Setelah mengalami koma sejak siang hari, Budayawan, Sastrawan, Pelukis, dan Aktor Teater -- Danarto berpulang ke haribaan Sang Maha Pencipta. Kabar ini diberitakan sekitar pukul 21.30wib (Selasa, 10/4).
Sebelumnya dari berbagai sumber pemberitaan online, grup WA, dan FB tersiar kabar bahwa Sastrawan Indonesia, Danarto tadi siang sekitar pukul 13.00 WIB mengalami kecelakaan di Jalan Raya Ciputat.
Beliau tertabrak sepeda motor ketika sedang menyeberang jalan tersebut. Segera dilarikan ke Rumah Sakit UIN, namun karena kondisinya yang semakin kritis maka beliau dirujuk ke RS Fatmawati yang peralatannya lebih lengkap.
Berita terakhir petang ini, beliau yang berusia 77 tahun itu kondisinya masih kritis, namun keberadaan keluarga tidak ada yang tahu. Selain tidak punya anak, seperti dilansir oleh detik[dot]com, mantan istrinya tercatat sudah meninggal dunia pada tahun 2016.
Cerpenis yang juga puteri sastrawan Gerson Poyk (Alm), Fanny Jonathans dalam status FB-nya mengungkapkan kesedihannya. Menurutnya, Danarto di masa muda dulu dekat dengan Penyair WS Rendra dan ayahandanya.
Dari sebuah wawancara yang diunggah oleh PKJ-Taman Ismail Marzuki, terungkap bahwa Danarto selain sastrawan juga pelukis, dan aktor teater. Ini menurut beliau yang lahir di Sragen itu, merupakan "jalan hidup" yang awalnya karena beliau ingin melarikan diri dari mata pelajaran Aljabar yang tidak disukainya saat duduk di SMA Margoyudan, Surakarta.
Sejak remaja, beliau ingin menjadi penulis. Sudah memilih jurusan Sastra, namun dia 'terjebak' lagi dengan mata pelajaran Aljabar. Begitu melanjutkan studi di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta, beliau mendapatkan semuanya -- dunia menulis, seni rupa, dan akhirnya juga dunia teater. Di bidang seni rupa sendiri beliau menguasai berbagai genre seni rupa, pun juga dalam hal sastra.Â
"Siang hari melukis, malam menulis," begitu tuturnya.
Dunia seni rupa juga diperdalam dari penelitiannya ke Perpustakaan. Namun demikian, beliau mencoba mengembangkan nilai-nilai tradisi Seni Rupa Indonesia (budaya Timur), misalnya yang berasal dari Wayang Kulit, Mahabharata, dan Ramayana. Selanjutnya dari wayang ini menginspirasi Danarto dalam karya-karya cerpennya.
Bergabung dengan Teater Sardono, Danarto mendapat kesempatan berkunjung ke Eropa Barat dan Asia pada tahun 1974. Di samping berpameran Kanvas Kosong (1973) ia juga berpameran puisi konkret (1978). Untuk bidang kepenulisan, Danarto pernah mengikuti program terkait di Kyoto, Jepang.