai tolong menerjemahkan kisah nyata pengalaman teman yang merasa ditolong "malaikat".
Angkot itu kaca jendela depannya tertutup, dan kacanya berwarna lumayan gelap. Saya berharap bahwa di dalam ada orang duduk yang berarti sopirnya. Tampaknya kosong. Lha kenapa kalau mau "urusan lain-lain kecuali menunggu dapat penumpang", kok nggak tadi-tadi saja dia turun dari angkotnya, ya?" batin saya.
Sampai sekitar 3 menit Bapak yang menyeberangkan saya tadi belum tampak kembali muncul, apalagi ada yang kelihatan memasuki angkot.